SURAU.CO- Kitab Akhlaq lil Banat karya Umar bin Ahmad Baraja ditulis untuk mendidik anak-anak perempuan agar tumbuh dengan adab mulia. Umar bin Ahmad Baraja, seorang ulama abad ke-20 dari Hijaz, menyusun kitab ini sebagai pedoman budi pekerti Islam di madrasah dan rumah tangga. Di dalamnya, kita menemukan kisah nyata dan perumpamaan yang sederhana, namun menyentuh hati. Kitab ini menekankan bahwa akhlak bukan sekadar pengetahuan, melainkan praktik keseharian yang membentuk karakter.
1) Halimah: Lembut Hati, Dicintai Semua
Kisah ini diawali dengan sosok Halimah, seorang anak perempuan yang beradab. Ayah, ibu, dan teman-temannya sangat menyayanginya. Halimah menjadi teladan karena tidak sombong, tidak merendahkan pelayan, dan selalu bersikap ramah.
Pelayan rumah mereka, Muthi‘ah, amat senang menemani Halimah. Ia merasa nyaman karena Halimah memperlakukannya dengan hormat. Nabi ﷺ bersabda:
“إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ”
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berlaku ihsan (baik) dalam segala hal.” (HR. Muslim)
Adab Halimah adalah cermin dari ajaran ini: memperlakukan orang lain dengan penuh kasih, bahkan kepada pelayan. Sikap itu membuat Muthi‘ah setia dan tulus mendampingi.
Refleksi kini: di banyak keluarga, hubungan dengan asisten rumah tangga sering bersifat transaksional. Namun kisah Halimah mengingatkan bahwa rasa hormat dan perlakuan baik akan menumbuhkan keikhlasan yang tak ternilai.
2) Zubaidah: Akhlak Buruk, Buahnya Penyesalan
Berbeda dengan Halimah, saudaranya Zubaidah digambarkan berakhlak buruk. Ayah, ibu, bahkan teman-temannya tidak menyukainya karena perangainya yang kasar. Ia suka menyakiti, mencaci, bahkan merendahkan pelayan.
Akhirnya, Muthi‘ah tidak kuat. Hatinya sempit, ia pun mengundurkan diri. Halimah dan ibunya menyesal kehilangan pelayan yang penuh kesetiaan. Namun penyesalan itu datang terlambat.
Beberapa hari kemudian, keluarga mereka menerima pelayan baru. Sayangnya, pelayan ini berwatak kasar. Alih-alih belajar dari pengalaman, Zubaidah tetap melakukan hal yang sama: ia memukul, mengejek, bahkan meludahi wajah pelayan itu. Sampai akhirnya, pelayan tersebut dendam dan mencuri perhiasan Zubaidah.
Al-Qur’an menegaskan:
“وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ” (الأعراف: 85)
“Janganlah kalian merendahkan hak-hak orang lain.”
Zubaidah yang merendahkan akhirnya kehilangan—tidak hanya perhiasannya, tetapi juga harga diri dan kepercayaan orang tuanya. Ia menangis, tetapi tangisannya tidak berguna. Ayah dan ibunya memberi hukuman yang berat.
Refleksi kini: betapa banyak kita temui orang yang menganggap rendah pekerja rumah tangga, tukang kebun, atau sopir. Padahal, jika hati mereka terluka, bisa timbul masalah lebih besar. Kisah Zubaidah adalah peringatan abadi bahwa kezaliman pasti berbuah pahit.
3) Taubat dan Jalan Baru
Di akhir kisah, Zubaidah sadar. Hukuman orang tuanya membuat ia merenung, lalu bertaubat dari akhlak buruknya. Kitab menutup bab ini dengan kalimat jelas:
“Inilah balasan seorang anak perempuan yang suka menyakiti pelayannya.”
Namun, pesan pentingnya bukan sekadar hukuman. Umar bin Ahmad Baraja ingin menanamkan bahwa setiap kesalahan masih terbuka peluang untuk diperbaiki dengan taubat dan perubahan akhlak.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ.”
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.” (HR. Tirmidzi)
Refleksi kini: kita pun mungkin pernah berlaku kasar pada orang yang membantu kita. Kisah ini mengingatkan untuk meminta maaf, memperbaiki hubungan, dan menumbuhkan kelembutan. Taubat bukan hanya urusan ibadah ritual, tetapi juga tentang memperbaiki akhlak sosial.
Rumah sebagai Sekolah Akhlak
Kisah Halimah, Zubaidah, dan para pelayan mengajarkan bahwa rumah adalah madrasah pertama akhlak. Halimah dicintai karena adabnya, sedangkan Zubaidah dibenci karena keburukannya. Perbedaan itu menjadi pelajaran hidup:
- Adab membawa berkah.
- Kezaliman mendatangkan musibah.
- Taubat membuka jalan baru.
Mari kita merenung: apakah kita memperlakukan orang yang membantu kita dengan penuh hormat, atau justru merendahkan?
اللَّهُمَّ زَيِّنْنَا بِالْأَخْلَاقِ الْحَسَنَةِ، وَطَهِّرْ قُلُوبَنَا مِنَ الْكِبْرِ وَالظُّلْمِ، وَاجْعَلْ بُيُوتَنَا مَدَارِسَ لِلرَّحْمَةِ وَالْعَدْلِ. آمِينَ.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
