SURAU.CO — Kita sering mendengar pepatah Jawa, “ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana”—harga diri seseorang tergambar dari tutur kata dan sikapnya. Pepatah itu sejalan dengan pelajaran klasik Islam yang diwariskan Umar bin Ahmad Baraja dalam kitab Akhlaq lil Banat. Salah satu bab menariknya adalah tentang adab anak perempuan kepada pelayan. Sebuah tema yang tampak sederhana, namun sejatinya menyimpan pesan besar tentang akhlak, kerendahan hati, dan penghargaan terhadap sesama manusia.
Umar bin Ahmad Baraja adalah ulama Hijaz abad ke-20 yang dikenal sebagai pengajar dan pendidik moral. Ia menulis kitab Akhlaq lil Banat dengan tujuan membentuk karakter anak perempuan Muslim sejak dini agar tumbuh dalam akhlak yang mulia. Kitab ini menjadi rujukan di banyak madrasah dan pesantren perempuan, karena bahasanya sederhana namun penuh makna.
Dalam khazanah Islam, kitab ini menegaskan posisi penting pendidikan akhlak bagi perempuan. Bukan sekadar teori, tetapi panduan praktis tentang bagaimana seorang anak perempuan harus bersikap kepada orang tua, saudara, teman, bahkan kepada pelayannya.
1. Adab Rendah Hati kepada Pelayan
Dalam kitab ditulis:
“ينبغي للبنت أن تحسن إلى خادمها، ولا تتكبر عليه، ولا تسيء إليه بقول أو فعل.”
“Seorang anak perempuan hendaknya berbuat baik kepada pelayannya, tidak sombong kepadanya, dan tidak menyakitinya dengan ucapan maupun perbuatan.”
Pesan ini terasa sangat kuat. Sejak kecil, anak diajarkan untuk tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan kedudukan. Pelayan bukan sekadar orang yang membantu pekerjaan rumah, melainkan sesama hamba Allah yang memiliki martabat.
Di masa modern, kita bisa mengartikannya lebih luas: adab kepada pelayan sama artinya dengan adab kepada siapa pun yang membantu kehidupan kita entah itu sopir, asisten rumah tangga, atau bahkan petugas kebersihan di sekolah.
2. Melatih Empati dan Kasih Sayang
Umar Baraja menekankan agar anak perempuan memandang pelayan dengan rasa kasih, bukan otoritas.
“إذا قصرت الخادمة في عملها، فلا تعنفها البنت، بل تنصحها برفق.”
“Apabila pelayan kurang sempurna dalam pekerjaannya, janganlah anak perempuan memarahinya, tetapi menasihatinya dengan lemah lembut.”
Ini pelajaran berharga tentang empati. Kita sering lupa bahwa setiap orang bisa salah, bisa lelah, atau kurang sempurna dalam bekerja. Lubna tokoh teladan dalam kitab sebelumnya digambarkan sebagai anak yang selalu menghargai orang lain. Begitu pula anak-anak sekarang seharusnya diajari untuk memahami keterbatasan orang lain.
3. Menjaga Adab agar Dihormati
Kitab juga menyebutkan bahwa siapa yang menghormati pelayan, maka pelayan pun akan menghormatinya:
“من أكرم خادمه أكرمه خادمه.”
“Barangsiapa memuliakan pelayannya, maka pelayannya pun akan memuliakannya.”
Akhlak adalah timbal balik. Ketika anak dididik untuk menghormati orang yang membantunya, ia akan mendapatkan balasan hormat, doa, bahkan kasih sayang dari mereka. Dalam konteks kekinian, nilai ini bisa diterapkan dalam dunia kerja: pimpinan yang menghormati staf akan melahirkan loyalitas, bukan karena gaji semata, tetapi karena adab dan kebaikan hati.
Hikmah untuk Kita Hari Ini
Bab ini seolah berbisik kepada kita: jangan remehkan adab terhadap orang yang bekerja membantu hidup kita. Kesopanan, kelembutan, dan penghormatan akan melahirkan keluarga dan masyarakat yang tenteram.
Pelajaran ini penting diajarkan kepada anak-anak, agar sejak dini mereka sadar bahwa kemuliaan manusia bukan ditentukan oleh status, tetapi oleh akhlak.
Maka mari kita bertanya kepada diri sendiri: apakah kita sudah meneladani sikap mulia ini ketika berinteraksi dengan orang-orang yang setiap hari membantu kita?
اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِحُسْنِ الخُلُق، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَوَاضِعِينَ لِعِبَادِكَ، وَارْزُقْنَا قُلُوبًا تَرْحَمُ وَتُكْرِمُ.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
