SURAU.CO. Di tengah derasnya arus media sosial, kita kerap tak sadar bahwa mata dan hati kita terlalu sering menatap ke atas, pada mereka yang hidup lebih mewah, tampil lebih menarik, atau terlihat lebih berhasil. Kita lupa bahwa membandingkan diri secara berlebihan bisa merampas rasa syukur dan kedamaian hati. Padahal, Islam justru mengajarkan kita untuk menundukkan pandangan, bukan sekadar secara fisik, tapi juga secara batin.
Suatu hari, Rasulullah ﷺ menyampaikan sebuah pesan mendalam yang sangat relevan dengan kehidupan kita saat ini: “Lihatlah kepada orang yang berada di bawahmu (dalam urusan dunia), dan jangan melihat kepada yang di atasmu. Itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah kepadamu.” (HR. Bukhari dan Muslim.
Rasulullah ﷺ mendorong kita untuk tidak terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain dalam urusan duniawi. Sebab, memandang ke atas terus-menerus justru memicu penyakit hati, seperti hasad, su’udzon kepada Allah, dan kufur terhadap nikmat-Nya.
Sangka Buruk dan Kurang Syukur
Memandang ke atas terus-menerus bisa membuat seseorang bersangka buruk pada Allah (su’udzon billah). Ia merasa bahwa hidupnya tak adil, tak sebaik orang lain. Padahal, Allah sudah menegaskan: “Jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmat itu. Tetapi jika kalian kufur, maka sungguh azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Mereka yang tidak bersyukur kehilangan peluang besar untuk hidup lebih tenang. Padahal, cukup dengan menengok ke bawah, melihat saudara-saudara kita yang lebih sempit rezekinya, lebih berat ujian hidupnya, maka hati akan tersentuh dan bersyukur atas apa yang dimiliki.
Allah menyuruh kita agar selalu berprasangka baik kepada-Nya. Mensyukuri dengan apa yang Allah titipkan, berprasangka baik kepada dzat yang maha pemurah, dan mengikis rasa iri dengki kepada saudara. Yakini bahwa setiap yang Allah gariskan adalah kado terbaik yang Allah pilihkan, dengan berjuta hikmah yang sering tidak kita sadari.
Iri yang Dibenarkan
Dalam keseharian, kita lebih sering mendengar hasad dengan sebutan dengki. Ketika seseorang terus menerus merasa tidak puas atas nikmat yang Allah tetapkan padanya, maka dengki pun tumbuh. Ia merasa hidup orang lain selalu lebih baik, lebih layak, dan lebih sempurna. Hasad atau dengki adalah iri yang mendalam, sampai menginginkan suatu kebaikan hilang dari orang lain. Dengki inilah yang membuat Qabil membunuh saudaranya, Habil, karena merasa iri atas penerimaan kurban yang tidak ia dapatkan.
Iri tak selamanya tercela dalam agama. Islam memisahkan antara iri tercela dan bentuk iri terpuji yang dikenal sebagai ghibthah. Ghibthah adalah keinginan untuk bisa seperti orang lain dalam hal kebaikan tanpa berharap nikmat itu hilang dari orang tersebut. Misalnya, iri pada orang yang hafal Al-Qur’an dan rajin membacanya, atau iri kepada orang kaya yang dermawan dan gemar berinfak. Inilah iri yang dibenarkan, karena mendorong kita untuk berlomba dalam kebaikan, bukan dalam kesombongan.
Rasulullah ﷺ membolehkan rasa iri dalam dua hal:
“Janganlah kalian saling mendengki kecuali dalam dua perkara: yaitu seseorang yang Allah berikan kepadanya Al-Qur’an (penghafal Al-Qur’an) lalu ia membacanya siang dan malam, kemudian seorang yang lain mengatakan,’seandainya aku seperti dia niscaya akupun akan melakukannya’, atau seseorang yang Allah beri harta lalu ia infakkan di jalan Allah, kemudian seorang yang lain mengatakan,’seandainya aku diberi rizki seperti dia niscaya akupun akan infakkan harta tersebut’.” (HR. Bukhari)
Saatnya Memandang ke Atas, Dalam Hal Amal Shalih
Dalam urusan dunia, Islam menganjurkan kita memandang ke bawah untuk bersyukur. Tetapi, Islam menganjurkan kita memandang ke atas dalam hal amal dan kebaikan agar kita dapat meneladani mereka yang berada di garis depan amal shalih.
Lihatlah perjuangan Rasulullah ﷺ yang menanggung beban dakwah dengan darah dan air mata. Meski cobaan berat dan cacian menjijikkan datang bertubi-tubi, tetapi beliau tetap tegar dalam menegakkan agama Islam dimuka bumi. Hasil perjuangan beliau kita nikmati sampai hari ini, bahkan hingga di alam kubur nanti.
Pandanglah Abu Bakar As-Shiddiq yang menginfakkan seluruh hartanya, hingga tak menyisakan untuk keluarganya kecuali Allah dan Rasul-Nya saja. Begitu juga Ustman bin ‘Affan dan Abdurrahman bin Auf yang memiliki sifat kedermawanan yang luar biasa. Kagumi Bilal bin Rabah yang tetap memegang teguh tauhid dan menjaga keimanannya meski tubuhnya disiksa. Beliau hanya pasrah dengan mengatakan “ Al ahad alahad Allahussamad ”.
Ingat bagaimana Umar bin Khattab, Khalid bin Walid, dan Ali bin Abi Thalib mengangkat pedang di jalan Allah. Resapi ilmu dan warisan keilmuan dari Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum. Dengan kefaqihan dan ke’aliman nya, mereka memberi sumbangsih besar dalam mencerdaskan umat Islam.
Lalu lihat bagaimana para tabi’in dan salafus shalih seperti Uwais Al-Qarni yang berbakti pada ibunya, Hasan Al-Bashri, Thowus bin Kaisan, hingga Sufyan Ats-Tsauri menyinari zaman mereka dengan keshalihan dan keteladanan.
Meneladani Mereka Adalah Jalan Keberuntungan
Syaikh Shalih bin Abdullah Al-Ushaimi pernah menulis dalam Ta’dzimul ‘Ilm: “Teladanilah orang-orang mulia meskipun engkau tak mampu seperti mereka. Sesungguhnya meneladani mereka adalah keberuntungan.”
Rasulullah ﷺ pun bersabda:“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, dinilai hasan shahih oleh Al-Albani)
Jika seseorang meniru gaya hidup para pelaku maksiat atau menelan tren tanpa seleksi, maka ia berisiko tergolong dalam golongan mereka. Sebaliknya, bila ia mengikuti jejak para shalih, maka ia akan mendekati kedudukan mereka, bahkan jika amalnya belum setara.
Mari jaga hati kita dari penyakit yang merusak dari dalam. Jangan jadikan dunia sebagai tolok ukur utama dalam menilai keberhasilan. Lihat ke bawah untuk menumbuhkan syukur. Dan lihat ke atas dalam amal agar kita terdorong untuk terus bertumbuh dalam iman.
Semoga kita menjadi hamba yang selalu bersyukur, tidak tertipu oleh gemerlap dunia, dan senantiasa meneladani jejak para pewaris surga. Aamiin.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.