Sejarah
Beranda » Berita » Fathu Makkah: Deklarasi Perang Damai dalam Sejarah

Fathu Makkah: Deklarasi Perang Damai dalam Sejarah

Ilustrasi dibuat oleh AI (Sejarah Deklarasi Perang Damai)

SURAU.CO – Ketika mendengar kata perang, apa yang terlintas di benak kita? Mungkin pertumpahan darah, kehancuran, dan duka. Banyak orang mengira Fathu Makkah adalah peristiwa semacam itu. Memang, Nabi Muhammad SAW memimpin langsung pasukan besar menuju Mekkah. Namun, peristiwa ini justru menunjukkan keagungan akhlak dan strategi damai. Nabi secara tegas melarang pasukannya untuk memulai pertempuran. Padahal, kaum Quraisy telah memusuhi umat Islam selama bertahun-tahun. Mereka menyiksa, merampas harta, dan mengusir kaum muslimin dari kampung halaman.

Akar Masalah: Pelanggaran Perjanjian Hudaibiyah

Semua bermula dari sebuah kesepakatan damai. Perjanjian Hudaibiyah ditandatangani pada tahun ke-6 Hijriah. Perjanjian ini menyepakati gencatan senjata selama sepuluh tahun. Selama masa itu, tidak boleh ada peperangan antara kaum muslimin dan kaum Quraisy beserta sekutu mereka. Salah satu sekutu Nabi adalah Kabilah Khuza’ah. Sementara itu, Kabilah Bani Bakr bersekutu dengan kaum Quraisy.

Dua tahun kemudian, perjanjian itu tercoreng. Kaum Quraisy dan sekutunya, Bani Bakr, melanggar kesepakatan ini. Mereka menyerang Kabilah Khuza’ah secara membabi buta. Banyak anggota Kabilah Khuza’ah yang tidak bersalah menjadi korban. Mereka mencari perlindungan di dalam Ka’bah, namun tetap dikejar dan dibunuh. Merasa dikhianati, perwakilan Kabilah Khuza’ah segera berangkat ke Madinah. Mereka meminta keadilan kepada Nabi Muhammad SAW.

Perjalanan Menuju Makkah: Misi Menegakkan Keadilan

Nabi Muhammad SAW mendengarkan keluhan Kabilah Khuza’ah dengan saksama. Beliau berjanji akan membela hak-hak mereka yang terzalimi. Nabi segera mengumpulkan pasukan besar yang terdiri dari sepuluh ribu prajurit. Namun, beliau merahasiakan tujuan perjalanan mereka. Strategi ini sangat penting untuk mencegah kaum Quraisy bersiap-siap. Nabi tidak ingin ada pertumpahan darah di tanah suci Mekkah. Tujuan utamanya adalah menegakkan kembali perjanjian yang telah dirusak.

Mengubah Slogan Perang: “Hari Ini Adalah Hari Kasih Sayang”

Pasukan muslimin bergerak dengan cepat dan senyap. Saat mendekati Mekkah, semangat para sahabat mulai berkobar. Salah seorang komandan pasukan, Sa’d bin Ubadah, menyerukan slogan dengan lantang. “Hari ini adalah hari pembalasan!” teriaknya. Ia ingin membalas semua perlakuan buruk kaum Quraisy di masa lalu.

Mustafa Kemal Ataturk: Modernisasi dan Perkembangan Islam Modern

Nabi Muhammad SAW mendengar seruan itu dan tidak setuju. Beliau ingin memastikan bahwa misi ini adalah misi damai. Beliau segera mengambil bendera dari Sa’d dan menyerahkannya kepada putranya, Qays. Nabi kemudian mengganti slogan perang itu dengan kalimat yang menyejukkan. Beliau lalu bersabda, “Hari ini adalah hari kasih sayang (al-yaum yaum al-marhamah).” Perintah ini mengubah total suasana hati seluruh pasukan.

Penaklukan Tanpa Darah dan Pengampunan Massal

Pasukan Islam memasuki kota Mekkah dari empat penjuru. Nabi Muhammad SAW memberikan jaminan keamanan kepada seluruh penduduk. Beliau mengumumkan, “Barang siapa masuk ke rumah Abu Sufyan, maka ia aman. Barang siapa tetap di rumahnya, maka ia aman. Dan barang siapa masuk ke Masjidil Haram, maka ia pun aman.” Pasukan muslimin hanya diperintahkan melawan mereka yang menyerang lebih dulu.

Penduduk Mekkah berkumpul di depan Ka’bah dengan wajah pucat. Mereka pasrah dan membayangkan hukuman terberat atas perbuatan mereka. Nabi Muhammad SAW kemudian berdiri di hadapan mereka. Beliau bertanya dengan lembut, “Menurut kalian, apa yang akan aku lakukan terhadap kalian?”

Mereka menjawab dengan suara lirih, “Kami mengenalmu sebagai saudara yang baik dan putra dari saudara yang baik.” Jawaban Nabi setelah itu menggetarkan hati semua orang dan tercatat selamanya dalam sejarah. Beliau berkata, “Pulanglah, kalian semua bebas.” Tidak ada hukuman, tidak ada denda, dan tidak ada balas dendam.

Teladan Abadi Sang Nabi

Fathu Makkah bukanlah kemenangan militer semata. Ini adalah kemenangan moral dan kemanusiaan. Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk memaafkan. Beliau mengajarkan bahwa keadilan bisa ditegakkan tanpa harus menumpahkan darah. Kisah ini menjadi teladan abadi tentang kepemimpinan, welas asih, dan perdamaian yang agung.

Peran Pemikiran Al-Farabi; Pencerahan Filsafat Yunani dan Barat


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement