Setiap manusia pasti akan menghadapi kematian. Perjalanan hidup di dunia memiliki batas waktu yang telah ditentukan. Namun, banyak dari kita yang terlena oleh kesibukan duniawi. Kita sering lupa bahwa setiap detik yang berlalu mendekatkan kita pada akhir. Peringatan tentang batas usia ini menjadi sangat relevan, terutama bagi seorang Muslim yang telah mencapai usia 60 tahun.
Usia ini dianggap sebagai tonggak penting. Ia menjadi penanda bahwa jatah waktu di dunia semakin menipis. Sebuah riwayat penting memberikan gambaran jelas tentang hal ini. Kisah ini menjadi pengingat keras bagi siapa saja yang masih lalai dalam beribadah.
Kisah dari Kitab Daqa’iqul Akhbar
Syekh Muhammad bin Abu Bakar Utsman al-Balkhi menulis sebuah kitab klasik. Judulnya adalah Daqa’iqul Akhbar fi Dzikril Jannah wan Naar. Kitab ini berisi banyak riwayat mendalam tentang surga dan neraka. Salah satu kisahnya menceritakan dialog antara Malaikat Maut dan seorang hamba.
Dikisahkan, ada seorang hamba yang telah mencapai usia 60 tahun. Hamba ini sangat berharap Allah memberinya umur yang lebih panjang. Ia ingin menikmati dunia lebih lama lagi. Suatu hari, Malaikat Maut datang menemuinya dalam wujud manusia. Kedatangannya membawa sebuah pesan yang sangat tegas.
Dialog dengan Sang Utusan Terakhir
Melihat kedatangan tamunya, hamba itu merasa terkejut. Malaikat Maut kemudian menyampaikan pesan penting dari Allah SWT. Pesan ini menutup semua ruang untuk tawar-menawar.
Malaikat Maut berkata:
“Aku adalah utusan terakhir dari Allah kepadamu, dan setelahku tidak ada utusan lain. Umurmu sudah mencapai 60 tahun, kini tidak ada lagi alasan bagimu.”
Hamba itu merasa bingung dan panik. Ia merasa belum pernah menerima satu pun utusan atau peringatan sebelumnya. Ia pun bertanya kepada sang malaikat, “Wahai Malaikat Maut, di mana para utusan yang telah Allah kirimkan kepadaku?”
Tanda-Tanda Peringatan yang Terabaikan
Malaikat Maut dengan tenang menjawab pertanyaan hamba tersebut. Ternyata, Allah telah mengirimkan banyak sekali “utusan” atau tanda peringatan. Namun, sang hamba tidak pernah menyadarinya. Tanda-tanda itu melekat pada perubahan fisiknya sendiri.
Sang malaikat menjelaskan satu per satu. Rambutmu yang dulu hitam legam kini telah memutih. Itu adalah utusan pertama. Kekuatan tubuhmu yang dulu perkasa kini perlahan melemah. Itu adalah utusan kedua. Punggungmu yang dulu tegap kini mulai membungkuk. Itu adalah utusan ketiga dari Allah.
Semua tanda itu adalah pengingat yang nyata. Namun, sang hamba terlalu sibuk dengan urusan dunia. Ia mengabaikan setiap pesan yang Allah kirimkan melalui tubuhnya sendiri. Ia menganggap perubahan itu sebagai proses penuaan yang wajar tanpa makna spiritual.
Penegasan Al-Qur’an dan Makna Usia 60 Tahun
Peringatan dari Malaikat Maut ini memperkuat firman Allah SWT. Dalam Surah Al-Fatir ayat 37, Allah menegaskan bahwa Dia telah memberi manusia cukup waktu. Waktu tersebut seharusnya mereka gunakan untuk berpikir dan bertaubat.
Allah berfirman:
“… Bukankah Kami telah memanjangkan umurmu untuk dapat berpikir bagi orang yang mau berpikir, padahal telah datang kepadamu seorang pemberi peringatan?…” (QS. Al-Fatir: 37).
Ayat ini memperkuat pesan dalam kisah tersebut. “Pemberi peringatan” yang dimaksud oleh banyak ulama tafsir adalah uban dan tanda-tanda penuaan lainnya. Usia 60 tahun menjadi batas akhir di mana semua alasan (uzur) tidak lagi diterima. Pada titik ini, seorang hamba seharusnya sudah sepenuhnya sadar.
Oleh karena itu, mencapai usia 60 tahun adalah panggilan untuk introspeksi total. Tidak ada lagi waktu untuk menunda taubat. Inilah saatnya untuk meninggalkan kelalaian dan fokus beribadah. Setiap sisa waktu yang ada harus dimanfaatkan untuk mempersiapkan bekal menuju akhirat. Kisah ini bukan sekadar cerita, melainkan cermin bagi kita semua agar tidak menyia-nyiakan anugerah waktu yang Allah berikan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
