Pembagian harta warisan adalah proses yang sensitif. Seringkali, rumah peninggalan menjadi pusat perselisihan. Sebagian ahli waris mungkin ingin segera menjual rumah tersebut. Mereka membutuhkan dana tunai untuk kebutuhan mendesak. Namun, ahli waris lain menolaknya. Alasan mereka beragam, mulai dari nilai kenangan hingga keinginan untuk tinggal di sana.
Perbedaan pendapat ini berpotensi merusak hubungan keluarga. Padahal, Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menjaga silaturahmi. Untuk mengatasi masalah ini, hukum waris Islam (faraidh) menawarkan beberapa solusi yang adil dan bijaksana. Jalan keluar ini selalu mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa ditempuh.
1. Musyawarah: Langkah Pertama dan Utama
Sebelum menempuh cara lain, utamakan musyawarah. Semua ahli waris harus berkumpul dan berdiskusi dengan tenang. Hindari perdebatan emosional yang bisa memperkeruh suasana. Setiap orang harus bisa menyampaikan keinginannya dengan baik. Pihak yang ingin menjual menjelaskan alasannya. Pihak yang ingin mempertahankan rumah juga melakukan hal yang sama.
Tujuan utama musyawarah adalah mencari jalan tengah terbaik. Kesepakatan yang dihasilkan harus bisa diterima oleh semua pihak. Ingatlah bahwa menjaga keutuhan keluarga jauh lebih penting. Jika musyawarah berhasil, Anda bisa melanjutkan ke salah satu solusi syar’i di bawah ini.
2. Takhâruj: Salah Satu Ahli Waris Membeli Bagian yang Lain
Solusi takhâruj menjadi pilihan ideal jika ada ahli waris yang ingin memiliki rumah tersebut. Konsep ini sangat adil dan praktis. Ahli waris yang ingin menempati rumah harus membeli bagian (saham) milik ahli waris lainnya. Proses ini memastikan semua orang mendapatkan haknya.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Pertama, tentukan harga jual rumah yang wajar saat ini. Gunakan jasa penilai properti profesional agar harganya objektif. Misalnya, rumah warisan tersebut disepakati bernilai Rp800 juta. Jika ada empat ahli waris dengan hak yang sama, maka bagian masing-masing adalah Rp200 juta.
Ahli waris yang ingin memiliki rumah itu wajib membayar Rp600 juta. Dana ini diberikan kepada tiga ahli waris lainnya (masing-masing Rp200 juta). Dengan begitu, kepemilikan rumah sah menjadi miliknya seorang. Ahli waris lain pun menerima hak waris mereka dalam bentuk uang tunai.
Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Dr. Oni Sahroni, menyatakan:
“Menurut Fikih Waris, jika para ahli waris sepakat untuk menjual aset waris kepada salah satu ahli waris atau kepada pihak lain, maka itu dibolehkan. Hasil penjualan aset waris tersebut dibagikan di antara para ahli waris sesuai dengan bagiannya masing-masing.”
Kutipan ini menguatkan bahwa praktik jual beli di antara ahli waris sah secara hukum.
3. Al-Bay’: Menjual Rumah kepada Pihak Ketiga
Jika tidak ada ahli waris yang mampu membeli bagian lainnya, solusi berikutnya adalah al-bay’. Artinya, rumah warisan tersebut dijual kepada pihak ketiga. Proses ini dilakukan melalui pasar properti secara umum. Ini menjadi jalan keluar yang logis ketika semua ahli waris butuh uang tunai.
Setelah rumah terjual, uang hasil penjualan harus segera dibagikan. Pembagiannya wajib mengikuti porsi yang telah ditetapkan dalam ilmu faraidh. Cara ini memastikan setiap ahli waris menerima haknya secara adil dan transparan. Meskipun berat karena faktor kenangan, menjual rumah seringkali menjadi cara terbaik untuk mencegah konflik keluarga yang berlarut-larut.
4. Pengadilan Agama: Jalan Terakhir Penyelesaian Sengketa
Apa yang harus dilakukan jika musyawarah gagal total? Ketika tidak ada satu pun kesepakatan yang tercapai, jalur hukum menjadi pilihan terakhir. Salah satu ahli waris bisa mengajukan permohonan pembagian harta warisan ke Pengadilan Agama setempat.
Di pengadilan, hakim akan terlebih dahulu mengupayakan mediasi. Semua ahli waris akan didorong untuk berdamai dan menemukan solusi bersama. Namun, jika mediasi tetap tidak berhasil, hakim akan mengeluarkan putusan. Umumnya, hakim akan memerintahkan agar rumah tersebut dijual melalui lelang. Hasil lelang kemudian dibagikan kepada para ahli waris sesuai haknya setelah dikurangi biaya-biaya perkara.
Menyelesaikan sengketa melalui pengadilan memakan banyak waktu, biaya, dan energi. Risiko keretakan hubungan keluarga juga sangat besar. Oleh karena itu, selalu upayakan penyelesaian secara damai demi menjaga keharmonisan keluarga Anda.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
