Banyak muslim di Indonesia menghadapi dilema setiap tahun. Mereka bertanya, mana yang harus didahulukan? Membayar zakat atau membayar pajak? Keduanya merupakan kewajiban penting yang menyangkut harta. Zakat adalah perintah agama yang fundamental. Sementara itu, pajak adalah kewajiban sebagai warga negara. Keduanya tidak bisa diabaikan begitu saja.
Kebingungan ini sangat wajar terjadi. Zakat memiliki status sebagai Rukun Islam ketiga. Pajak menjadi tulang punggung pembangunan negara. Lantas, bagaimana Islam mengatur prioritas keduanya? Mari kita bedah satu per satu agar tidak ada lagi keraguan dalam menunaikan kedua kewajiban ini.
Memahami Hakikat Zakat dalam Islam
Zakat bukanlah sekadar sumbangan sosial. Zakat adalah ibadah wajib (mahdhah). Statusnya setara dengan salat, puasa, dan haji. Allah SWT memerintahkannya secara langsung dalam Al-Qur’an. Tujuan utamanya adalah membersihkan harta dan jiwa seorang muslim. Harta yang telah dizakati menjadi suci dan berkah.
Zakat juga merupakan hak bagi delapan golongan penerima (asnaf). Hak ini telah ditetapkan dalam Surat At-Taubah ayat 60. Mereka adalah fakir, miskin, amil, mualaf, budak, orang berutang, pejuang di jalan Allah, dan musafir. Jadi, menahan zakat berarti menahan hak orang lain yang Allah titipkan pada harta kita. Ini menjadikannya kewajiban vertikal kepada Allah dan horizontal kepada sesama manusia.
Kedudukan Pajak dalam Pandangan Islam
Di sisi lain, pajak adalah pungutan resmi negara. Pemerintah menggunakannya untuk kepentingan umum. Misalnya untuk membangun jalan, sekolah, rumah sakit, dan fasilitas publik lainnya. Dalam Islam, ketaatan kepada pemimpin atau pemerintah (ulil amri) adalah sebuah keharusan. Tentu selama perintahnya tidak bertentangan dengan syariat Allah SWT.
Membayar pajak dapat dianggap sebagai bentuk ketaatan ini. Dengan membayar pajak, kita turut menjaga stabilitas negara. Kita juga membantu pemerintah menjalankan program kesejahteraan rakyat. Negara yang aman dan makmur akan memudahkan umat Islam dalam beribadah. Maka, membayar pajak juga menjadi sebuah kewajiban penting.
Prioritas Utama: Zakat Didahulukan Sebelum Pajak
Ketika dihadapkan pada pilihan membayar zakat atau membayar pajak, mayoritas ulama sepakat. Zakat harus didahulukan. Alasan utamanya sangat mendasar dan kuat.
Pertama, zakat adalah hak Allah (haqqullah) yang melekat langsung pada harta. Harta seorang muslim belum sepenuhnya bersih dan menjadi miliknya secara utuh sebelum zakatnya ditunaikan. Pajak dihitung dari pendapatan atau kekayaan yang kita miliki. Maka, kekayaan yang dihitung pajak seharusnya adalah kekayaan bersih setelah dikurangi kewajiban zakat.
Seorang ulama terkemuka, Syekh Yusuf Al-Qaradawi, menegaskan pandangan ini dalam kitabnya Fiqh Az-Zakat. Beliau menyatakan:
“Zakat adalah sebuah kewajiban agama yang permanen, sedangkan pajak adalah kewajiban yang bersifat situasional dan dapat berubah.”
Artinya, zakat memiliki kedudukan yang lebih tinggi dan fundamental. Ia adalah tiang agama. Sementara pajak adalah kewajiban kenegaraan yang aturannya dibuat oleh manusia. Keduanya penting, tetapi zakat memiliki prioritas karena sumber hukumnya langsung dari Allah SWT.
Mekanisme Perhitungan yang Benar
Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat mekanismenya. Misalkan Anda memiliki penghasilan yang sudah mencapai nishab (batas minimum wajib zakat). Langkah pertama adalah menghitung dan menyisihkan 2,5% untuk zakat penghasilan. Setelah dana zakat dikeluarkan, sisa dari penghasilan itulah yang kemudian menjadi objek perhitungan Pajak Penghasilan (PPh).
Dengan cara ini, Anda tidak akan merasa terbebani. Anda telah menunaikan hak Allah dan hak para mustahik terlebih dahulu. Kemudian, Anda menunaikan kewajiban Anda sebagai warga negara yang baik.
Pajak Tidak Bisa Menggantikan Zakat
Beberapa orang mungkin bertanya, “Apakah pajak yang saya bayar bisa dianggap sebagai zakat?” Jawabannya adalah tidak. Zakat dan pajak adalah dua entitas yang berbeda.
-
Sumber Hukum: Zakat bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Pajak bersumber dari undang-undang negara.
-
Peruntukan Dana: Zakat hanya boleh disalurkan kepada delapan golongan (asnaf) yang spesifik. Pajak digunakan untuk kepentingan umum yang lebih luas, tidak terbatas pada golongan tertentu.
-
Sifat Kewajiban: Zakat adalah ibadah murni. Pajak adalah kewajiban sipil atau kenegaraan.
Oleh karena itu, memenuhi kewajiban pajak tidak secara otomatis menggugurkan kewajiban zakat. Keduanya harus ditunaikan secara terpisah sesuai dengan aturannya masing-masing.
Kesimpulan: Menjadi Muslim dan Warga Negara yang Baik
Jadi, jawaban atas dilema membayar zakat atau membayar pajak sudah jelas. Prioritaskan pembayaran zakat terlebih dahulu. Setelah harta Anda bersih dengan zakat, barulah tunaikan kewajiban pajak kepada negara.
Menunaikan zakat menunjukkan ketaatan kita kepada Allah SWT. Membayar pajak menunjukkan tanggung jawab kita sebagai warga negara. Dengan menjalankan keduanya sesuai urutannya, seorang muslim telah menyempurnakan perannya. Ia menjadi hamba yang taat sekaligus warga negara yang kontributif bagi kemajuan bangsa.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
