Kalam
Beranda » Berita » Adab Berinteraksi dengan Non-Muslim Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad

Adab Berinteraksi dengan Non-Muslim Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad

Perjanjian Hudaibiyah Bukti Kepemimpinan Rasulullah
Perjanjian Hudaibiyah, bukan sekadar kesepakatan damai, tetapi juga bukti nyata kemampuan diplomasi dan kepemimpinan visioner Rasulullah. Gambar Ilustrasi: AI

Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Ajarannya tidak hanya mengatur hubungan seorang hamba dengan Allah. Namun, Islam juga memberikan panduan lengkap tentang interaksi sosial. Ini termasuk cara bersikap terhadap sesama Muslim maupun non-Muslim. Sering kali muncul pertanyaan, bagaimana seorang Muslim seharusnya berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda keyakinan?

Jawabannya ada dalam tuntunan Rasulullah ﷺ. Beliau telah memberikan teladan terbaik dalam setiap aspek kehidupan. Sikap beliau menunjukkan keseimbangan sempurna. Beliau tegas dalam urusan akidah, namun tetap mulia dalam pergaulan sosial. Panduan ini memastikan seorang Muslim dapat menjaga agamanya sambil menebar kebaikan kepada siapa pun.

Prinsip Utama: Membedakan Akidah dan Muamalah

Dasar utama dalam interaksi ini adalah konsep Al-Wala’ wal Bara’Al-Wala’ berarti loyalitas penuh kepada Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin. Sementara Al-Bara’ berarti berlepas diri dari segala bentuk kesyirikan dan kekufuran.

Konsep ini sering disalahpahami sebagai sikap anti-sosial. Padahal, Al-Bara’ berlaku dalam ranah akidah dan ritual keagamaan. Seorang Muslim tidak boleh mencintai kekufuran atau ikut serta dalam peribadatan agama lain. Namun, dalam urusan duniawi (muamalah), Islam justru mengajarkan kebaikan dan keadilan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,

Musik Haram, Bagaimana Dengan Ringtone HP ?

“Membenci orang kafir dan kekufuran yang ada pada mereka tidaklah menghalangi kita untuk berinteraksi dengan baik kepada mereka, dalam rangka mengharap mereka masuk Islam dan agar mereka mengetahui keindahan Islam.”

Penjelasan ini menegaskan bahwa kebencian ditujukan pada keyakinan kufur, bukan pada individunya. Justru, interaksi yang baik bisa menjadi sarana dakwah yang efektif.

Perintah Berlaku Adil dan Berbuat Baik

Al-Qur’an secara eksplisit memerintahkan umat Islam untuk berbuat adil. Kebaikan harus ditunjukkan kepada non-Muslim yang tidak memerangi Islam. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Mumtahanah,

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8).

Ayat ini menjadi landasan kuat. Selama seorang non-Muslim tidak menunjukkan permusuhan, kita wajib berlaku adil. Kita juga dianjurkan berbuat baik kepada mereka. Kebaikan ini mencakup tutur kata yang sopan, sikap yang ramah, dan perlakuan yang manusiawi. Keadilan berarti memberikan hak-hak mereka secara penuh tanpa diskriminasi.

Mengenal Mohammed Arkoun: Sang Pemikir Muslim Kontemporer

Teladan Praktis dari Kehidupan Rasulullah ﷺ

Sirah nabawiyah (sejarah hidup Nabi) penuh dengan contoh nyata. Rasulullah ﷺ mempraktikkan langsung bagaimana adab berinteraksi dengan non-Muslim.

  1. Menjenguk yang Sakit
    Seorang anak Yahudi pernah menjadi pelayan Nabi ﷺ. Suatu hari, anak itu jatuh sakit. Nabi ﷺ kemudian datang menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya dan mengajaknya masuk Islam. Anak itu memandang ayahnya, lalu sang ayah memberinya isyarat untuk menaati Nabi. Akhirnya, anak itu pun masuk Islam. Ini menunjukkan kepedulian sosial Nabi melintasi batas agama.

  2. Menerima Hadiah dan Undangan Makan
    Nabi Muhammad ﷺ tidak ragu menerima hadiah dari non-Muslim. Beliau pernah menerima hadiah dari Raja Muqauqis dari Mesir. Beliau juga memenuhi undangan makan dari orang Yahudi. Sikap ini menunjukkan keterbukaan dan penghargaan dalam hubungan sosial.

  3. Melakukan Transaksi Ekonomi
    Dalam urusan jual beli, Nabi ﷺ juga berinteraksi dengan non-Muslim. Beliau membeli, menjual, dan bertransaksi dengan mereka. Bahkan, tercatat dalam sejarah bahwa Nabi ﷺ pernah menggadaikan baju besinya. Beliau menggadaikannya kepada seorang Yahudi untuk mendapatkan gandum bagi keluarganya. Ini adalah bukti nyata bahwa muamalah ekonomi dengan non-Muslim adalah hal yang dibolehkan.

Larangan Keras Berbuat Zhalim

Islam sangat melarang perbuatan zhalim atau aniaya. Larangan ini berlaku untuk semua orang, tanpa memandang agamanya. Bahkan, ancamannya sangat keras jika kezaliman dilakukan kepada non-Muslim yang memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslimin (mu’ahad).

Diam: Seni Menemukan Problem Solving

Rasulullah ﷺ bersabda,

“Barangsiapa yang menzhalimi seorang kafir mu’ahad, merendahkannya, membebaninya di atas kemampuannya atau mengambil sesuatu darinya tanpa keridhaan dirinya, maka saya akan menjadi lawannya pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud no. 3052).

Hadis ini memberikan jaminan perlindungan bagi non-Muslim yang hidup damai di tengah masyarakat Islam. Mengambil hak mereka atau menyakiti mereka adalah dosa besar. Pelakunya akan berhadapan langsung dengan Rasulullah ﷺ di hari akhir.

Kesimpulan: Keseimbangan Antara Akidah dan Akhlak Mulia

Tuntunan Islam dalam berinteraksi dengan non-Muslim sangatlah seimbang. Di satu sisi, Islam menuntut ketegasan dalam menjaga kemurnian akidah. Seorang Muslim harus loyal pada agamanya dan berlepas diri dari segala bentuk kekufuran.

Di sisi lain, Islam mengajarkan akhlak mulia dalam pergaulan. Keadilan, kebaikan, dan kejujuran adalah pilar utama muamalah. Dengan meneladani Rasulullah ﷺ, seorang Muslim dapat menjadi pribadi yang kokoh imannya, sekaligus menjadi duta kebaikan bagi seluruh manusia.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement