Kisah
Beranda » Berita » Tantangan Dakwah Nabi kepada Keluarga

Tantangan Dakwah Nabi kepada Keluarga

Gambar ilustrasi dibuat oleh AI (cara Nabi berdakwah kepada keluarga terdekat)

SURAU.CO – Setelah menerima wahyu pertama, Rasulullah ﷺ memulai misi dakwahnya dengan sangat strategis. Beliau tidak langsung menantang seluruh masyarakat Mekah. Sebaliknya, beliau mengikuti petunjuk Allah untuk menjalankannya secara bertahap. Tahap paling awal adalah dakwah secara rahasia. Kemudian, beliau diperintahkan untuk memulai dakwah terang-terangan. Namun, sasaran pertamanya bukanlah orang lain. Sasaran utamanya adalah keluarga dan kerabat terdekatnya sendiri. Ini menunjukkan sebuah prinsip penting dalam berdakwah.

Tiga Tahun Dakwah Sembunyi-sembunyi

Selama tiga tahun pertama, dakwah Islam berjalan secara personal dan rahasia. Nabi Muhammad ﷺ hanya menyampaikan risalah kepada orang-orang terdekatnya. Beliau memilih orang yang beliau yakini dapat menerima kebenaran. Hasilnya, terbentuklah generasi pertama umat Islam. Mereka dikenal sebagai As-Sabiqunal Awwalun.

Orang pertama yang beriman adalah istri tercinta beliau, Khadijah binti Khuwailid. Dari kalangan sahabat, orang pertama yang masuk Islam adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dari kalangan anak-anak, ada Ali bin Abi Thalib. Sementara dari kalangan budak, ada Zaid bin Haritsah. Abu Bakar kemudian menjadi motor penggerak dakwah di kalangan para sahabatnya. Melalui beliau, tokoh-tokoh besar seperti Utsman bin Affan dan Zubair bin Al-Awwam memeluk Islam.

Perintah untuk Memulai Dakwah Terang-terangan

Setelah fondasi awal terbentuk, Allah SWT menurunkan perintah baru. Perintah ini menandai berakhirnya fase rahasia dan dimulainya babak baru yang penuh tantangan. Allah berfirman:

“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr: 94)

Kisah Nama Abu Hurairah: Dari Pecinta Kucing Menjadi Penjaga Hadis

Perintah ini kemudian diperinci lebih lanjut. Allah secara spesifik memerintahkan Nabi ﷺ untuk memprioritaskan keluarganya. Allah berfirman:

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara’: 214)

Ayat ini menjadi landasan bagi langkah beliau selanjutnya. Beliau harus menghadapi keluarganya dari Bani Hasyim. Beliau harus menyampaikan kebenaran, apapun risikonya.

Mengumpulkan Kerabat di Bukit Shafa

Menjalankan perintah tersebut, Nabi Muhammad ﷺ naik ke atas Bukit Shafa. Beliau kemudian memanggil suku-suku Quraisy, khususnya dari kerabatnya. Orang-orang pun berkumpul. Mereka bertanya-tanya pengumuman penting apa yang akan disampaikan.

Sebelum menyampaikan risalah utamanya, beliau menguji kepercayaan mereka. Beliau bertanya, “Bagaimana pendapat kalian, seandainya aku mengabarkan bahwa ada pasukan berkuda di lembah sana yang akan menyerang kalian, apakah kalian akan membenarkanku?”.

Pasca Wafatnya Rasulullah: Sikap Abu Bakar Menghadapi Kemurtadan

Mereka semua menjawab dengan serempak. “Ya, kami akan membenarkanmu. Kami tidak pernah mendapati engkau berdusta.” Jawaban ini adalah pengakuan atas integritas dan kejujuran beliau yang telah teruji selama puluhan tahun.

Setelah mendapatkan pengakuan itu, barulah beliau menyampaikan inti pesannya. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku adalah seorang pemberi peringatan bagi kalian. Di hadapan kalian ada azab yang sangat pedih.” Beliau mengajak mereka untuk menyembah Allah semata dan meninggalkan berhala.

Penolakan Keras dari Paman Sendiri

Dakwah tulus itu ternyata mendapat respons yang sangat kasar. Ironisnya, penolakan paling keras justru datang dari pamannya sendiri, Abu Lahab. Ia berdiri dan memotong pembicaraan Nabi ﷺ. Dengan penuh amarah, Abu Lahab meneriakkan kalimat yang sangat menyakitkan.

“Celakalah engkau sepanjang hari ini! Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?”

Tindakan Abu Lahab ini sangat merusak. Sebagai seorang paman dan tokoh senior, penolakannya di depan umum memberikan sinyal buruk kepada yang lain. Ia secara efektif berusaha meruntuhkan kewibawaan keponakannya sendiri sejak hari pertama dakwah terang-terangan.

Penaklukan Thabaristan (Bagian 2): Kemenangan di Era Umayyah

Jawaban Langit: Turunnya Surah Al-Masad

Namun, Allah tidak membiarkan hinaan itu tanpa jawaban. Sebagai pembelaan langsung bagi Nabi-Nya, Allah SWT menurunkan Surah Al-Masad. Surah ini secara spesifik menjawab dan mengutuk perbuatan Abu Lahab dan istrinya. Allah berfirman:

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.” (QS. Al-Masad: 1-5)

Turunnya surah ini menjadi pelajaran penting. Ia menunjukkan bahwa permusuhan terhadap dakwah akan berhadapan langsung dengan Allah. Peristiwa di Bukit Shafa ini menjadi tonggak sejarah. Ia menandai dimulainya perjuangan terbuka antara keimanan dan kekufuran. Perjuangan yang harus dimulai dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement