Sosok
Beranda » Berita » H. Mutahar: Syair, Syukur dan Cinta Kemerdekaan

H. Mutahar: Syair, Syukur dan Cinta Kemerdekaan

SURAU.CO. Peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-80 yang jatuh pada Hari Minggu, 17 Agustus 2025 akan menjadi momen istimewa. Kita akan kembali merenungi makna mendalam di balik sebuah lagu berjudul “Syukur” karya H. Mutahar.

Lagu ini selalu hadir di setiap perayaan kemerdekaan. Kita menyanyikannya dengan penuh khidmat dan penghayatan. Lagu ini bukan sekadar lagu, melainkan ungkapan rasa syukur dan cinta tanah air Indonesia.

H. Mutahar: Sang Pencipta Lagu Syukur

Sosok di balik lagu “Syukur” adalah Husein Mutahar, atau lebih dikenal sebagai H. Mutahar. Ia merupakan seorang tokoh nasional yang sangat berjasa. H. Mutahar lahir di Semarang pada 5 Agustus 1916 dan meninggal dunia di Jakarta pada 9 Juni 2004. Sepanjang hidupnya, H. Mutahar mengabdikan diri di berbagai bidang termasuk berkontribusi di bidang musik, pendidikan, kepanduan, dan pembinaan generasi muda.

H. Mutahar memiliki latar belakang pendidikan setahun di Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (1946-1947), setelah tamat dari MULO B (1934) dan AMS A-1  (1938). Pada tahun 1945, Mutahar bekerja sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta, kemudian menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara di Yogyakarta (1947). Selanjutnya, ia mendapat jabatan-jabatan yang meloncat-loncat antar departemen. Puncak kariernya sebagai pejabat negara barangkali adalah sebagai Duta Besar di Vatikan (1969-1973).

Ia diketahui menguasai paling tidak enam bahasa secara aktif. Jabatan terakhirnya adalah sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (1974). Ia juga dikenal  aktif di Gerakan Kepanduan (kini Pramuka) dan pencetus lahirnya Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), sebuah gagasan yang kini menjadi tradisi kenegaraan pada upacara kemerdekaan di Istana Negara

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

H. Mutahar memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia. Ia adalah seniman sekaligus pejuang kemerdekaan dan memahami betul pentingnya nilai-nilai persatuan dan semangat juang.

Karya-Karya Gemilang H. Mutahar

Selain Syukur, karya-karya Mutahar yang lain juga membawa pesan yang sama. Hari Merdeka membangkitkan semangat juang, sementara Hymne Pramuka menanamkan nilai-nilai kedisiplinan dan kebersamaan. Semua itu membentuk warisan musik nasional yang tidak lekang oleh waktu. Karya terakhirnya, Dirgahayu Indonesiaku , menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan Indonesia. Lagu kepanduan ciptaannya, antara lain “Gembira”, “Tepuk Tangan Silang-silang”, “Mari Tepuk”, “Slamatlah”, “Jangan Putus Asa”, dan “Saat Berpisah”,

Lahirnya “Syukur” di Tengah Masa Sulit

Lagu “Syukur” lahir pada tahun 1944. Saat itu, Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Rakyat Indonesia menghadapi kesulitan di mana pangan terbatas dan tekanan militer tengah mengancam. Masa depan bangsa diselimuti ketidakpastian dan di tengah situasi sulit itu, H. Mutahar mengajak masyarakat untuk bersyukur. Ia mengajak masyarakat mengangkat pandangan ke langit dan  mendorong kita memuji dan berterima kasih kepada Tuhan.

Lirik lagu ini terdiri dari tiga bait. Setiap kata mengandung kekuatan. Bait pertama memuji Tuhan atas anugerah tanah air,  kemudian bait kedua mengajak kita menjaga kemerdekaan dan bait terakhir adalah doa agar bangsa selalu dilindungi. Lagu ini tidak mengandung kebencian tetapi justru, lagu ini penuh dengan optimisme, doa dan tekad mencintai negeri Indonesia.

Makna Mendalam dan Warisan Abadi

Setelah kemerdekaan, “Syukur” menjadi salah satu lagu nasional. Kita menyanyikannya di mana saja. Dari sekolah hingga Istana Negara, dari suara paduan suara anak-anak hingga orkestra. Lagu ini mempersatukan rakyat dan membangkitkan rasa bangga dan terima kasih.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

H. Mutahar menyampaikan pesan mendalam melalui syairnya. Kemerdekaan adalah anugerah yang harus kita jaga. Perjuangan tidak selalu berarti mengangkat senjata. Terkadang, perjuangan hadir dalam bentuk menjaga moral bangsa dan juga hadir dalam menumbuhkan rasa syukur.

Relevansi “Syukur” di Era Modern

Saat ini, hampir delapan dekade sejak “Syukur” lahir. Pesannya tetap relevan. Di tengah modernisasi dan tantangan global, lagu ini mengajak kita merenung dan mengajak kita mengingat nikmat kemerdekaan.

H. Mutahar adalah guru bangsa yang mengajarkan bahwa syukur adalah bentuk tertinggi cinta tanah air. Generasi muda perlu meneladani semangat H. Mutahar dalam mencintai negeri dengan tidak hanya diucapkan saja, tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata.

Warisan “Syukur” akan terus menginspirasi dan selama rasa syukur masih terpatri di dada, maka persatuan akan terjaga. Cita-cita para pendahulu akan terus hidup. Lagu ini mengingatkan kita akan perjuangan dan doa dan  tugas kita adalah menjaga kemerdekaan dengan hati penuh syukur.(kareemustofa)

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement