Kalam
Beranda » Berita » Refleksi 80 Tahun Indonesia: Rakyat Masih Menanti Kemerdekaan dari Arogansi Aparat

Refleksi 80 Tahun Indonesia: Rakyat Masih Menanti Kemerdekaan dari Arogansi Aparat

Indonesia akan segera merayakan 80 tahun kemerdekaannya. Momen bersejarah ini seharusnya menjadi puncak kebebasan rakyat. Namun, sebuah pertanyaan besar muncul. Apakah rakyat sudah benar-benar merdeka? Penulis dan budayawan Puthut EA menilai kemerdekaan sejati masih jauh dari genggaman. Menurutnya, masyarakat masih berhadapan dengan arogansi dan represi dari aparat negara.

Pernyataan tajam ini ia sampaikan dalam sebuah diskusi. Acara tersebut bertajuk “Merdeka dari Orde Lama dan Orde Baru”. Jaringan Gusdurian (JGD) menggelar diskusi ini di Jakarta Pusat, pada Selasa (28/5/2024). Puthut menegaskan bahwa semangat rezim otoriter masa lalu masih hidup. Semangat itu menjelma dalam perilaku aparat negara saat ini.

“Kita ini akan merayakan 80 tahun kemerdekaan. Tapi apakah rakyat sudah merdeka dari arogansi dan represi aparat? Ternyata belum,” tegas Puthut.

Menurutnya, banyak warga masih merasakan ketakutan. Mereka berhadapan dengan aparat yang seharusnya melayani. Sikap arogan kerap dipertontonkan. Tindakan represif juga sering terjadi. Hal ini menandakan bahwa mentalitas kekuasaan lama belum sepenuhnya hilang. Negara belum hadir sebagai pelindung sejati bagi rakyatnya.

Warisan Orde Lama dan Orde Baru yang Bertahan

Puthut EA melihat adanya kesinambungan pola kekuasaan. Ia menyebut era sekarang sebagai “Orde Paling Baru”. Istilah ini menyiratkan bahwa perubahan rezim belum mengubah watak dasar negara. Praktik-praktik yang merugikan rakyat terus berlanjut. Contohnya sangat mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Ia menyoroti berbagai kasus yang menimpa masyarakat kecil. Misalnya, tindakan penggusuran paksa tanpa dialog yang adil. Lalu, upaya kriminalisasi terhadap warga yang menyuarakan kritik. Aparat negara seringkali bertindak bukan sebagai pelayan. Mereka justru memposisikan diri sebagai penguasa yang tidak tersentuh.

“Aparat yang seharusnya melayani rakyat, justru berbalik menjadi alat untuk menekan rakyat,” ujarnya.

Mentalitas “menguasai” ini menjadi masalah fundamental. Padahal, kemerdekaan seharusnya mengubah relasi negara dan warga. Negara seharusnya menjadi rumah yang aman. Namun, praktiknya justru menciptakan kecemasan. Puthut berharap masyarakat semakin sadar akan kondisi ini. Perjuangan mencapai kemerdekaan sejati harus terus disuarakan.

Alissa Wahid: Negara Harus Melindungi, Bukan Menindas

Pandangan serupa juga datang dari Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid. Ia menekankan fungsi utama negara. Menurutnya, negara didirikan untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Hal ini tercantum jelas dalam konstitusi. Fungsi perlindungan ini harus menjadi prioritas utama.

Alissa menegaskan bahwa negara bukanlah alat kekuasaan milik penguasa. Negara adalah milik seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, setiap kebijakan dan tindakan aparat harus berorientasi pada perlindungan warga. Jika negara justru menjadi sumber ketakutan, maka esensi kemerdekaan telah dilanggar.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

“Negara itu fungsinya melindungi, bukan menjadi instrumen kekuasaan bagi segelintir elite,” kata Alissa.

Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini juga mengingatkan warisan pemikiran ayahnya. Gus Dur selalu memperjuangkan negara yang manusiawi. Negara yang berpihak pada kelompok lemah dan terpinggirkan. Semangat inilah yang harus terus dihidupkan. Diskusi ini sendiri merupakan bagian dari rangkaian acara menuju Haul Gus Dur ke-15.

Perjuangan Gus Dur untuk demokrasi dan hak asasi manusia sangat relevan hingga kini. Visi beliau tentang negara yang ramah pada warganya menjadi pengingat penting. Bahwa kemerdekaan bukan hanya soal upacara. Kemerdekaan adalah tentang martabat dan kebebasan setiap individu dari segala bentuk penindasan, termasuk dari negaranya sendiri.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement