Ibadah
Beranda » Berita » Memahami Ihsan: Puncak Kebaikan yang Melampaui Keadilan

Memahami Ihsan: Puncak Kebaikan yang Melampaui Keadilan

Kisah ahli dzikir dan sahabat sejati
Kisah Badui ahli dzikir yang mengajarkan makna persahabatan sejati dengan Allah dam hikmah tasawuf yang mendalam dari Dzun Nun al-Misri.

Dalam ajaran Islam, kita mengenal dua pilar etika sosial. Pilar tersebut adalah adil dan ihsan. Keduanya merupakan perintah langsung dari Allah SWT. Namun, ihsan memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Mengapa berbuat ihsan dipandang lebih mulia daripada berlaku adil?

Keadilan atau ‘adl adalah fondasi dasar dalam interaksi manusia. Konsep ini menuntut keseimbangan dan kesetaraan. Adil berarti memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Seseorang yang berbuat adil telah memenuhi kewajiban minimumnya. Ia tidak merugikan orang lain dan menunaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya.

Namun, Islam mendorong umatnya untuk mencapai level yang lebih tinggi. Level tersebut adalah ihsan. Jika adil adalah tentang pemenuhan hak, ihsan adalah tentang memberi lebih dari hak tersebut. Ihsan merupakan wujud kebaikan yang tulus tanpa mengharap balasan.

Perbedaan Mendasar Antara Adil dan Ihsan

Untuk memahami perbedaannya, kita bisa menggunakan analogi sederhana. Bayangkan seorang majikan yang mempekerjakan seorang karyawan. Keadilan terwujud saat majikan membayar gaji sesuai kesepakatan. Gaji itu adalah hak karyawan yang wajib dipenuhi.

Sekarang, bayangkan jika majikan itu memberikan bonus tambahan. Ia melakukannya karena melihat kerja keras karyawannya. Bonus ini bukan kewajiban, melainkan sebuah kebaikan ekstra. Tindakan inilah yang disebut ihsan. Majikan tersebut tidak hanya adil, tetapi juga berbuat ihsan.

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

KH Taufik Damas, Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta, memberikan ilustrasi lain. Dalam transaksi jual beli, seorang penjual yang adil akan memberikan barang sesuai harga. Namun, penjual yang berbuat ihsan mungkin akan memberi diskon. Ia juga bisa menambahkan bonus barang dagangannya. Semua itu ia lakukan sebagai bentuk kebaikan.

Ihsan adalah tindakan memberi nilai lebih. Tindakan ini lahir dari kesadaran spiritual yang mendalam. Pelakunya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT.

Landasan dalam Al-Qur’an dan Hadits

Al-Qur’an secara tegas menempatkan ihsan setelah keadilan. Hal ini menunjukkan tingkatannya yang lebih utama. Perhatikan firman Allah dalam Surah An-Nahl ayat 90:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan), memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”

Ayat ini dimulai dengan perintah untuk berbuat adil. Kemudian, Allah melanjutkan dengan perintah untuk berbuat ihsan. Urutan ini mengisyaratkan bahwa ihsan adalah tingkatan akhlak selanjutnya setelah adil terpenuhi. Adil menjaga stabilitas masyarakat. Sementara itu, ihsan membangun cinta dan harmoni di dalamnya.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Sebuah hadits yang sangat populer, yang kita kenal sebagai Hadits Jibril, turut menjelaskan kedudukan mulia ihsan. Dalam dialognya dengan Rasulullah SAW, Malaikat Jibril bertanya tentang tiga pilar agama. Ketiga pilar itu adalah Islam, Iman, dan Ihsan.

Saat ditanya tentang ihsan, Rasulullah SAW menjawab:

“Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

Jawaban ini menempatkan ihsan sebagai puncak kesadaran seorang hamba. Seseorang yang berihsan akan melakukan segala sesuatu dengan kualitas terbaik. Ia melakukannya bukan agar manusia melihatnya.  Ia melakukannya karena sadar Allah selalu menyaksikannya.

Ihsan dalam Praktik Kehidupan

Kisah sahabat Nabi menunjukkan penerapan ihsan secara nyata. Salah satu contoh terbaik datang dari Ali bin Abi Thalib. Dalam sebuah pertempuran, Ali berhasil mengalahkan musuhnya. Ia sudah siap menebaskan pedangnya. Tiba-tiba, musuh itu meludahi wajahnya.

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Seketika, Ali mengurungkan niatnya untuk membunuh. Musuhnya terkejut dan bertanya mengapa. Ali menjawab bahwa tadinya ia berperang karena Allah. Namun, setelah diludahi, ia merasa marah. Ia khawatir jika membunuhnya, tindakannya akan tercampur amarah pribadi. Ia tidak mau membunuh karena dorongan nafsu.

Tindakan Ali adalah cerminan ihsan yang luar biasa. Ia mampu mengendalikan ego demi menjaga kemurnian niat. Ia lebih memilih melepaskan musuh daripada berisiko berbuat karena selain Allah.

Berlaku adil adalah keharusan untuk mencegah kezaliman. Namun, hanya dengan ihsan, sebuah masyarakat dapat mencapai puncak peradaban. Ihsan mengubah interaksi transaksional menjadi hubungan yang penuh kasih sayang. Ia mengajarkan kita untuk memberi, memaafkan, dan berbuat baik melampaui batas kewajiban. Inilah mengapa ajaran Islam menempatkan ihsan sebagai akhlak tertinggi. 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement