Refleksi Dakwah Masjid Jabarrahmah Sago: Menjaga Keikhlasan dan Menegakkan Ilmu di Rumah Allah.
Di tengah suasana malam yang tenang, Masjid Jabarrahmah Sago kembali menjadi saksi hadirnya majelis ilmu. Lantai hijau yang membentang rapi, ornamen putih-hijau yang khas, serta mimbar kayu yang berdiri tegak menjadi latar bagi seorang da’i yang duduk di meja kaca sederhana, menyampaikan untaian nasihat. Di hadapannya terhampar kitab, mikrofon, dan bendera merah putih—lambang kesatuan iman dan cinta tanah air.
Masjid Pusat Pencerahan Umat
Suasana ini mengingatkan kita bahwa masjid bukan sekadar tempat shalat, tetapi juga pusat pencerahan umat. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)
Kegiatan seperti ini adalah pengingat bahwa ilmu adalah cahaya yang akan menerangi jalan hidup kita. Tanpa ilmu, ibadah kita bisa kehilangan arah. Tanpa dakwah, umat bisa terjebak dalam kebodohan dan perpecahan.
Di tengah maraknya hiruk pikuk dunia, majelis ilmu di masjid menjadi oase yang menenangkan jiwa. Sang ustadz yang berbusana merah marun, dengan tenang memaparkan materi, mengajarkan kita arti kesabaran dalam menuntut ilmu dan keikhlasan dalam beramal.
Pesan Penting dari Majelis Ini
1. Keikhlasan adalah kunci diterimanya amal.
Jangan sampai niat kita mengajarkan atau belajar karena ingin dipuji. Semata-mata lakukanlah untuk Allah.
2. Masjid adalah pusat pembinaan umat.
Jangan biarkan masjid hanya ramai saat Ramadhan. Hidupkan dengan kajian rutin, halaqah, dan kegiatan sosial.
3. Ilmu harus diamalkan.
Sehebat apapun ilmu yang kita miliki, ia akan menjadi beban jika tidak diamalkan.
Maka, mari kita jaga masjid-masjid kita agar tetap hidup dengan dakwah dan kajian. Jadikan setiap pertemuan di rumah Allah sebagai ladang pahala yang mengalir tanpa henti. Karena di sinilah kita menempa diri menjadi hamba yang taat, berilmu, dan bermanfaat bagi sesama.
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)
Refleksi dari Sebuah Kolam Kosong.
Saat saya memandang sebuah kolam kosong yang dindingnya mulai berlumut dan catnya mengelupas, hati ini tergerak untuk merenung. Kolam itu dulunya mungkin penuh air, menjadi tempat kehidupan bagi ikan-ikan, atau sekadar penampung air hujan untuk kebutuhan sehari-hari. Namun kini, ia kering, sepi, dan hanya menyisakan bekas-bekas masa lalu di dindingnya.
Kolam kosong ini seakan berbicara tentang kehidupan manusia. Ada masa ketika hati penuh dengan iman, semangat, dan harapan. Ketika iman kita biarkan surut dan amal shalih kita abaikan, hati kita pun akan menjadi kosong, kering, rapuh, dan kehilangan cahaya keberkahan. Yang tersisa hanyalah bekas-bekas dosa dan lalai, layaknya noda di dinding kolam itu.
Namun, kita bisa mengisi kembali hati manusia dengan iman, sebagaimana kita mengisi kolam dengan air jernih. Caranya adalah dengan bertaubat, memperbanyak dzikir, membaca Al-Qur’an, dan mendekatkan diri pada Allah Ta’ala. Hati yang tadinya keras akan kembali lembut, yang tadinya kering akan kembali segar.
Pepohonan di sekitar kolam ini juga memberi pesan: meskipun kolam kosong, kehidupan di sekitarnya tetap tumbuh subur. Artinya, harapan selalu ada. Selama kita masih hidup, kita dapat terus memperbaiki diri.
Mari jadikan hati kita laksana kolam yang selalu terisi air jernih: penuh dengan iman, tawakal, dan cinta kepada Allah. Jangan biarkan hati kosong terlalu lama, karena hati yang kosong mudah diisi dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. (Tengku)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
