Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang istiqamah mengikuti petunjuk beliau hingga hari akhir.
Pada kesempatan 15 Agustus 2025 atau 22 Syafar 1447 H, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bengkalis mengadakan kajian istimewa bertema “17 Kelompok Ayat Al-Qur’an – Kelompok Pertama (Membersihkan Diri)” bersama Drs. H. Marhailas di Masjid Taqwa Muhammadiyah Bengkalis. Tema ini begitu mendasar namun sangat menentukan kualitas hidup seorang muslim, sebab pembersihan diri adalah pintu awal menuju segala kebaikan.
Mengapa Membersihkan Diri Jadi Pembahasan Pertama?
Dalam Al-Qur’an, banyak perintah yang Allah awali dengan kebersihan—baik kebersihan lahir maupun batin. Sebelum seorang muslim berbicara soal ibadah besar, amal sosial, atau perjuangan dakwah, Allah memerintahkan untuk terlebih dahulu tazkiyatun nafs (penyucian jiwa).
Allah ﷻ berfirman:
> قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwa itu.”
(QS. Asy-Syams: 9)
Ayat ini tegas menyatakan bahwa keberuntungan sejati bukan diukur dari harta, pangkat, atau kedudukan, melainkan dari keberhasilan seseorang dalam membersihkan hatinya dari kotoran dosa, penyakit hati, dan sifat tercela.
Tiga Dimensi Kebersihan dalam Islam
Islam memandang kebersihan secara holistik, meliputi:
a. Kebersihan Fisik (Thaharah Jasadiyah)
Mandi, wudhu, bersiwak, menjaga pakaian tetap suci dari najis.
Lingkungan tempat tinggal, masjid, dan ruang publik bersih dari kotoran.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Kebersihan adalah bagian dari iman.” (HR. Muslim)
b. Kebersihan Lisan (Thaharah Lisaniyah)
Menjaga ucapan dari dusta, ghibah, fitnah, kata kasar.
Menggunakan lisan untuk dzikir, doa, dan mengucapkan kebaikan.
Allah mengingatkan:
> “Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)
c. Kebersihan Hati dan Jiwa (Tazkiyatun Nafs)
Membersihkan hati dari riya, hasad, takabur, ujub, dan kebencian.
Mengisinya dengan ikhlas, sabar, tawakal, syukur, dan cinta kepada Allah.
Ini adalah inti dari kelompok pertama ayat-ayat Al-Qur’an: mengobati batin agar ibadah lahiriah memiliki ruh.
Penyakit Hati: Musuh dalam Selimut
Seseorang bisa terlihat saleh secara lahiriah, namun jika hatinya kotor, semua amalnya terancam sia-sia. Penyakit hati seperti riya’ membuat ibadah beralih dari orientasi kepada Allah menjadi orientasi kepada manusia.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
> “Hati yang sakit akan memandang kebaikan sebagai keburukan, dan keburukan sebagai kebaikan.”
Inilah sebabnya Allah menjadikan tazkiyatun nafs sebagai gerbang pertama. Hati yang bersih akan mudah menerima nasihat, ringan menjalankan ketaatan, dan kuat meninggalkan maksiat.
Strategi Al-Qur’an Membersihkan Diri
Al-Qur’an menawarkan beberapa metode praktis untuk membersihkan diri, di antaranya:
a. Tafakkur dan Muhasabah
Renungkan nikmat Allah, kematian, dan tujuan hidup. Orang yang banyak menghisab diri di dunia akan ringan hisabnya di akhirat.
b. Dzikir dan Doa
Dzikir adalah pembersih hati yang paling ampuh. Doa Nabi ﷺ:
> “Ya Allah, berilah ketakwaan pada jiwaku dan sucikanlah ia, Engkaulah sebaik-baik yang menyucikannya.” (HR. Muslim)
c. Menuntut Ilmu
Ilmu yang benar akan menyingkirkan syubhat, sedangkan amal saleh akan mengikis syahwat.
d. Bertaubat dengan Segera
Tidak ada manusia yang bebas dari dosa, namun kebersihan hati ditandai oleh kecepatan untuk kembali kepada Allah setelah terjatuh.
Hubungan Kebersihan Diri dan Keberhasilan Dakwah
Sejarah para nabi menunjukkan bahwa mereka memulai dakwah dengan membina hati umat. Rasulullah ﷺ 13 tahun di Makkah menanamkan tauhid, membersihkan akidah dari syirik, dan memurnikan jiwa sahabat sebelum menurunkan syariat sosial, ekonomi, dan politik.
Dakwah tanpa pembersihan diri akan melahirkan aktivis yang semangat di luar, tetapi rapuh di dalam. Sebaliknya, hati yang bersih akan memancarkan keikhlasan yang menembus hati manusia lain.
Refleksi untuk Kehidupan Sehari-hari. Kajian ini relevan bagi siapa pun—baik pelajar, pekerja, pemimpin, atau ibu rumah tangga—karena:
Pemimpin yang hatinya bersih akan adil dan amanah.
Pedagang yang jiwanya bersih akan jujur dan jauh dari penipuan.
Orang tua yang jiwanya bersih akan mendidik anak dengan kasih sayang dan keteladanan.
Aktivis dakwah yang jiwanya bersih akan menghindari fanatisme buta dan perselisihan yang tidak perlu.
Mengukur Kebersihan Diri. Kita bisa mengukur progres pembersihan diri dengan beberapa indikator:
1. Semakin cepat sadar saat berbuat salah.
2. Semakin ringan memaafkan orang lain.
3. Semakin sedikit bicara buruk tentang orang lain.
4. Semakin besar rasa syukur atas nikmat kecil.
5. Semakin kuat keteguhan dalam ibadah, meski tidak ada yang melihat.
Penutup: Fastabiqul Khairat
Tema Fastabiqul Khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) yang diangkat pada pamflet kajian ini mengingatkan bahwa membersihkan diri bukan hanya tugas pasif seperti menjauhi dosa, tetapi juga aktif mengisi hidup dengan amal saleh.
Allah ﷻ berfirman:
> وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ
“Bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga…”
(QS. Ali ‘Imran: 133)
Maka, mari jadikan momen kajian ini sebagai awal perjalanan baru untuk membersihkan diri—lahir dan batin—agar setiap langkah kita semakin dekat dengan ridha Allah.
Semoga Allah memberi kita hati yang bersih, lisan yang suci, dan amal yang murni, sehingga kelak kita tergolong hamba-hamba-Nya yang beruntung. (Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
