SURAU.CO – Kaum musyrikin Quraisy semakin frustrasi. Berbagai cara telah mereka tempuh untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad ﷺ. Mereka melancarkan ejekan, menyebarkan fitnah, dan menyiksa para pengikutnya. Mereka bahkan mencoba jalur diplomasi dengan menawarkan harta, takhta, dan wanita. Namun, semua upaya itu gagal total. Keteguhan Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya tidak pernah goyah.
Kekhawatiran mereka memuncak ketika tokoh-tokoh kuat masuk Islam. Masuknya Hamzah bin Abdul Muththalib dan Umar bin Khaththab membuat posisi kaum Muslimin semakin diperhitungkan. Dakwah Islam juga mulai menyebar ke luar Mekah. Quraisy sadar bahwa cara-cara lama tidak lagi efektif. Mereka akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah paling ekstrem. Mereka akan melancarkan pemboikotan total secara sosial dan ekonomi. Tujuannya adalah untuk melumpuhkan Nabi Muhammad ﷺ dan seluruh pendukungnya dari klannya sendiri.
Perjanjian Zalim yang Tergantung di Dalam Ka’bah
Para pemimpin Quraisy berkumpul untuk merumuskan sebuah kesepakatan jahat. Mereka menulis sebuah dokumen perjanjian, yang dikenal sebagai shahifah. Dokumen ini berisi poin-poin pemboikotan yang sangat kejam. Semua kabilah Quraisy sepakat untuk menjalankannya. Isi perjanjian itu antara lain:
-
Melarang pernikahan dengan laki-laki dan perempuan dari Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib.
-
Melarang segala bentuk jual beli dengan mereka.
-
Melarang berbicara atau menjalin kontak sosial dengan mereka.
-
Tidak akan menerima perdamaian dan tidak akan menunjukkan belas kasihan.
Perjanjian ini berlaku hingga Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib menyerahkan Muhammad untuk dibunuh. Untuk menunjukkan kesakralan dan kekuatan perjanjian ini, mereka menggantungkan dokumen tersebut di dalam Ka’bah. Mereka berharap tindakan ini membuat perjanjian itu tidak dapat dilanggar oleh siapa pun. Pemboikotan ini resmi dimulai pada bulan Muharram tahun ketujuh kenabian.
Tiga Tahun Penderitaan di Syi’ib Abi Thalib
Akibat pemboikotan ini, Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib terpaksa menyingkir. Mereka berkumpul di sebuah lembah milik Abu Thalib, yang dikenal sebagai Syi’ib Abi Thalib. Di sanalah mereka menjalani isolasi selama tiga tahun penuh. Penderitaan yang mereka alami sangat luar biasa. Persediaan makanan dengan cepat menipis. Mereka kelaparan hingga terpaksa memakan dedaunan dan kulit binatang yang sudah kering.
Suara tangisan anak-anak yang kelaparan sering terdengar hingga ke luar lembah. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Selama tiga tahun itu, mereka tidak bisa melakukan perniagaan atau interaksi normal. Mereka hanya bisa keluar dari lembah pada bulan-bulan haram (bulan suci). Kesempatan itu mereka gunakan untuk berdakwah kepada para peziarah yang datang ke Mekah. Namun, Abu Lahab selalu mengikuti Nabi ﷺ. Ia mendustakan setiap ucapan Nabi dan memperingatkan orang-orang agar tidak mendengarkannya.
Nurani yang Bergerak dan Bantuan Rahasia
Meskipun mayoritas Quraisy mendukung pemboikotan, tidak semua dari mereka setuju. Beberapa tokoh Quraisy memiliki nurani yang menolak kezaliman tersebut. Hati mereka tergerak oleh penderitaan kerabat mereka sendiri. Salah satunya adalah Hisyam bin ‘Amr dari Bani ‘Amir bin Lu’ay. Ia memiliki hubungan kerabat dengan Bani Hasyim.
Pada malam hari, Hisyam sering kali membawa seekor unta yang sarat dengan makanan. Ia membawa unta itu ke dekat lembah. Setelah itu, ia melepaskan tali kekang unta tersebut dan membiarkannya masuk ke dalam lembah. Makanan itu menjadi sedikit bantuan bagi kaum Muslimin yang terisolasi. Tindakan ini menunjukkan bahwa masih ada secercah kemanusiaan di tengah kebencian yang membara.
Gerakan Mengakhiri Kezaliman
Setelah tiga tahun berlalu, Hisyam bin ‘Amr tidak tahan lagi. Ia memutuskan untuk bergerak mengakhiri pemboikotan ini. Ia menemui Zuhair bin Abi Umayyah, yang ibunya adalah bibi dari Nabi ﷺ. Hisyam berkata, “Wahai Zuhair, apakah engkau rela makan enak dan berpakaian bagus, sementara paman-paman dari pihak ibumu menderita?”. Zuhair pun tersentuh dan setuju untuk membantu.
Hisyam kemudian mengajak beberapa tokoh lain yang memiliki hubungan kerabat. Mereka berhasil membangun sebuah koalisi kecil untuk menentang perjanjian tersebut. Mereka merancang sebuah rencana. Keesokan harinya, Zuhair akan memulai protes di depan Ka’bah, dan yang lain akan mendukungnya.
Keajaiban Rayap dan Robeknya Perjanjian
Pada saat yang bersamaan, Allah SWT memberitahukan sebuah keajaiban kepada Nabi Muhammad ﷺ. Allah mengabarkan bahwa rayap telah memakan isi dokumen pemboikotan itu. Serangga itu menyisakan hanya tulisan “Dengan Nama-Mu ya Allah” (Bismika Allahumma). Nabi ﷺ kemudian menyampaikan kabar ini kepada pamannya, Abu Thalib.
Abu Thalib segera menemui para pemimpin Quraisy. Ia menantang mereka dengan informasi tersebut. Abu Thalib berkata, “Keponakanku memberitahuku bahwa rayap telah memakan dokumen kalian. Hanya nama Allah yang tersisa. Periksalah! Jika dia benar, hentikan pemboikotan ini. Jika dia salah, aku akan menyerahkannya kepada kalian.”
Para pemimpin Quraisy setuju. Mereka masuk ke dalam Ka’bah untuk memeriksa dokumen itu. Mereka terkejut saat menemukan dokumen itu benar-benar telah hancur dimakan rayap. Hanya bagian yang bertuliskan nama Allah yang utuh. Mukjizat ini membungkam mereka. Akhirnya, pada tahun kesepuluh kenabian, pemboikotan itu secara resmi berakhir. Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib pun bisa kembali ke rumah mereka. Peristiwa ini menjadi bukti nyata pertolongan Allah dan kegagalan total strategi paling kejam kaum Quraisy.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
