Sejarah
Beranda » Berita » Awal Kenabian: Kisah Pengangkatan Muhammad Sebagai Utusan Allah

Awal Kenabian: Kisah Pengangkatan Muhammad Sebagai Utusan Allah

Ilustrasi dibuat oleh AI (Sejarah diangkatnya Muhammad menjadi Nabi)

SURAU.CO – Menjelang usianya yang keempat puluh, Muhammad bin Abdullah sering menyendiri. Beliau menjauh dari hiruk pikuk kebiasaan kaumnya di Mekah. Beliau memilih Gua Hira sebagai tempatnya berkhalwat atau menyepi. Di sana, beliau melakukan tahannuts, yaitu beribadah selama beberapa malam. Beliau membawa bekal dari rumah. Jika bekalnya habis, beliau akan kembali kepada istrinya, Khadijah, untuk mengambil bekal lagi. Kebiasaan ini terus berlanjut hingga sebuah peristiwa besar mengubah jalan hidupnya dan sejarah manusia.

Pertemuan Pertama dengan Jibril di Gua Hira

Saat sedang beribadah, seorang malaikat mendatanginya. Dia adalah Jibril ‘alaihis salam.[1] Peristiwa ini terjadi secara tak terduga. Jibril mendekat dan langsung berkata dengan tegas, “Bacalah!”. Muhammad, yang tidak bisa membaca dan menulis, menjawab, “Aku tidak bisa membaca.”[1]

Mendengar jawaban itu, Jibril langsung merangkulnya dengan sangat erat. Rangkulan itu begitu kuat hingga beliau merasa kepayahan. Kemudian, Jibril melepaskannya dan kembali memerintahkan, “Bacalah!”. Untuk kedua kalinya, beliau memberikan jawaban yang sama, “Aku tidak bisa membaca.”[1]

Jibril kembali merangkulnya dengan erat untuk kedua kalinya. Setelah dilepaskan, perintah yang sama diucapkan lagi. Namun, jawaban beliau tetap tidak berubah. Akhirnya, Jibril merangkulnya untuk ketiga kalinya hingga beliau merasa sangat payah. Setelah itu, Jibril melepaskannya seraya membacakan firman Allah yang pertama:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabb-mulah Yang Paling Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. al-‘Alaq/96: 1-5)[1]

Mustafa Kemal Ataturk: Modernisasi dan Perkembangan Islam Modern

Lima ayat inilah yang menjadi penanda dimulainya kenabian beliau. Momen bersejarah ini terjadi pada bulan Ramadhan, saat beliau genap berusia 40 tahun.[1]

Peran Penting Khadijah dan Konfirmasi Waraqah bin Naufal

Setelah mengalami kejadian luar biasa itu, Rasulullah ﷺ segera pulang. Beliau pulang dengan tubuh dan hati yang gemetar. Setibanya di rumah, beliau menemui Khadijah dan berkata, “Selimuti aku! Selimuti aku!”.[1] Khadijah dengan sigap menyelimuti suaminya hingga rasa takutnya mereda.

Setelah lebih tenang, beliau menceritakan seluruh pengalamannya di gua. Beliau menutup ceritanya dengan ungkapan kekhawatiran atas dirinya. Namun, Khadijah menunjukkan kebijaksanaan dan ketenangan yang luar biasa. Ia menghibur suaminya dengan kata-kata peneguhan yang indah.

Khadijah berkata, “Sama sekali tidak. Demi Allah! Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Engkau selalu menyambung silaturahmi, berkata jujur, dan membantu yang lemah. Engkau juga menolong orang yang tidak punya, memuliakan tamu, serta mendukung kebenaran.”[1] Kata-kata ini memberikan ketenangan awal bagi Rasulullah ﷺ.

Tidak berhenti di situ, Khadijah kemudian mengajak beliau menemui sepupunya. Dia adalah Waraqah bin Naufal, seorang penganut Nasrani yang taat. Waraqah adalah orang yang berilmu. Ia mampu menulis kitab Injil dalam bahasa Ibrani. Usianya sudah sangat tua dan matanya telah buta.[1]

Peran Pemikiran Al-Farabi; Pencerahan Filsafat Yunani dan Barat

Khadijah meminta Waraqah untuk mendengarkan kisah suaminya. Rasulullah ﷺ pun menceritakan semua yang beliau alami di Gua Hira. Setelah mendengar dengan saksama, Waraqah berkata dengan mantap, “Ini adalah an-Namus (Malaikat Jibril) yang pernah turun kepada Nabi Musa.”[1]

Waraqah kemudian melanjutkan, “Seandainya aku masih muda. Seandainya aku masih hidup ketika kaummu nanti mengusirmu.” Rasulullah ﷺ terkejut dan bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?”. Waraqah menjawab, “Benar. Tidak ada seorang pun yang datang membawa ajaran sepertimu, kecuali ia akan dimusuhi. Jika aku masih ada pada masamu itu, aku pasti akan menolongmu dengan sungguh-sungguh.”[1]

Pernyataan dari Waraqah menjadi konfirmasi penting. Itu menegaskan bahwa apa yang dialami Muhammad bukanlah khayalan. Itu adalah permulaan sebuah risalah kenabian. Sayangnya, tak lama setelah pertemuan itu, Waraqah bin Naufal meninggal dunia.[1]

Pengalaman di Gua Hira dan peneguhan dari orang-orang terdekat menjadi fondasi awal bagi Rasulullah ﷺ. Peristiwa ini secara resmi mengangkat beliau menjadi seorang Nabi. Selanjutnya, beliau akan menerima tugas yang lebih besar, yaitu sebagai seorang Rasul yang membawa rahmat bagi seluruh alam.

Kitab Taisirul Kholaq: Terobosan Pembelajaran Akhlak Metode Salafiyah

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement