Ekonomi
Beranda » Berita » Mengapa Kapitalisme Menyebabkan Kemiskinan? Ini Solusi dalam Sistem Ekonomi Islam

Mengapa Kapitalisme Menyebabkan Kemiskinan? Ini Solusi dalam Sistem Ekonomi Islam

pembebasan budak
ilustrasi pembebasan budak di zaman rasulullah

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam. Namun, kekayaan itu seolah tidak berbanding lurus dengan kondisi rakyatnya. Angka kemiskinan masih menjadi masalah serius yang belum terselesaikan. Fenomena ini memicu perdebatan mendasar tentang sistem yang kita anut. Banyak pihak mulai membandingkan antara sistem ekonomi Islam vs kapitalisme sebagai akar persoalan dan solusi.

Kapitalisme, sebagai sistem dominan saat ini, terbukti menciptakan jurang ketimpangan yang lebar. Sistem ini menjadikan modal sebagai penguasa tertinggi. Akibatnya, kekayaan hanya berputar di kalangan elite. Sementara itu, sebagian besar masyarakat terus berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Mengupas Akar Masalah dalam Kapitalisme

Sistem kapitalisme berdiri di atas pilar kebebasan kepemilikan. Prinsip ini memungkinkan individu atau korporasi menguasai aset tanpa batas. Termasuk aset yang seharusnya menjadi milik publik, seperti sumber daya alam. Akibatnya, muncullah privatisasi besar-besaran. Hutan, tambang, dan sumber energi tidak lagi dikelola negara untuk rakyat. Korporasi swasta dan asing justru mengeksploitasinya demi keuntungan maksimal.

Data dari Oxfam dan INFID menunjukkan fakta yang mencemaskan. Laporan tersebut menyatakan bahwa kekayaan segelintir orang terkaya di Indonesia setara dengan gabungan harta ratusan juta penduduk termiskin. Ini adalah bukti nyata bahwa sistem yang ada gagal mendistribusikan kekayaan secara adil. Rakyat hanya menjadi penonton di negeri sendiri. Mereka tidak merasakan manfaat dari sumber daya alam melimpah di sekitar mereka.

Selain itu, kapitalisme mengandalkan utang berbasis riba (bunga). Utang ini menjadi jerat bagi negara dan individu. Negara terpaksa mengambil utang luar negeri untuk membiayai pembangunan. Namun, bunga yang terus membengkak membuat negara semakin terperosok. Kebijakan yang dibuat seringkali didikte oleh kepentingan kreditur. Liberalisasi perdagangan dan deregulasi semakin membuka pintu bagi dominasi asing. Pada akhirnya, rakyat kecil yang menanggung semua bebannya.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Sistem Ekonomi Islam sebagai Jalan Kesejahteraan

Sebaliknya, Islam menawarkan sebuah paradigma ekonomi yang fundamental berbeda. Tujuan utamanya bukan akumulasi modal, melainkan pemenuhan kebutuhan semua individu dan distribusi kekayaan yang adil. Sistem ekonomi Islam dibangun di atas fondasi yang kokoh untuk mencegah eksploitasi dan kemiskinan.

Berikut adalah pilar utama dalam sistem ekonomi Islam:

  1. Pengaturan Kepemilikan yang Adil
    Islam membagi kepemilikan menjadi tiga jenis: individu, negara, dan umum. Kepemilikan individu diakui dan dilindungi. Namun, kepemilikan umum (milkiyyah ‘ammah) seperti sumber daya alam tidak boleh dimiliki swasta. Negara (Daulah Khilafah) wajib mengelolanya. Seluruh hasilnya dimasukkan ke kas negara (Baitulmal) dan digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Ini termasuk subsidi pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

  2. Larangan Riba secara Tegas
    Islam secara tegas mengharamkan riba. Semua transaksi berbasis bunga dilarang karena bersifat eksploitatif. Tanpa riba, sistem keuangan menjadi lebih sehat dan adil. Pembiayaan didasarkan pada skema bagi hasil atau jual beli yang nyata. Ini mendorong sektor riil bergerak dan mencegah gelembung ekonomi akibat spekulasi.

  3. Peran Sentral Baitulmal
    Baitulmal berfungsi sebagai lembaga keuangan sentral negara. Lembaga ini mengelola semua pendapatan negara, mulai dari hasil pengelolaan aset publik, pajak khusus seperti kharaj dan jizyah, hingga dana sosial. Dana tersebut kemudian didistribusikan untuk menjamin kebutuhan pokok setiap warga negara, baik muslim maupun non-muslim.

    Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

  4. Mekanisme Distribusi Kekayaan
    Islam memiliki instrumen yang kuat untuk mendistribusikan kekayaan. Zakat, infak, dan sedekah bukan sekadar anjuran moral, melainkan bagian dari sistem. Zakat bersifat wajib bagi yang mampu dan menjadi hak bagi yang membutuhkan. Mekanisme ini memastikan kekayaan tidak hanya menumpuk pada segelintir orang, tetapi terus beredar di masyarakat.

Kesimpulan: Sebuah Pilihan Menuju Keadilan

Perbandingan antara sistem ekonomi Islam vs kapitalisme menunjukkan perbedaan yang sangat mendasar. Kapitalisme terbukti melahirkan ketimpangan dan memiskinkan banyak orang atas nama pertumbuhan. Keuntungan pribadi dan korporasi menjadi prioritas utama.

Seperti yang disebutkan dalam artikel sumber: “Dengan diterapkannya sistem ekonomi Islam, maka negara akan mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, muslim maupun non-muslim.”

Sistem ekonomi Islam menawarkan solusi komprehensif. Sistem ini berfokus pada keadilan, pemenuhan kebutuhan dasar, dan pengelolaan sumber daya untuk kepentingan bersama. Dengan menempatkan manusia di atas modal, Islam memberikan jalan menuju kesejahteraan yang hakiki dan merata bagi seluruh umat manusia. Pilihan ada di tangan kita: terus berada dalam sistem yang memiskinkan, atau beralih ke sistem yang menyejahterakan.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement