SURAU.CO– Kitab Akhlaq lil Banat merupakan karya ulama besar asal Hadhramaut, Umar bin Ahmad Baraja, yang hidup di abad ke-20 dan berdakwah di Indonesia. Ia dikenal sebagai pendidik yang sangat memperhatikan akhlak remaja, baik laki-laki maupun perempuan. Kitab ini disusun khusus untuk para santri dan siswi madrasah agar mereka memiliki dasar moral yang kuat dan mampu tumbuh menjadi perempuan shalihah.
Dalam khazanah Islam klasik, kitab ini menjadi salah satu rujukan utama dalam pendidikan karakter perempuan muslimah. Ia tidak hanya mengajarkan etika personal, tetapi juga adab sosial dan spiritual yang relevan sepanjang zaman.
1. Kisah Fathimah dan Bunga Mawar yang Bengkok
Dalam bab ini, Baraja tidak hanya menjelaskan dengan teori, tetapi juga memberi pelajaran lewat kisah yang menggugah. Ia menulis tentang seorang anak perempuan bernama Fathimah:
“Fathimah adalah anak perempuan kecil, akan tetapi ia memiliki adab atau sopan santun. Karena hal inilah ia dicintai ayah dan ibunya. Fathimah juga anak yang cerdas suka bertanya tentang sesuatu yang tidak diketahui olehnya.”
Pada suatu hari, Fathimah bertamasya bersama ibunya ke kebun. Ia melihat pohon mawar yang indah, namun batangnya bengkok. Dengan polos dan penasaran, ia bertanya, “Mengapa pohon yang indah ini bengkok, wahai Ibu?”
Sang ibu menjawab, “Karena saat pohon ini masih kecil, petani tidak menegakkannya. Maka kini, ketika pohon sudah besar dan batangnya keras, ia sulit diluruskan.”
Fathimah pun menyahut, “Kalau begitu, mari kita tegakkan sekarang!” Namun ibunya tersenyum dan menjawab, “Sudah terlambat, wahai anakku.”
2. Adab Sejak Dini, Bukan Saat Sudah Dewasa
Melalui kisah sederhana ini, Umar Baraja ingin menyampaikan pesan besar jika anak perempuan tidak dibiasakan beradab sejak kecil, maka sangat sulit mengubahnya saat sudah remaja. Seperti pohon mawar yang bengkok, adab yang tidak ditanam sejak dini akan menjadi kebiasaan buruk yang sulit diluruskan.
“Begitu juga dengan seorang anak perempuan yang tidak memiliki adab sejak masa kecilnya, maka tidak mungkin untuk beradab di masa remajanya.”
Pendidikan akhlak adalah proses pembiasaan, bukan sekadar pelajaran teori. Jika sejak kecil anak dibiasakan berkata lembut, menghormati orang tua, bersikap sabar, dan santun kepada guru, maka sikap itu akan menetap dalam dirinya sampai dewasa.
3. Cerdas Boleh, Tapi Harus Beradab
Umar Baraja menampilkan sosok Fathimah sebagai contoh ideal anak yang cerdas, namun tetap beradab. Ia suka bertanya, ingin tahu, tetapi tidak kasar. Justru karena ia beradab, ia dicintai ayah dan ibunya.
Di era sekarang, kecerdasan sering kali dijadikan tolok ukur keberhasilan anak. Namun kecerdasan tanpa adab akan menjadikan anak sombong, keras kepala, bahkan mudah merendahkan orang lain. Maka Akhlaq lil Banat mengingatkan kita, bahwa nilai sejati perempuan bukan hanya pada kepandaian, tetapi pada kelembutan dan keluhuran sikapnya.
Pendidikan Adab Dimulai dari Rumah
Kisah Fathimah menjadi pengingat bahwa adab bukanlah aksesoris hidup, tetapi bagian dari jati diri. Ia tidak datang tiba-tiba, tetapi harus ditanam dan disirami sejak dini.
Sudahkah kita mendidik anak-anak perempuan kita seperti Fathimah? Apakah rumah kita telah menjadi kebun adab, bukan sekadar tempat berlindung dari hujan?
اللَّهُمَّ نَوِّرْ قُلُوبَ بَنَاتِنَا بِنُورِ الْهُدَى، وَزَيِّنْهُنَّ بِزِينَةِ الْأَدَبِ، وَاجْعَلْهُنَّ قُرَّةَ عَيْنٍ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
