SURAU.CO – Suatu pagi di teras rumah, saya menyaksikan seorang anak perempuan membantah ibunya. Bukan karena soal besar, hanya masalah menu sarapan. Tapi nadanya tinggi, wajahnya masam, dan bahasanya menggigit. Si ibu diam. Saya pun diam. Namun, dalam diam itu ada luka yang tidak terlihat. Ada adab yang hancur perlahan.
Melihat itu, saya teringat pada nasihat emas dalam Akhlaq lil Banat karya Umar bin Ahmad Baraja tentang perempuan yang lancang suatu sikap yang tidak hanya buruk secara sosial, tetapi juga mencoreng kemuliaan ruhani.
Kitab Akhlaq lil Banat ditulis oleh Umar bin Ahmad Baraja, seorang ulama asal Hadhramaut yang mengabdikan hidupnya di Indonesia, terutama dalam pendidikan moral dan akhlak untuk generasi muda. Ia menyusun kitab ini sebagai bekal akhlak bagi santri perempuan dan siswi madrasah agar tumbuh menjadi pribadi muslimah yang halus perangai, bijak dalam ucapan, dan luhur dalam sikap.
Dalam khazanah Islam, kitab ini menjadi bukti bahwa pendidikan akhlak harus dimulai sejak dini. Ia membentuk perempuan bukan sekadar pelengkap, tapi sebagai pilar utama dalam peradaban adab.
1. Lancangnya Lisan, Rusaknya Hati
Umar Baraja memperingatkan bahwa anak perempuan yang suka membantah, berkata keras, atau menyela saat orang tua atau gurunya bicara merupakan bentuk kelancangan yang sangat tercela.
الفتاة الوقحة تتكلم بجرأة مع والديها ومعلميها، وترفع صوتها، ولا تحترم حديث الكبار.
“Anak perempuan yang lancang berbicara berani kepada orang tuanya dan gurunya, meninggikan suara, dan tidak menghormati ucapan orang yang lebih tua.”
Pada zaman ini, sikap seperti itu sering disamarkan dengan label “pemberani” atau “ekspresif.” Namun, antara keberanian dan kelancangan terdapat perbedaan mendasar. Keberanian lahir dari niat baik dan cara santun. Sebaliknya, kelancangan tumbuh dari nafsu ingin menang dan tidak mau mengalah.
Adab berbicara seperti memilih kata, menahan volume suara, dan mendengarkan dengan seksama—mencerminkan kebeningan hati.
2. Kelancangan dan Kepala Keras
Kitab ini juga menekankan bahwa kelancangan sering berakar dari keras kepala. Anak perempuan yang sulit dinasihati, selalu merasa benar, dan enggan mengakui kesalahan sedang menapaki jalan yang berbahaya.
الفتاة الوقحة لا تقبل النصيحة، وتجادل كثيرًا، وتظن أنها دائمًا على صواب.
“Anak perempuan yang lancang tidak mau menerima nasihat, banyak membantah, dan mengira dirinya selalu benar.”
Fenomena ini kerap terjadi di era digital. Dengan akses informasi yang luas, banyak remaja perempuan merasa lebih tahu daripada orang tuanya. Namun, Umar Baraja mengingatkan bahwa ilmu tanpa adab justru melahirkan kesombongan, bukan kebijaksanaan.
Menghargai nasihat menandakan adanya kerendahan hati. Dan perempuan yang mampu merunduk akan selalu lebih tinggi di hadapan Tuhan.
3. Adab yang Melekat di Luar dan Dalam
Sikap lancang tidak hanya terlihat dari suara atau kata-kata. Ia juga mencakup bahasa tubuh, ekspresi, bahkan getaran hati. Anak perempuan yang berwajah masam di depan orang tuanya, menyela pembicaraan gurunya, atau bersikap tak peduli saat dinasihati, semuanya termasuk bentuk kelancangan yang halus namun merusak.
“Malu kepada Allah ketika sendiri, santun kepada orang lain ketika ramai itulah puncak adab.”
Bahkan saat tidak ada yang melihat, adab tetap harus hidup. Karena yang menyaksikan bukan hanya manusia, tetapi juga Tuhan. Maka, perempuan yang menjaga kelembutan hatinya di kala sepi akan dianugerahi keindahan perangai di kala ramai.
Cerdas Itu Baik, Tapi Santun Itu Indah
Di dunia yang penuh kompetisi, perempuan sering dituntut untuk lantang bersuara, menonjol, bahkan agresif. Namun, Akhlaq lil Banat mengajarkan hal yang berbeda. Kekuatan perempuan justru terletak pada kelembutannya, bukan pada kerasnya suara atau tajamnya kata.
Jangan takut terlihat lemah karena sopan. Sopan santun bukan kelemahan, melainkan kekuatan tersembunyi yang mampu melembutkan hati orang lain.
Mari bertanya dalam hati:
Apakah aku sudah menjaga lisanku dari kelancangan? Apakah aku sudah mendengar dengan hati, bukan hanya telinga?
اللَّهُمَّ أَدِّبْنَا بِأَدَبِ الْأَوْلِيَاءِ، وَجَمِّلْ أَخْلَاقَنَا بِالْحَيَاءِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
