Laki-Laki yang Bekerja Keras: Nafkah Dunia & Nafkah Akhirat.
Bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarga adalah kewajiban mulia. Islam memandang mencari nafkah sebagai ibadah, selama halal caranya, jujur prosesnya, dan diniatkan untuk menghidupi amanah dari Allah. Nabi ﷺ bahkan bersabda bahwa sebaik-baik rezeki adalah dari hasil kerja tangan sendiri yang halal.
Namun, dalam realitas hidup, kebanyakan laki-laki hanya fokus pada satu sisi: nafkah dunia, mencari uang, membangun rumah, membeli kebutuhan, menabung untuk masa depan. Itu semua baik dan bahkan terpuji. Tetapi ada satu sisi yang sering terlupakan: nafkah akhirat, usaha sungguh-sungguh agar keluarga selamat dari api neraka.
Allah telah memberi peringatan yang jelas dalam Al-Qur’an:
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…” (QS. At-Tahrim: 6)
Ayat ini bukan hanya memerintahkan untuk menjaga diri sendiri, tetapi juga keluarga. Menjaga di sini bukan sekadar memberi makan dan pakaian, melainkan membimbing, mengajarkan akidah yang lurus, mendidik dengan adab Islam, menegakkan shalat, menjauhkan dari kemaksiatan, dan membiasakan ketaatan.
Memimpin Keluarga Menuju Keselamatan Abadi
Sayangnya, di zaman ini banyak ayah yang merasa tugasnya selesai ketika uang sudah diberikan, tagihan dibayar, dan makanan tersedia di meja makan. Padahal, setan tidak pernah berhenti mencari celah masuk ke rumah kita, bahkan melalui hal-hal yang kita anggap sepele, konten hiburan yang merusak, pergaulan bebas, gaya hidup hedon, hingga lalai dari ibadah.
Menjadi kepala keluarga bukan hanya soal bekerja dari pagi hingga malam, tetapi juga memimpin keluarga menuju keselamatan abadi. Ini berarti meluangkan waktu untuk duduk bersama anak-anak, mengajarkan mereka membaca Al-Qur’an, membiasakan shalat berjamaah, berdialog tentang iman, dan memberikan teladan langsung lewat akhlak sehari-hari.
Seorang ayah yang benar-benar bertanggung jawab akan memastikan keluarganya tidak hanya kenyang di dunia, tetapi juga memiliki bekal untuk perjalanan panjang di akhirat. Nafkah akhirat ini sering kali lebih berat daripada nafkah dunia, karena ia menuntut kesabaran, kesungguhan, dan konsistensi bahkan di tengah lelah bekerja.
Mencari Rezeki dan Membina Iman
wahai para ayah dan calon ayah, jadilah seperti para nabi dan orang shalih yang tidak hanya mencari rezeki, tetapi juga membina iman. Seimbangkan antara kerja keras mencari nafkah halal dengan kerja keras menanamkan nilai-nilai Islam dalam rumah tangga.
Karena kelak di hadapan Allah, pertanyaan-Nya bukan hanya: “Dari mana hartamu dan ke mana dibelanjakan?” tetapi juga: “Bagaimana engkau memimpin keluargamu di dunia?”
Ingatlah: Nafkah dunia membuat keluarga bertahan hidup,
nafkah akhirat membuat keluarga kekal dalam kehidupan yang sejati.
Berletih-letih Sedikit, Istirahatnya Selamanya.
Ada sebuah nasihat indah dari ulama besar, Ibnu Jauzi رحمه الله, yang layak kita renungkan dalam-dalam:
“Wahai jiwa, berletih-letihlah sedikit (dalam beramal shalih), maka engkau pun akan banyak beristirahat di surga Firdaus” (Al-Mawaizh 1/79).
Kalimat ini sederhana, tetapi maknanya dalam dan menyentuh hati. Ia mengingatkan bahwa segala rasa lelah, penat, dan perjuangan yang kita jalani dalam ketaatan hanyalah sebentar jika dibandingkan dengan kenikmatan abadi di akhirat.
1. Lelah yang Bernilai
Setiap tetes keringat untuk kebaikan tidak akan sia-sia di sisi Allah. Shalat yang membuat kita mengantuk, sedekah yang menguras dompet, tilawah yang menuntut waktu, semua itu adalah “lelah yang bernilai”. Bahkan senyum yang tulus, membantu orang lain, dan menahan amarah, semuanya dicatat sebagai amal yang kelak menjadi penyebab istirahat panjang di surga.
2. Dunia Itu Singkat, Akhirat Itu Selamanya
Perjalanan kita di dunia ini ibarat persinggahan sejenak di sebuah halte sebelum naik kendaraan menuju tujuan akhir. Apakah kita akan menghabiskan waktu di halte ini dengan malas-malasan, atau mempersiapkan diri sebaik mungkin? Dunia ini sementara, tetapi balasan di akhirat kekal tanpa akhir.
3. Sedikit di Sini, Banyak di Sana
Ibnu Jauzi tidak mengatakan “berlelah-lelahlah sepanjang waktu” tetapi “sedikit saja”. Maksudnya, dibandingkan dengan panjangnya kehidupan akhirat, segala letih di dunia ini sangatlah sebentar. Satu malam terbangun untuk tahajud, satu hari menahan lapar di bulan Ramadan, atau beberapa tahun berjuang dalam dakwah—semua itu akan terbayar dengan istirahat tanpa batas di surga Firdaus.
4. Menata Niat dalam Lelah
Lelah di jalan Allah berbeda dengan lelah mengejar dunia. Lelah dunia sering berakhir dengan kekecewaan atau penyesalan. Tapi lelah karena ketaatan selalu berakhir dengan keridhaan Allah. Maka penting bagi kita untuk menata niat, agar setiap perjuangan menjadi ibadah.
5. Menjadikan Lelah sebagai Teman
Mari kita ubah cara pandang terhadap keletihan. Ketika tubuh terasa berat untuk shalat, katakan pada diri sendiri: “Ini hanya sedikit lelah, demi banyak istirahat kelak.” Saat menahan diri dari kemaksiatan terasa sulit, ingatlah: “Ini hanya sebentar, demi kebahagiaan abadi nanti.”
Penutup: Wahai jiwa, bersabarlah dalam sedikit lelah, karena kita sedang menukar waktu singkat di dunia dengan waktu abadi di surga. Dunia ini bukan tempat untuk bersantai, tapi tempat untuk beramal. Istirahat yang sebenarnya bukan di ranjang empuk atau liburan mewah, tapi di bawah naungan rahmat Allah di surga Firdaus.
“Maka barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia telah beruntung” (QS. Ali Imran: 185). (Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
