Dunia kini menghadapi tantangan besar. Krisis energi dan kerusakan lingkungan menjadi dua isu krusial. Keduanya saling berkaitan erat. Ketergantungan kita pada energi fosil, seperti minyak bumi dan batu bara, menjadi akar masalahnya. Sumber daya ini terbatas dan proses pembakarannya merusak planet kita.
Islam, sebagai agama yang paripurna, memberikan panduan holistik. Agama ini tidak hanya mengatur ibadah, tetapi juga hubungan manusia dengan alam. Konsep Fiqih Energi Terbarukan muncul sebagai jawaban inovatif. Konsep ini menggali prinsip-prinsip syariah untuk mendorong penggunaan energi yang bersih dan berkelanjutan. Ini bukan sekadar solusi teknis, melainkan sebuah panggilan spiritual.
Dampak Buruk Energi Fosil yang Tak Terhindarkan
Manusia modern sangat bergantung pada energi fosil. Industri, transportasi, dan listrik di rumah kita ditenagai olehnya. Namun, kemudahan ini datang dengan harga yang sangat mahal. Pembakaran energi fosil melepaskan gas rumah kaca ke atmosfer. Gas ini memerangkap panas dan menyebabkan pemanasan global.
Akibatnya, kita menyaksikan perubahan iklim ekstrem. Bencana seperti banjir, kekeringan, dan badai menjadi lebih sering terjadi. Polusi udara dari asap industri dan kendaraan juga mengancam kesehatan. Jutaan orang menderita penyakit pernapasan akibat kualitas udara yang buruk. Jelas, model energi saat ini tidak berkelanjutan dan membahayakan masa depan generasi mendatang.
Islam dan Amanah Menjaga Lingkungan
Al-Qur’an dan Hadits telah meletakkan dasar yang kuat untuk pelestarian lingkungan. Manusia diciptakan sebagai khalifah fil ardh atau pemimpin di muka bumi. Peran ini membawa sebuah tanggung jawab besar, yaitu amanah untuk menjaga dan merawat ciptaan Allah SWT. Merusak alam berarti mengkhianati amanah tersebut.
Allah SWT berfirman dengan sangat jelas dalam Al-Qur’an:
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41).
Ayat ini menegaskan bahwa kerusakan ekologis adalah akibat ulah manusia. Allah SWT mengingatkan kita agar menyadari kesalahan dan segera memperbaikinya. Menjaga lingkungan, atau hifdzul bi’ah, adalah salah satu tujuan utama syariat Islam (maqashid syariah). Lingkungan yang sehat adalah prasyarat bagi kehidupan yang baik dan keberlangsungan ibadah.
Menggagas Fiqih Energi Terbarukan
Di sinilah peran Fiqih Energi Terbarukan menjadi sangat penting. Fiqih ini menerapkan prinsip-prinsip Islam untuk menghadapi krisis energi modern. Jika energi fosil terbukti membawa mafsadat (kerusakan), maka beralih ke alternatif yang membawa maslahat (kebaikan) menjadi sebuah keharusan.
Energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan air, menawarkan solusi yang bersih. Sumber energi ini tidak menghasilkan emisi karbon. Penggunaannya tidak merusak atmosfer dan tidak menyebabkan polusi. Dengan demikian, energi terbarukan selaras dengan prinsip hifdzul bi’ah.
Mengadopsi teknologi energi bersih dapat dipandang sebagai wujud nyata dari peran kekhalifahan kita. Ini adalah cara kita menjalankan amanah dari Allah SWT. Rasulullah SAW sendiri memberikan teladan tentang pentingnya menjaga sumber daya. Beliau bersabda:
“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam menggunakan air, meskipun kalian berada di sungai yang mengalir.” (HR. Ibnu Majah).
Hadits ini mengajarkan efisiensi dan larangan bersikap boros. Jika terhadap air saja kita harus berhemat, apalagi terhadap sumber daya energi yang dampaknya begitu besar bagi keseimbangan planet.
Langkah Konkret Menuju Energi Bersih
Peralihan menuju energi terbarukan adalah tanggung jawab bersama. Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang mendukung investasi di sektor energi bersih. Ulama dan tokoh masyarakat memiliki peran untuk menyosialisasikan pentingnya Fiqih Energi Terbarukan kepada umat.
Bagi individu, langkah kecil pun berarti besar. Menghemat listrik, memilih perangkat hemat energi, atau bahkan memasang panel surya di rumah adalah bentuk kontribusi nyata. Semua tindakan ini, jika dilakukan dengan niat ibadah untuk menjaga ciptaan Allah, akan bernilai pahala.
Pada akhirnya, Fiqih Energi Terbarukan mengajak kita untuk berpikir lebih jauh. Krisis lingkungan bukanlah sekadar masalah teknis, tetapi masalah moral dan spiritual. Dengan kembali pada ajaran Islam, kita menemukan peta jalan yang jelas untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau, adil, dan berkelanjutan bagi semua.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
