Islam menempatkan anak pada posisi yang mulia. Agama ini memberikan perhatian besar terhadap tumbuh kembang mereka. Salah satu buktinya adalah konsep hadhanah dalam Islam. Hadhanah secara sederhana berarti pengasuhan dan pemeliharaan anak. Tanggung jawab ini menjadi sangat penting. Terutama bagi anak yang orang tuanya bercerai atau meninggal dunia.
Tujuan utama hadhanah adalah menjaga kepentingan terbaik anak. Anak harus mendapatkan hak fisik, mental, dan spiritualnya. Sistem ini memastikan anak tidak telantar. Mereka harus tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang. Mari kita bedah lebih dalam mengenai konsep penting ini.
Landasan Hukum Hadhanah yang Kokoh
Hukum hadhanah memiliki landasan yang kuat dalam syariat. Sumber utamanya berasal dari Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman tentang hak ibu untuk menyusui anaknya.
لَا تُضَآرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ
Artinya: “Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 233).
Ayat ini menegaskan larangan menyakiti orang tua karena anak. Begitu pula sebaliknya, anak tidak boleh menjadi korban. Kepentingan anak harus selalu diutamakan.
Selain itu, sebuah hadits memperkuat posisi ibu dalam pengasuhan. Suatu ketika, seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW. Ia mengadukan perihal hak asuh anaknya setelah bercerai.
يا رسول الله إن ابني هذا كان بطني له وعاء، وثديي له سقاء، وحجري له حواء، وإن أباه طلقني وأراد أن ينتزعه مني، فقال لها رسول الله صلى الله عليه وسلم: أنت أحق به ما لم تنكحي
Artinya: “Wahai Rasulullah, sungguh anakku ini, perutkulah yang mengandungnya, payudarakulah yang menyusuinya, dan pangkuankulah yang melindunginya. Namun, ayahnya telah menceraikanku dan ingin merebutnya dariku.” Rasulullah saw bersabda, “Engkau lebih berhak atasnya selama engkau belum menikah (lagi).” (HR Abu Dawud).
Hadits ini menjadi dasar utama bahwa ibu memiliki prioritas utama dalam hadhanah.
Siapa yang Paling Berhak Mengasuh Anak?
Syariat Islam dengan jelas menempatkan ibu sebagai pemegang hak hadhanah nomor satu. Ibu memiliki ikatan emosional dan naluri keibuan yang kuat. Kasih sayangnya sulit tergantikan oleh siapa pun. Kedekatan ini sangat vital untuk perkembangan psikologis anak.
Namun, hak ini tidak bersifat mutlak. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pengasuh (hadhin atau hadhinah). Para ulama fiqih merumuskan beberapa kriteria penting, antara lain:
-
Beragama Islam: Pengasuh harus Muslim agar dapat menanamkan akidah yang benar pada anak.
-
Berakal Sehat: Ia harus memiliki kewarasan untuk membuat keputusan yang baik bagi anak.
-
Dewasa (Baligh): Pengasuh harus cukup umur dan matang secara emosional.
-
Mampu Mendidik: Memiliki kemampuan untuk merawat dan mendidik anak dengan baik.
-
Amanah dan Berakhlak Mulia: Dapat dipercaya dan menjadi teladan yang baik bagi anak.
-
Tidak Menikah dengan Laki-laki Lain (Bagi Ibu): Jika ibu menikah lagi dengan pria yang bukan kerabat anak, haknya bisa gugur.
Urutan Prioritas Hak Asuh Anak
Bagaimana jika ibu tidak dapat memenuhi syarat? Misalnya, ia meninggal, murtad, atau menikah lagi. Islam telah mengatur urutan prioritas wali pengasuh. Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia juga mengadopsi prinsip ini.
Jika ibu gugur haknya, maka hak hadhanah berpindah secara berurutan kepada:
-
Nenek dari garis ibu.
-
Ayah kandung anak.
-
Nenek dari garis ayah.
-
Saudara perempuan kandung.
-
Kerabat perempuan dari garis keturunan lainnya.
Urutan ini memprioritaskan kerabat perempuan. Alasannya, mereka dianggap lebih memiliki kesabaran dan kelembutan. Namun, ayah tetap memegang peran sentral dalam menafkahi anak.
Peran Negara dalam Menjamin Kesejahteraan Anak
Terkadang, sengketa hak asuh tidak menemukan titik temu. Atau, tidak ada satu pun kerabat yang memenuhi syarat. Di sinilah negara hadir sebagai pelindung. Negara, melalui lembaga peradilan (hakim), wajib turun tangan.
Hakim akan memutuskan siapa yang paling layak mengasuh anak. Keputusan ini selalu berlandaskan pada prinsip kemaslahatan terbaik bagi anak. Wahbah az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu menjelaskan peran penting ini.
الحضانة حق الولد الصغير، فيجب على من يليه أمره القيام به، فإن لم يكن له قريب، فعلى القاضي أو الحاكم أن يضعه عند من يثق به، كجار أمين أو غيره
Artinya: “Hadhanah adalah hak anak kecil. Maka, wajib bagi walinya untuk melaksanakannya. Jika ia tidak memiliki kerabat, maka hakim atau penguasa wajib meletakkannya (mengasuhnya) pada orang yang ia percayai, seperti tetangga yang amanah atau lainnya.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa negara adalah wali terakhir. Pemerintah tidak boleh membiarkan seorang anak telantar. Ini sejalan dengan tujuan syariat (maqashid syariah), yaitu melindungi keturunan (hifdzun nasl). Negara bertindak sebagai penjamin utama agar setiap anak mendapatkan hak pengasuhan yang layak.
Kesimpulan
Hadhanah dalam Islam bukan sekadar aturan hukum. Ia adalah sebuah sistem perlindungan anak yang komprehensif. Sistem ini memastikan setiap anak, terutama dalam situasi sulit, tetap terjamin hak-haknya. Mulai dari prioritas ibu, syarat pengasuh yang ketat, hingga peran negara sebagai benteng terakhir. Semua ini menunjukkan betapa Islam sangat memuliakan dan melindungi masa depan generasi penerus.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
