Surau.co – Dalam khazanah fikih, Islam memerintahkan kita untuk memperlakukan hewan dengan baik dan penuh kasih sayang. Sebab, hewan adalah makhluk ciptaan Allah. Meski demikian, ada pengecualian terhadap sejumlah hewan yang masuk dalam kategori fawasiq.
Hewan Fawasiq merupakan jenis-jenis hewan yang boleh dibunuh. Bahkan jika kita berada dalam tanah haram atau saat ihram, yang secara umum melarang membunuh hewan. Istilah Fawasiq ini muncul dari sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang sahih.
“Ada lima hewan fawasiq yang boleh dibunuh walaupun di tanah haram: tikus, kalajengking, burung gagak, burung elang, dan anjing galak.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun dalam riwayat Shahih Muslim ada satu hewan lain yang juga dianggap masuk dalam ketegori fawasiq, yakni ular.
Dari Aisyah RA, Nabi bersabda, “Lima binatang jahat yang (boleh) dibunuh pada saat halal maupun haram, yaitu ular, burung gagak (yang di punggung atau perutnya ada garis putih), tikus, anjing gila, dan burung rajawali.” (HR. Muslim)
Melindungi Jiwa dan Kehidupan
Sebagaimana hukum islam lain, dalam perkara ini, Nabi juga memiliki alasan yang melatarbelakangi. Sebab, hewan-hewan tersebut berpotensi membawa mudarat besar bagi manusia. Para ulama menjelaskan, fawasiq termasuk hewan berbahaya yang secara naluriah mengancam manusia atau merusak lingkungan hidupnya. Tikus misalnya merusak persediaan makanan, menyebarkan penyakit, dan merusak bangunan. Kalajengking memiliki racun yang dapat mematikan.
Sementara gagak dan elang, sering menyerang ternak kecil dan merusak tanaman, anjing berpotensi menyerang manusia dan hewan peliharaan, serta ular menyimpan risiko gigitan berbisa mematikan.
Pengecualian terhadap hewan tersebut, mencerminkan salah satu nilai prinsip dalam maqāshid syariah. Yakni hifz an-nafs atau menjaga jiwa. Dalam islam, melindungi keselamatan nyawa manusia adalah hal yang sangat prioritas.
Relevansi dengan Penelitian Sains
Seperti banyak hadits lainnya, hukum ini juga memiliki relevansi yang kuat dalam kacamata sains. Artinya, membunuh hewan fawasiq juga memberi kebaikan dari kacamata ilmu pengetahuan.
Tikus misalnya, dalam penelitian epidemiologi terbukti sebagai pembawa penyakit mematikan seperti leptospirosis, pes (plague), hantavirus, dan salmonellosis. Wabah pes hitam abad pertengahan di Eropa yang menewaskan jutaan orang diyakini menyebar melalui kutu tikus. Di sisi lain, tikus juga berperan dalam kerusakan bahan pangan.
Kalajengking dan ular, sudah menjadi rahasia umum sebagai hewan dengan racun yang berbahaya. Gigitan kedua hewan tersebut, dapat mengganggu sistem saraf, menyebabkan kejang, hingga berujung banyak kematian.
Burung Gagak terkenal sebagai pembawa penyakit zoonosis seperti West Nile Virus. Bersama Elang, Gagak juga terkenal memiliki perilaku yang merusak peliharaan. Sementara anjing, merupakan penyebab utama penyakit rabies yang mematikan. Di samping itu, perilaku agresifnya juga kerap menimbulkan serangan fisik yang serius.
Tetap Jaga Keseimbangan
Meski syariat membolehkan membunuh hewan fawāsiq, namun bukan berarti melegalkan pembunuhan massal tanpa kendali terhadap mereka. Prinsip yang berlaku adalah pengendalian demi kemaslahatan, bukan pemusnahan total. Dalam konteks modern, semangat ajaran islam sejalan upaya mengurangi populasi hama dengan tetap menjaga keseimbangan ekosistem.
Sebab meski berbahaya, semua hewan fawasiq punya fungsi dalam ekosistemnya. Misalnya, ular berperan penting dalam mengendalikan populasi tikus di sawah. Bahkan, racun kalajengking dan ular yang terkenal berbahaya, kini tengah dalam penelitian untuk pengembangan obat penyakit tertentu. Artinya, membunuh fawāsiq hanya relevan bila mereka mengancam langsung keselamatan manusia.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
