SUARU.CO – Dalam ajaran Islam, keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang memiliki peran penting dalam membangun kehidupan yang harmonis, sejahtera, dan berakhlak mulia. Suami sebagai kepala keluarga memiliki tanggung jawab besar, baik dalam hal kepemimpinan, perlindungan, maupun pemenuhan kebutuhan isteri dan anak-anaknya. Dalam syariat Islam telah menekankan salah satu kewajiban utama seorang suami adalah kewajiban menafkahi keluarga. Nafkah tidak hanya sebatas materi, tetapi juga mencakup perhatian, pendidikan, dan bimbingan moral. Artikel berikut akan mengurai tentang kewajiban suami menafkahi isteri dan anak dalam pandangan Islam.
Kewajiban ini bukan sekadar tanggung jawab moral, melainkan kewajiban yang bersifat syar’i, Al-Qur’an, hadits Nabi, dan ijma’ ulama telah menekankan hal tersebut. Artikel ini akan membahas secara komprehensif mengenai kewajiban suami menafkahi isteri dan anak, dalil-dalil yang mendasarinya, serta hikmah di balik perintah tersebut.
Pengertian Nafkah dalam Islam
Secara bahasa, kata nafkah (النفقة) berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan harta. Dalam istilah fikih, nafkah adalah segala bentuk pemberian yang sifatnya wajib kepada seseorang untuk memenuhi kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan hal-hal atau keperluan lain sesuai syariat.
Nafkah dalam keluarga meliputi:
- Nafkah untuk isteri – meliputi kebutuhan primer (makanan, pakaian, tempat tinggal), kebutuhan sekunder yang layak, serta perlindungan dan keamanan.
- Nafkah untuk anak – mencakup kebutuhan jasmani (makanan, kesehatan, pakaian) dan rohani (pendidikan, bimbingan agama, dan akhlak).
Dalil Al-Qur’an Tentang Kewajiban Menafkahi
Al-Qur’an secara tegas memerintahkan para suami untuk memberikan nafkah kepada isteri dan anak-anaknya sesuai kemampuan.
Allah berfirman:
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
(QS. An-Nisa: 34)
Ayat ini menegaskan bahwa kepemimpinan suami dalam rumah tangga memiliki konsekuensi, salah satunya adalah kewajiban memberikan nafkah.
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah adalah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang patut.”
(QS. Al-Baqarah: 233)
Juga dalam QS. Ath-Thalaq: 7 Allah berfirman:
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang Allah berikan kepadanya. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan apa yang diberikan Allah kepadanya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa kewajiban memberi nafkah berlaku bagi setiap suami, tetapi menyesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing.
Dalil Hadits tentang Kewajiban Nafkah
Rasulullah ﷺ menegaskan dalam banyak hadits tentang kewajiban seorang suami memberikan nafkah kepada keluarganya.
- Hadits tentang tanggung jawab suami:
“Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Dawud, An-Nasai, dan Al-Hakim) - Hadits tentang pahala memberi nafkah:
“Dinar yang kamu belanjakan di jalan Allah, dinar yang kamu belanjakan untuk memerdekakan budak, dinar yang kamu sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang kamu belanjakan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang kamu belanjakan untuk keluargamu.” (HR. Muslim) - Hadits tentang prioritas nafkah:
“Mulailah dari dirimu sendiri, jika ada kelebihan maka untuk keluargamu, jika ada kelebihan maka untuk kerabatmu, jika ada kelebihan maka untuk ini dan itu.” (HR. Muslim)
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa memberi nafkah bukan sekadar kewajiban, tetapi juga ladang pahala besar.
Bentuk Nafkah yang Wajib Oleh Suami
Para ulama fikih menjelaskan bahwa suami wajib memberikan nafkah bentuk meliputi:
- Makanan dan minuman
Harus sesuai dengan kemampuan suami, mencukupi kebutuhan gizi, dan layak untuk dimakan. - Pakaian
Layak, menutup aurat, dan sesuai musim (dingin/panas). - Tempat tinggal
Rumah atau tempat tinggal yang aman, layak, dan sesuai kebutuhan keluarga. - Kesehatan
Menanggung biaya pengobatan isteri dan anak. - Pendidikan anak
Memastikan anak mendapatkan pendidikan yang layak, terutama pendidikan agama.
Kewajiban Nafkah Menurut 4 Mazhab Fikih
Para ulama dari empat mazhab sepakat bahwa suami wajib menafkahi isterinya selama ia dalam ikatan pernikahan yang sah.
- Mazhab Hanafi
Menyatakan bahwa nafkah menjadi kewajiban suami sejak akad nikah sah, selama isteri menyerahkan diri untuk hidup bersama suami. - Mazhab Maliki
Menekankan bahwa suami wajib memberikan nafkah, bahkan jika isteri berasal dari keluarga kaya, karena kewajiban ini terkait hak pernikahan. - Mazhab Syafi’i
Menegaskan bahwa nafkah wajib mencakup makanan, pakaian, dan tempat tinggal sesuai kemampuan suami. - Mazhab Hanbali
Menganggap nafkah sebagai kewajiban mutlak, dan suami berdosa jika menelantarkan isteri dan anak.
Hikmah Kewajiban Nafkah dan Konsekuensi Jika Lalai Menurut Islam
Islam memerintahkan suami untuk menafkahi keluarganya dengan berbagai hikmah, antara lain:
- Menjamin kesejahteraan keluarga – agar isteri dan anak-anak tidak terlantar.
- Menjaga kehormatan isteri – sehingga ia tidak perlu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan dasar jika tidak mampu.
- Memperkuat rasa tanggung jawab suami – sebagai pemimpin rumah tangga.
- Menumbuhkan kasih sayang – nafkah adalah bentuk nyata perhatian suami.
- Mencegah keretakan rumah tangga – kebutuhan ekonomi yang terpenuhi menjadi salah satu faktor keharmonisan.
Karena agama telah memerintahkan, maka konsekuensi yang timbul jika Suami tidak memberikan nafkah tanpa alasan yang syar’i adalah :
- Ia berdosa besar karena menelantarkan keluarga.
- Isteri berhak menuntut nafkah melalui pengadilan agama.
- Dalam beberapa kondisi, isteri bahkan dapat meminta cerai (fasakh) jika suami terus-menerus menelantarkan nafkah.
Kewajiban suami menafkahi isteri dan anak merupakan bagian dari syariat Islam yang jelas landasannya. Al-Qur’an, hadits, dan ijma’ ulama telah menegaskan hal ini, baik dari sisi hukum maupun hikmahnya. Nafkah bukan sekadar pemenuhan materi, tetapi juga bukti cinta, tanggung jawab, dan kepemimpinan suami dalam keluarga.
Bagi seorang suami, memberikan nafkah kepada keluarganya adalah bentuk ibadah yang pahalanya sangat besar, bahkan lebih utama daripada sedekah kepada orang lain. Maka, hendaknya setiap suami berusaha semampunya untuk memenuhi kewajiban ini dengan niat ikhlas karena Allah.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
