Berdzikir Lebih Utama dengan Jari Tangan Kanan.
Dzikir adalah ibadah hati dan lisan yang senantiasa mendekatkan seorang hamba kepada Rabb-nya. Di antara berbagai cara berdzikir, Rasulullah ﷺ memberikan tuntunan khusus yang mungkin dianggap sederhana, tetapi memiliki kedalaman makna: menghitung dzikir dengan ujung jari-jari tangan kanan.
Tuntunan dari Rasulullah ﷺ
Dalam hadits riwayat Tirmidzi (no. 3503) dan Abu Dawud (no. 1501), dari Hani’ bin ‘Utsman radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Hendaknya kalian bertasbih (ucapkan subhanallah), bertahlil (ucapkan laa ilaaha illallah), dan bertaqdis (mensucikan Allah), dan hitunglah dengan ujung jari-jari kalian. Karena semua itu akan ditanya dan diajak bicara (pada hari kiamat). Janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa dengan rahmat Allah.”
Hadits ini dishahihkan oleh Adz Dzanabi, dan sanadnya dikatakan hasan oleh Al-Hafizh Abu Thohir.
Mengapa dengan Jari Tangan Kanan?
Ada beberapa hikmah dari perintah Nabi ﷺ ini:
1. Menghidupkan Sunnah Rasulullah ﷺ mencontohkan langsung kepada para sahabat, dan mereka pun mengikuti cara ini. Dengan melakukannya, kita menghidupkan sunnah yang terjaga dari generasi ke generasi.
2. Jari Sebagai Saksi Nabi ﷺ menyebutkan bahwa jari-jari kita akan dimintai kesaksian pada Hari Kiamat. Dengan menghitung dzikir menggunakan jari, kita sedang “mempersiapkan” saksi yang akan membela kita di hadapan Allah.
3. Keutamaan Tangan Kanan Dalam Islam, tangan kanan diutamakan untuk amal-amal mulia seperti makan, minum, bersalaman, memberi, dan tentu saja berdzikir. Ini adalah bentuk pengagungan terhadap amalan tersebut.
4. Menghadirkan Konsentrasi Menghitung dzikir dengan jari membuat kita lebih fokus dan sadar akan jumlah serta makna dzikir yang kita ucapkan, berbeda dengan sekadar melafalkan tanpa kontrol.
Perbandingan dengan Tasbih
Bolehkah menggunakan tasbih? Mayoritas ulama membolehkan, selama tidak dijadikan kebiasaan yang menghilangkan sunnah menghitung dengan jari. Namun, jelas bahwa menghitung dzikir dengan jari tangan kanan lebih utama dan lebih sesuai tuntunan Nabi ﷺ.
Syaikh al-Albani rahimahullah berkata:
> “Menghitung dzikir dengan biji tasbih tidak mengapa, tetapi menghitungnya dengan jari-jari tangan lebih utama dan lebih sesuai sunnah.”
Cara Praktis Berdzikir dengan Jari Tangan Kanan
1. Duduk dengan tenang, niatkan hati untuk mengingat Allah.
2. Ucapkan dzikir seperti Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, atau Laa ilaaha illallah.
3. Gunakan ruas-ruas jari tangan kanan untuk menghitung setiap ucapan.
4. Lakukan dengan penuh kesadaran akan makna setiap dzikir, bukan sekadar menghitung angka.
Peringatan dari Nabi ﷺ
Hadits ini juga mengingatkan: “Janganlah kalian lalai yang membuat kalian lupa dengan rahmat Allah.”
Artinya, jangan sampai kita sibuk dengan dunia hingga lisan kering dari dzikir. Lalai dari dzikir berarti kita lalai dari sumber ketenangan hati, dan itu bisa menjauhkan kita dari rahmat Allah.
Allah ﷻ berfirman:
> “Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepada kalian.”
(QS. Al-Baqarah: 152)
Penutup: Menghitung dzikir dengan jari tangan kanan mungkin terlihat sederhana, tetapi ia mengandung hikmah besar: mengikuti sunnah, menghadirkan konsentrasi, dan menyiapkan saksi kebaikan pada hari kiamat. Mari kita hidupkan kembali amalan ini di tengah rutinitas harian, sehingga lisan kita senantiasa basah oleh dzikir dan hati kita selalu terikat dengan Allah.
Awal Rusaknya Wanita
Rusaknya akhlak dan kehormatan seorang wanita seringkali berawal dari beberapa hal yang secara bertahap mengikis nilai-nilai mulia dalam dirinya. Dalam pandangan Islam dan nilai-nilai universal, rusaknya seorang wanita bukanlah hal yang tiba-tiba, melainkan proses yang bisa dicegah sejak awal.
1. Kehilangan Rasa Malu
Malu adalah salah satu sifat mulia yang dianugerahkan kepada wanita sebagai benteng kehormatan. Ketika rasa malu hilang atau terkikis, wanita cenderung lebih mudah melakukan hal-hal yang tidak terpuji, baik dalam ucapan, tingkah laku, maupun pergaulan.
2. Pengaruh Lingkungan Negatif
Pergaulan yang buruk, pengaruh media yang tidak sehat, dan lingkungan yang tidak mendukung nilai-nilai agama serta moral bisa menjadi awal kerusakan. Lingkungan yang membebaskan perilaku bebas tanpa batasan akan membentuk karakter yang mudah terjerumus.
3. Kurangnya Pendidikan dan Pemahaman Agama
Wanita yang kurang mendapatkan pendidikan agama dan pemahaman tentang nilai-nilai syariat lebih rentan kehilangan arah dalam hidupnya. Pemahaman yang benar adalah pondasi utama untuk menjaga diri dan kehormatan.
4. Ketidakseimbangan Emosional dan Psikologis
Kehidupan yang penuh tekanan, kurang kasih sayang, atau pengalaman traumatis dapat membuat wanita mencari pelarian yang salah, sehingga mengarah pada perilaku merusak diri sendiri dan kehormatannya.
5. Mengabaikan Tanggung Jawab Spiritual dan Akhlak
Menjauh dari ibadah, doa, dan amal shaleh bisa melemahkan benteng diri dari godaan duniawi. Tanpa kekuatan spiritual, seseorang akan lebih mudah tergoda dan kehilangan kontrol atas perilakunya.
Penutup: Rusaknya wanita bukanlah nasib, melainkan akibat dari proses dan pilihan hidup. Oleh sebab itu, penting bagi setiap wanita dan lingkungan sekitarnya untuk menjaga dan memperkuat iman, pendidikan, serta membangun lingkungan yang sehat agar kehormatan dan akhlak tetap terjaga. (Tengku)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
