SURAU.CO. Setiap Mukmin sejati mencari ilmu yang dapat membimbingnya menuju kebaikan dunia dan keselamatan akhirat. Ilmu yang benar yaitu yang dibangun di atas Al-Qur’an dan Sunnah yang shahih, tidak hanya memperluas wawasan, namun juga menumbuhkan rasa takut kepada Allah ﷻ, memperkuat ketakwaan, dan mendorong pelakunya untuk konsisten dalam amal shalih.
Allah ﷻ berfirman: “…Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama…” (QS. Fathir: 28).
Ayat ini menegaskan bahwa ilmu sejati melahirkan rasa takut kepada Allah. Bukan justru menjadikan seseorang angkuh, suka berdebat tanpa adab, apalagi merendahkan sesama.
Fondasi Ilmu Syar’i: Al-Qur’an dan Sunnah
Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu syar’i yang bersumber dari wahyu ilahi yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi ﷺ, serta dipahami dengan metode para sahabat dan generasi salaf yang lurus. Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah menjelaskan:
“Ilmu yang bermanfaat adalah mempelajari dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah Rasul ﷺ dengan seksama, memahami maknanya, serta mengikuti penjelasan para sahabat, tabi’in, dan para imam yang mengikuti petunjuk mereka dalam memahami kandungan Al-Qur’an dan hadist, begiti pula dalam memahami penjelasan mereka baik dalam urusan halal dan haram, zuhud, penyucian jiwa, hingga mengenal nama dan sifat-sifat Allah ﷻ.”. (Fadhlul ‘Ilmi Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf)
Maka, seorang penuntut ilmu tidak cukup hanya mengumpulkan banyak informasi, tetapi wajib menggali makna, mendalami pemahaman, dan meneladani para ulama terdahulu dalam adab dan amalnya.
Waspadai Sumber Ilmu yang Menyesatkan
Dalam menuntut ilmu, seorang Muslim harus selektif terhadap siapa ia mengambil ilmu. Imam Malik rahimahullah menegaskan:
“Jangan mengambil ilmu dari empat tipe manusia, dan boleh mengambil ilmu dari selain mereka. Jangan mengambil ilmu dari ahli bid’ah yang menyeru kepada kebid’ahannya, orang bodoh yang terang-terangan menunjukkan kebodohannya, pendusta meskipun ia meriwayatkan hadits-hadits Nabi ﷺ, dan orang yang tidak mengetahui (ahli) dalam ilmu agama”. (Dinukil dalam Al-Kifayah dan Siyar A’lam An-Nubala’, 8/67)
Jika seseorang mengambil ilmu dari mereka yang tidak kredibel, niscaya ia akan tersesat, bahkan menyesatkan orang lain. Oleh karena itu, menjaga kemurnian ilmu dari sumber yang terpercaya adalah bagian dari tanggung jawab keilmuan dan amanah ruhaniyah.
Menuntut Ilmu dengan Ikhlas
Ikhlas adalah ruh dari setiap amal, termasuk dalam menuntut ilmu. Tanpa niat yang tulus karena Allah, ilmu tidak akan membawa keberkahan bahkan bisa menjerumuskan ke dalam kehinaan akhirat. Rasulullah ﷺ memperingatkan:
“Barang siapa menuntut ilmu yang seharusnya menghadapnya wajah Allah Azza Wa Jalla, tetapi ia tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan sedikit kenikmatan dunia maka ia tidak akan mencium bau surga pada hari berhenti ” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah; shahih)
Kemudian Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Barang siapa yang menuntut ilmu untuk menandingi para ulama, atau mendebat orang-orang bodoh, atau menjanjikan pandangan-pandangan manusia kepadanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka .” (HR. Tirmidzi; shahih)
Dari hadits-hadits ini, kita memahami bahwa ilmu yang tidak dibarengi dengan keikhlasan dan ittiba’ kepada Rasul ﷺ hanya akan menjadi beban di akhirat.
Buah Ilmu: Amal, Adab, dan Ketundukan
Ilmu syar’i yang benar akan memperindah akhlak penuntutnya, memperdalam rasa tunduk kepada Allah ﷻ, dan mempertebal rasa takut kepada-Nya. Bukan ilmu yang membuat pelakunya menjadi sombong dan memaki orang lain. Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah menyatakan:
“Dahulu jika seseorang mulai menuntut ilmu (agama), maka akan tampak bekasnya pada khusyuknya (tunduk kepada Allah), tingkah lakunya, cara bicaranya, pandangannya, serta perilaku anggota tubuhnya.” (Dinukil oleh Imam Al Khatib Al Bagdadi dalam kitab Al Jami’ li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami ‘, I/215).
Artinya, ilmu tidak boleh berhenti di lisan atau catatan, tapi harus mewujud dalam akhlak dan amal nyata. Semakin seseorang berilmu, seharusnya semakin ia rendah hati, semakin takut bermaksiat, dan semakin bersemangat dalam ibadah.
Ilmu yang Menghidupkan Jiwa
Ilmu yang bermanfaat akan menambah wawasan, dan membangkitkan kesadaran ruhani dalam diri. Kemudian, ilmu menumbuhkan cinta kepada Allah ﷻ, dan mengarahkan hidup pada jalan yang diridhai. Allah ﷻ telah menjadikan ilmu sebagai warisan para nabi ﷺ dan tidak ada warisan yang lebih mulia daripada itu.
Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu. Maka siapa yang mengambilnya, sungguh ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Semoga Allah ﷻ menjadikan kita trmasuk hamba-hamba-Nya yang menuntut ilmu dengan niat yang lurus, dari sumber yang benar, dan untuk tujuan yang mulia, sehingga ilmu tersebut menjadi cahaya yang menerangi jalan kita menuju surga-Nya.