Khazanah
Beranda » Berita » Golden Age Islam : Faktor Kemundurannya

Golden Age Islam : Faktor Kemundurannya

golden age islam
ilustrasi kontras ilmu pengetahuan islam dan eropa

Surau.co. Masa Golden Age Islam, atau Zaman Keemasan Islam, merujuk pada periode sejarah Islam yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, budaya, dan ekonomi yang pesatSecara tradisional, masa ini berlangsung dari abad ke-8 hingga abad ke-13 Masehi, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada masa ini, kota-kota seperti Baghdad, Kairo, Cordoba, dan Samarkand menjadi pusat intelektual.

Di mana ilmuwan Muslim menerjemahkan karya-karya Yunani, Persia, dan India ke dalam bahasa Arab, lalu mengembangkannya menjadi teori-teori baru. Bidang matematika, astronomi, kedokteran, optik, dan filsafat mengalami kemajuan pesat. Penemuan al-Khwarizmi dalam aljabar, riset Ibn al-Haytham tentang optik, dan karya medis Ibn Sina menjadi tonggak peradaban dunia.

Namun, mulai abad ke-13, laju perkembangan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi di dunia Islam menunjukkan kemunduran dibandingkan dengan Eropa, yang memasuki masa Renaissance dan kemudian Revolusi Ilmiah. Jika pada abad-abad sebelumnya dunia Islam menjadi pemasok utama ilmu ke Eropa, maka pada periode berikutnya perannya mulai berkurang.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa peradaban yang pernah menjadi mercusuar pengetahuan dunia Golden Age Islam akhirnya mengalami kemunduran dari segi ilmu pengetahuan?.

Sebab institusional: pendidikan dan struktur lembaga

Salah satu penjelasan penting adalah perbedaan institusional antara pusat-pusat pembelajaran Islam dan universitas modern Eropa. Banyak sejarawan menunjukkan bahwa lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah lebih menekankan ilmu agama dan hukum.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Sementara ilmu alam dan matematika tidak diintegrasikan secara luas sebagai kurikulum berkelanjutan. Akibatnya, pengetahuan ilmiah bergantung pada patronase individu dan pusat-pusat tertentu. Bukan pada jaringan institusi yang melahirkan generasi peneliti secara konsisten. Justru lebih mengedepankan studi agama mengenai amalan dan hukum fiqih.

Berikutnya, Studi komparatif semacam karya Toby Huff membahas bagaimana organisasi sosial dan pendidikan ini memengaruhi kelangsungan tradisi ilmiah dalam dunia Islam.

Peran politik dan perubahan patronase

Perubahan politik besar — runtuhnya dinasti, invasi, dan pergeseran pusat kekuasaan, turut memengaruhi pendanaan dan perhatian terhadap ilmu pengetahuan. Ketika birokrasi sekuler menyusut atau berubah, patronase bagi ilmuwan dan penerjemah juga melemah.

Penelitian empiris terbaru mengaitkan kemerosotan keluaran ilmiah (publikasi/penemuan) dengan peningkatan kekuasaan elite agama. Ini menunjukkan bahwa dinamika politik dan distribusi kekuasaan ikut menentukan apakah ilmu mendapat dukungan institusional. Namun kajian modern menunjukkan bahwa hubungan antara agama dan ilmu lebih kompleks.

Banyak sarjana (termasuk George Saliba) menekankan kontinuitas dan kemajemukan tradisi ilmiah Islam—bukan satu titik runtuh—dan menolak reduksionisme yang menyalahkan satu individu atau kelompok saja. Perdebatan teologis memang memengaruhi iklim intelektual, tetapi bukan satu-satunya atau selalu penyebab utama menurunnya inovasi.

Tips Bisnis Berkah: Cara Efektif Menghindari Syubhat dalam Transaksi Modern

Faktor teknologi dan komunikasi: keterlambatan adopsi Iptek

Adopsi teknologi komunikasi modern seperti mesin cetak berlangsung lambat di beberapa wilayah pemerintahan Islam besar. Salah satu faktor penting yang memengaruhi perlambatan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam adalah keterlambatan dalam mengadopsi teknologi baru, khususnya dalam bidang komunikasi dan produksi informasi.

Mesin cetak ditemukan oleh Johannes Gutenberg pada pertengahan abad ke-15 di Eropa dan dengan cepat mendorong revolusi informasi. Buku-buku ilmiah, karya sastra, dan risalah penelitian dapat diproduksi massal dengan biaya murah, sehingga mempercepat penyebaran ilmu.

Sebaliknya, di banyak wilayah Islam, penggunaan mesin cetak sempat dilarang atau dibatasi karena kekhawatiran akan merusak tradisi penyalinan naskah, mengancam pekerjaan penulis naskah, atau bahkan mengubah kemurnian teks agama.

Larangan ini menyebabkan ketergantungan pada metode penyalinan manual yang lambat dan mahal. Akibatnya, penyebaran ide-ide ilmiah menjadi terbatas, diskusi akademik berjalan lamban, dan inovasi sulit berkembang secara kolektif.

Selain itu, lemahnya infrastruktur komunikasi antarwilayah — baik darat maupun laut — membuat pertukaran informasi antarkota dan antarnegara Muslim kurang optimal. Minimnya jaringan komunikasi ilmiah ini menghambat kolaborasi lintas wilayah yang sebelumnya menjadi salah satu kekuatan utama pada masa keemasan Islam. Kombinasi dari faktor ini membuat ekosistem inovasi di dunia Islam kesulitan untuk menandingi laju kemajuan yang terjadi di Eropa pada abad modern awal.

Romantisme Rumah Tangga Rosululloh SAW

Dampak eksternal: konflik, kolonialisme, dan disrupsi ekonomi

Invasi besar seperti serangan Mongol pada abad ke-13 yang menghancurkan Baghdad tahun 1258 M menjadi salah satu titik kritis. Peristiwa ini tidak hanya meruntuhkan pusat politik Kekhalifahan Abbasiyah, tetapi juga memusnahkan ribuan manuskrip berharga di Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan). Kehancuran infrastruktur intelektual ini mengakibatkan terputusnya rantai transmisi ilmu dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Selain invasi Mongol, konflik internal antar-dinasti dan peperangan berkepanjangan di wilayah Timur Tengah, Afrika Utara, dan Asia Tengah turut menguras sumber daya negara.

Memasuki abad ke-16 hingga ke-19, kolonialisme Eropa membawa dampak struktural yang sangat besar. Negara-negara kolonial seperti Inggris, Prancis, dan Belanda tidak hanya menguasai wilayah secara militer, tetapi juga mengatur sistem ekonomi untuk kepentingan mereka. Pendidikan modern diperkenalkan, namun sering diarahkan untuk mencetak tenaga administratif, bukan peneliti atau inovator.

Dampak ekonominya juga tidak kecil. Pergeseran ini membuat banyak pusat perdagangan Islam kehilangan pemasukan besar yang selama ini menjadi sumber pembiayaan kegiatan ilmiah. Pada akhirnya, kombinasi konflik militer, disrupsi ekonomi, dan dominasi kolonial membuat ekosistem ilmu pengetahuan di dunia Islam sulit pulih dengan cepat.

Bukan “takdir”, melainkan kombinasi sebab

“Kemunduran” ilmu pengetahuan dalam dunia Islam bukanlah hasil dari satu sebab tunggal atau semata-mata karena agama. Penjelasan yang paling meyakinkan adalah kombinasi faktor: perubahan institusional pendidikan, dinamika politik dan patronase, disrupsi akibat konflik dan kolonialisme, keterlambatan adopsi teknologi komunikasi, serta kebijakan modern dan investasi.

Banyak peneliti juga menekankan bahwa narasi linear “kejayaan lalu runtuh” terlalu sederhana. Sejarah ilmiah dunia Islam adalah mozaik lokal yang berbeda-beda menurut waktu dan tempat. Perbaikan berkelanjutan memerlukan kebijakan pendidikan yang kuat, dukungan institusional untuk penelitian, serta ruang akademik yang terbuka untuk kritik dan inovasi untuk kemajuan Golden Age Islam. *TeddyNs


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement