SURAU.CO – Aristoteles mendefinisikan manusia sebagai zoon politikon, ini bermakna “makhluk yang berpolitik”. Istilah ini lekat maksudnya dengan manusia sebagai “makhluk sosial”. Ciri makhluk sosial ini merangkum kecenderungan-kecenderungan manusia membutuhkan untuk hidup bersama dalam komunitas.
Hubungan Sosial Manusia
Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqaddimah, menjelaskan bahwa hubungan sosial manusia adalah sesuatu yang sangat penting. Senada dengan Aristoteles, ia menjelaskan bahwa manusia itu memiliki tabiat madani (sipil atau sosial). Manusia mesti memiliki hubungan sosial menurut istilah disebut Al-Madinah (civil society). Ini sama dengan makna Al-‘Umran (peradaban).
Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dan menyusunnya dalam suatu bentuk yang tidak mungkin terwujud kelangsungan hidupnya,kecuali dengan makanan. Selanjutnya Allah membimbing manusia untuk mencari makanan tersebut dengan fitrah yang ditanamkan ke dalam dirinya dan dengan kemampuan yang ada pada manusia untuk mendapatkan makanan.
Kemampuan Manusia Terbatas
Namun kemampuan satu manusia saja sangat terbatas dan tidak cukup untuk mencapai kebutuhannya. Misalnya, ia mampu memperoleh paling sedikit dari makanannya, yaitu satu kali makan dalam sehari. Maka ia tidak dapat menghasilkannya kecuali dengan menumbuk bahan makanan, lalu membuatnya dalam bentuk adonan, dan memasaknya. Ketiga proses tersebut membutuhkan wadah dan peralatan yang tak dapat terwujud, kecuali dengan adanya tukang besi, tukang kayu, dan pembuat tembikar.
Contoh lain, ia mengonsumsi biji-bijian tanpa melalui proses-proses tersebut. Maka untuk mendapatkan biji-bijian ia butuh proses-proses lain yang lebih banyak daripada sekadar sekadar proses sederhana, seperti menanam, memanen, dan mengeluarkan biji dari kulitnya.
Masing-masing proses tersebut membutuhkan peralatan dan keahliannya yang lebih banyak daripada proses-proses sebelumnya. Mustahil satu orang dapat melakukan semua itu atau sebagiannya. Karena itu, harus terkumpul banyak kemampuan dari banyak manusia agar mereka dapat bertahan hidup. Adanya hubungan sosial membuat kebutuhan-kebutuhan mereka mudah terpenuhi.
Insting Mempertahankan Diri Manusia
Begitu juga untuk mempertahankan diri, manusia butuh bantuan dari manusia lain. Sebab, ketika Allah menciptakan insting dalam diri hewan dan membagi-bagikan kemampuan di antara mereka, maka Allah menjadikan hewan, terutama yang buas, memiliki kekuatan yang jauh lebih besar daripada kekuatan manusia. Begitu juga keledai dan banteng. Bahkan kekuatan singa dan gajah berlipat kali lebih besar daripada kekuatan manusia.
Dalam Muqaddimah, insting memusuhi itu ada dalam diri setiap binatang, maka untuk masing-masing binatang, Allah menciptakan anggota tubuh yang ia gunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Untuk manusia, Allah menjadikan ganti atas semua itu, yakni akal pikiran dan tangan. Tangan berfungsi untuk berbagai macam keahlian dengan bantuan daya pikir. Keahlian-keahlian menghasilkan beragam peralatan yang menggantikan anggota-anggota tubuh yang binatang-binatang buas punya untuk mempertahankan diri. Contohnya, tombak menggantikan tanduk, pedang menggantikan cakar-cakar yang mencengkeram dan melukai. Perisai yang menggantikan kulit-kulit yang keras, dan lain sebagainya. Ini selaras pendapat Galinos–dokter, filsuf, dan penulis Yunani yang hidup pada abad ke-2 Masehi –dalam buku Fungsi Anatomi Tubuh.
Manusia Membutuhkan Manusia Lain
Kekuatan satu manusia tidak dapat membandingi kekuatan binatang, terutama binatang buas. Ia lemah untuk melawan kekuatan binatang buas tersebut sendirian. Kekuatannya juga tidak cukup untuk menggunakan peralatan-peralatan yang ada padanya. Oleh sebab itu, perilaku tolong-menolong sangat penting. Selama hubungan tolong-menolong tersebut tidak terwujud, maka makanan yang ia butuhkan tidak terwujud dan kelangsungan hidupnya tidak dapat bertahan. Hal itu karena Allah telah menciptakannya dalam kondisi butuh kepada makanan sebagai syarat utama untuk hidup.
Sehingga manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Ia juga tidak dapat mempertahankan hidupnya dari serangan musuh, karena ia tidak mempunyai senjata. Sehingga ia menjadi sasaran binatang buas. Akibatnya hidupnya mudah binasa dan punahlah ras manusia. Namun, jika perilaku tolong-menolong itu terwujud di antara mereka, maka tercapailah makanan untuk stamina tubuh dan persenjataan untuk mempertahankan diri. Dengan demikian, sempurnalah hikmah Allah dalam hal kelanggengan manusia.
Dengan demikian, hubungan sosial itu merupakan sesuatu yang urgen dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, jika hubungan sosial tidak ada, maka tidak sempurna wujud mereka. Sehingga tidak terwujud apa yang Allah hendaki berupa memakmurkan dunia dengan menjadikan manusia sebagai khalifah.Inilah makna Al-‘Umran (peradaban) yang Ibnu Khaldun maksudkan dalam Muqaddimah. (St.Diyar)
Referensi:
Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun.Muqaddimah Ibnu Khaldun, 2011
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
