Kisah
Beranda » Berita » Sultan Saladin: Pembebas Mesjid Al-Aqsha

Sultan Saladin: Pembebas Mesjid Al-Aqsha

SULTAN saladin: pembebas mesjid al-aqsha
Ilustrasi AI (sumber:chatgpt.com)

SURAU.CO – Pada Minggu 20 September 1187, Sultan Saladin dan pasukannya mengepung Yerusalem, mula-mula memasang kemah di sebelah barat Menara Daud lalu pindah ke timur laut. Kota itu penuh dengan pengungsi, tapi hanya tersisa dua ksatria yang tersisa untuk berperang di bawah patriarki dan dua ratu Yerusalem, Sibylla dan janda Raja Amaury, Maria, yang kini menikah dengan bangsa Balian dari Ibelin. Saat itu Patriark Heraclius–pemimpin gereja kristen latin Yerusalem–nyaris tak bisa mendapatkan lima puluh orang untuk menjaga tembok.

Surat Balian dari Ibelin kepada Saladin

Beruntunglah Balian dari Ibelin datang, dengan perlindungan Saladin, untuk menyelamatkan istrinya, Ratu Maria dan anak-anak mereka. Balian sudah berjanji kepada Saladin untuk tidak berperang, tapi kini warga Yerusalem memohon kepadanya untuk mengambil tongkat komando. Balian tidak bisa menolak dan menulis sebagai seorang ksatria kepada ksatria lain, dia meminta maaf kepada Saladin, yang memaafkan tindakan buruk ini.

Sultan bahkan mengatur pengawalan Maria dan anak-anak. Memberi mereka jubah-jubah dengan perhiasan dan memperlakukan mereka dengan baik, sultan mendudukkan anak-anak itu pada pangkuannya dan mulai menangis, karena tahu mereka  akan melihat Yerusalem untuk terakhir kalinya. Sultan Saladin berkata:

Semua hal di dunia ini hanya dipinjamkan kepada kita.

Balian Mengangkat Ksatria

Balian mendaulat setiap anak lelaki yang berusia di atas enam belas tahun menjadi ksatria ditambah tiga puluh borjuis, mempersenjatai setiap pria, melancarkan serangan-serangan. Saat Saladin mulai menyerang, kaum perempuan berdoa di Kuburan Suci, mencukur kepala mereka dalam penebusan dosa, dan para pendeta dan biara berpawai telanjang kaki di bawah tembok-tembok.

Menjadi Lembut Bukan Berarti Lemah: Seni Tenang di Tengah Kekacauan

Pada 29 September, para insinyur perang Saladin meruntuhkan tembok.Orang-orang Frank (pasukan Salib yang datang dari Eropa Barat), siap mati sebagai martir suci, tapi Patriark Heraclius mencegah mereka, dengan mengatakan ini akan membuat kaum perempuan menjadi budak-budak. Orang-orang Kristen Syria, yang membuat marah orang-orang Latin, setuju membuka gerbang bagi Saladin.

Perundingan Saladin-Balian dari Ibelin

Pada tanggal 30, saat pasukan Muslim menyerang kota, Balian mengunjungi Saladin untuk bernegosiasi. Bendera kesultanan  bahkan dinaikkan di atas tembok, tapi tentara-tentaranya dihalau.

“Kami akan menanganimu sebagaimana kau menangani penduduk Yerusalem pada 1099 dengan pembunuhan dan perbudakan kejahatan-kejahatan lain,” kata Saladin kepada Balian.

“Sultan,” jawab Balian,

Ada banyak sekali orang kami di dalam kota. Jika kami melihat kematian tak terelakkan, kami akan membunuh anak-anak dan istri-istri kami, dan meruntuhkan Haram al-Syarif dan Masjid al-Aqsa.

Nasihat Imam Al-Ghazali tentang Meraih Khusyuk dan Mengobati Hati yang Lalai Saat Shalat

Dengan ancaman itu, Saladin menyetujui beberapa kesepakatan. Dengan kemurahan hatinya, Saladin membebaskan Ratu Sibylla dan bahkan janda Reynald de Chatillon. Akan tetapi,  warga Yerusalem lainnya harus ditebus atau dijual sebagai budak.

Kemurahan Hati Saladin

Ketika dia memberi nasihat kepada salah satu putranya tentang bagaimana membangun sebuah imperium, dia berkata:

Aku hanya mencapai apa yang bisa kucapai dengan membujuk orang-orang. Jangan dendam kepada siapa pun karena Kematian tidak luput bagi setiap orang. Rawatlah hubungan dengan orang-orang.

Penampilan Saladin tidak mengesankan dan dia tidak punya kesombongan. Ketika jubah suteranya terciprat oleh seorang kerabat istana yang menunggang kuda di Yerusalem, dia hanya meledak dalam tawa. Dia tidak pernah melupakan bahwa lika-liku nasib yang telah membawa keberhasilannya bisa dengan mudah berbalik.
Meskipun kariernya penuh dengan darah, dia tidak menyukai kekerasan, seperti ketika menasihati putra kesayangannya, Zahir:

Aku peringatkan kau untuk tidak menumpahkan darah,menikmatinya sebagai kebiasaan, karena darah tidak pernah tidur.

Adab ke Diri Sendiri: Jangan Jahat Sama Pikiranmu

Ketika orang-orang Muslim penyerbu mencuri seorang bayi dari seorang perempuan Frank. Ibu anak  itu menerobos barisan untuk memohon kepada Saladin. Sultan saat itu tergugah sampai menangis, ia segera memerintahkan pengawalnya mengembalikan bayi itu kepada ibunya. Dalam kesempatan lain, ketika salah satu putranya minta izin untuk membunuh sebagian tawanan Frank, Saladin menegurnya dan menolak, sehingga semakin sedikit dia merasakan kesenangan membunuh.(St.Diyar)

Referensi:

Simon Sebag Montefiore, Jerusalem the Biography, 2011.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement