Kisah
Beranda » Berita » Makanan Terbaik Dari Hasil Kerja Sendiri: Refleksi tentang Keteguhan, Keringat, dan Kehormatan dalam Bekerja

Makanan Terbaik Dari Hasil Kerja Sendiri: Refleksi tentang Keteguhan, Keringat, dan Kehormatan dalam Bekerja

Refleksi tentang Keteguhan, Keringat, dan Kehormatan dalam Bekerja

JUANG DI BALIK MOTOR TUA DAN KARUNG: Refleksi tentang Keteguhan, Keringat, dan Kehormatan dalam Bekerja.

 

Di tengah senja yang mulai meredup pada 7 Agustus 2025, seorang pria berdiri di samping motornya yang telah setia menemaninya bekerja. Di jok belakang motor itu, tampak karung besar berisi dedaunan hijau, kemungkinan pakan ternak yang diikat dengan tali dan sarung tangan kerja. Foto ini mungkin tampak biasa bagi sebagian orang, namun menyimpan pelajaran luar biasa tentang kehidupan, kerja keras, dan martabat.

Foto ini bukan sekadar dokumentasi. Ia adalah potret nyata dari perjuangan manusia untuk mempertahankan hidup dengan cara yang halal dan bermartabat. Sosok dalam gambar ini dengan kaus kerja sederhana, keringat yang membasahi dahi, dan ekspresi penuh ketegasan adalah simbol dari para pejuang nafkah yang sering terlupakan oleh hiruk pikuk kota dan dunia digital yang sibuk dengan gemerlapnya.

Ketika Daun Hijau Menjadi Simbol Kehidupan

Karung putih besar yang berisi dedaunan segar bukan sekadar barang bawaan biasa. Ia merepresentasikan hasil dari kerja keras: menyabit, memungut, atau mungkin membeli dedaunan ini untuk memberi makan hewan ternak.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Pekerjaan seperti ini, meski tidak pernah masuk daftar profesi elite, sangat vital dalam rantai kehidupan masyarakat. Tanpa mereka, tidak ada susu, daging, atau bahan pangan yang sampai ke meja makan kita.

Betapa banyak dari kita yang menikmati kenyamanan hidup, tetapi lupa pada mata rantai manusia tangguh yang bekerja tanpa sorotan kamera. Foto ini mengingatkan kita bahwa pekerjaan apapun, selama halal dan dilakukan dengan niat baik, adalah mulia di hadapan Allah ﷻ.

Motor Tua, Semangat Baru

Motor yang dipakai tampak bukan motor baru. Barangkali sudah melewati puluhan ribu kilometer, membawa beban demi beban, menerjang hujan dan terik, menyusuri jalan berlumpur dan berdebu. Namun ia tetap hidup, tetap bergerak, seperti pemiliknya yang juga terus melaju meski hidup penuh tantangan.

Banyak dari kita yang mengejar kenyamanan, mengeluh jika fasilitas tidak ideal, atau memamerkan kemewahan kendaraan. Tapi pria ini menunjukkan bahwa nilai hidup tidak terletak pada apa yang kita kendarai, tetapi ke mana kita mengarah dan apa tujuan perjalanan kita.

Motor tua itu adalah saksi bisu dari keringat yang mengalir setiap hari, dari doa-doa yang dipanjatkan dalam keheningan, dari kesetiaan seorang ayah atau kepala keluarga yang tak pernah lelah menafkahi keluarganya.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Keringat adalah Mahkota

Baju kerja yang tampak basah oleh keringat bukanlah tanda kelemahan, tapi justru simbol kekuatan. Islam mengajarkan bahwa tangan yang kasar karena bekerja adalah tangan yang dicintai Allah ﷻ. Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari hasil kerja tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)

Keringat itu bukan sekadar air asin yang keluar dari tubuh, melainkan bukti dedikasi. Bukti bahwa seseorang tidak menyerah pada keadaan. Bahwa kehormatan hidup ada pada kemampuan untuk mencukupi kebutuhan tanpa mengemis, tanpa mengambil yang bukan haknya, dan tanpa menjual integritas.

Di Lapangan, Bukan di Kantor

Latar tempat yang terlihat seperti lapangan terbuka, mungkin sebuah halaman sekolah atau fasilitas umum yang sementara dijadikan tempat rehat, menyiratkan kerja lapangan yang tidak mengenal waktu dan cuaca. Tidak ada AC, tidak ada ruang istirahat nyaman, tapi ada semangat, ada harapan.

Betapa banyak orang yang hari-harinya dihabiskan di tempat seperti ini. Mereka tidak menuntut banyak.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Mereka tidak viral. Tapi jika mereka berhenti bekerja, kota akan lumpuh. Pasar akan kosong. Hidup akan lebih mahal.

Doa untuk Para Pekerja Keras

Kita perlu lebih sering mendoakan orang-orang seperti ini. Para pejuang yang mungkin tidak punya media sosial, tidak terkenal, tidak viral, tapi sangat berjasa dalam kehidupan umat manusia.

Ya Allah, berkahilah mereka yang mencari nafkah dengan cara halal. Lapangkanlah jalan mereka.

Kuatkan tubuh dan iman mereka. Jadikan mereka termasuk orang-orang yang dicintai-Mu, yang dijaga dari rasa putus asa dan dibalas dengan kemuliaan di dunia dan akhirat.

Dimensi Ibadah dalam Bekerja

Islam tidak pernah memisahkan dunia kerja dengan nilai-nilai ibadah. Dalam Islam, bekerja untuk memberi nafkah keluarga adalah bentuk ibadah yang besar pahalanya. Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus kecuali dengan kesulitan dalam mencari nafkah.”
(HR. Thabrani)

Oleh karena itu, foto seperti ini bukan sekadar potret kerja, tetapi potret ibadah. Keringat yang menetes adalah zikir dalam bentuk tindakan. Langkah-langkah kaki ke tempat kerja adalah jejak yang ditulis malaikat. Usaha yang dilakukan adalah bagian dari jihad fi sabilillah.

Pelajaran untuk Kita Semua

Dari foto ini, kita bisa menarik beberapa pelajaran penting:

1. Jangan remehkan pekerjaan orang lain. Setiap profesi yang halal adalah bagian dari ekosistem kehidupan.

2. Syukuri fasilitas dan kemudahan yang kita miliki. Tidak semua orang punya motor bagus, kerja di ruangan nyaman, atau jam kerja fleksibel.

3. Keringat adalah tanda keberkahan. Jangan takut bekerja keras. Justru dalam kerja keras itu ada pelajaran, rezeki, dan keberkahan.

4. Tundukkan kesombongan. Jangan merasa lebih mulia hanya karena pekerjaan kita lebih modern atau bergaji tinggi.

5. Bangga menjadi bagian dari masyarakat pekerja. Kita tidak perlu malu dengan profesi kita, selama itu halal dan bermanfaat.

Penutup: Di tengah dunia yang gemar menampilkan glamor dan pencitraan, foto ini tampil sebagai narasi jujur tentang manusia dan kehidupannya. Tentang bagaimana kehormatan tidak dibentuk oleh kamera mahal atau pangkat besar, tapi oleh peluh, doa, dan keteguhan hati.

Kita butuh lebih banyak narasi seperti ini. Narasi yang membumi. Narasi yang menyentuh. Narasi yang mengingatkan kita bahwa kehidupan bukanlah soal siapa yang paling terlihat, tapi siapa yang paling tulus menjalani perannya di bumi Allah ini.

Dan untuk Anda yang di dalam foto—atau siapa pun yang hidup dalam situasi serupa—tetaplah semangat. Keringatmu dicatat oleh langit. Usahamu dilihat oleh Tuhan. Dan kehormatanmu lebih tinggi dari mereka yang hanya tahu duduk, mengeluh, dan mencibir. Barakallahu fiikum, Rodok Kaltara. (Tengku)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement