Opinion
Beranda » Berita » Koruptor: Musuh Agama dan Kemanusiaan

Koruptor: Musuh Agama dan Kemanusiaan

Koruptor: Musuh Agama dan Kemanusiaan
Ilustrasi Korupsi

SURAU.CO – Korupsi tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merampas masa depan bangsa dan merugikan jutaan rakyat. Saat seorang pejabat menyalahgunakan wewenang dan menggerogoti uang negara, ia tidak hanya merampok anggaran negara, tetapi juga menghancurkan harapan banyak orang: anak-anak yang ingin sekolah, pasien yang membutuhkan layanan kesehatan, serta masyarakat yang menanti perbaikan jalan-jalan yang membahayakan.

Ketika kita memaafkan koruptor tanpa mengembalikan keadilan sama saja dengan menghianati rakyat dua kali. Pertama, saat koruptor menjarah uang rakyat. Kedua, saat kita membiarkan koruptor bebas melenggang atas nama belas kasihan.

Beberapa waktu lalu, Presiden Proboso menyampaikan pernyataan tentang pentingnya nasib memperhatikan keluarga koruptor. Pernyataan itu terdengar penuh empati. Namun, di tengah kejahatan sistemik yang merusak tatanan bangsa, empati seperti itu justru bisa berbahaya. Kita harus mewaspadai agar empati itu tidak berubah menjadi simpati yang salah arah. Korupsi merupakan kejahatan terstruktur  yang merusak sendi-sendi negara dan menghancurkan hak-hak publik.

Korupsi dan Luka yang Dalam

Para pelaku korupsi biasanya menyusup ke dalam sistem pelayanan publik—dari pengadaan alat kesehatan, pembangunan jalan, hingga program bantuan sosial. Mereka menyalahgunakan uang yang seharusnya membantu rakyat dan memindahkannya ke kantong pribadi. Akibatnya, anak-anak gagal sekolah, pasien tidak mendapat pertolongan, dan masyarakat kecil tetap hidup dalam ketimpangan.

Dengan tindakan itu, para koruptor tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak nilai-nilai kemanusiaan. Mereka menelantarkan orang-orang yang paling membutuhkan dan menyalahgunakan ketidakadilan antargenerasi.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Oleh karena itu, kita patut menyebut korupsi sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Koruptor dalam Pandangan Agama

Setiap agama mengajarkan nilai kebaikan, keadilan, dan amanah. Dalam Islam, Al-Qur’an mengecam orang-orang yang merusak tatanan kehidupan atau fasād fi al-arḍ —kerusakan di muka bumi. Tindakan itu termasuk dalam kategori dosa besar. Korupsi menjadi bentuk nyata dari kerusakan itu.

Said Aqil Siradj menegaskan bahwa kita tidak boleh memusuhi orang-orang yang berbeda keyakinan, tetapi kepada pelaku kezaliman: pengedar narkoba, pelaku kekerasan, dan koruptor. Gus Dur pun mengingatkan bahwa bangsa ini tidak akan hancur karena bencana alam atau perbedaan ideologi, melainkan karena rusaknya moral dan meluasnya praktik korupsi.

Jadi, para koruptor bukan hanya musuh negara, tetapi juga musuh agama. Mereka menistakan kejujuran, menghancurkan keselamatan, dan menyakiti sesama manusia.

Menegaskan Musuh Agama

Simapti  kepada anak atau keluarga pelaku korupsi tidak dilarang. Mereka juga  manusia yang bisa terluka. Namun, seorang pemimpin negara harus lebih berhati-hati saat mengekspresikan empati. Bila para pemimpin terlalu mudah menunjukkan simpati kepada keluarga koruptor, maka masyarakat bisa salah menangkap pesan seolah-olah kejahatan besar bisa dimaafkan begitu saja.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa banyak keluarga koruptor justru terlibat langsung: mereka menerima uang haram, menyembunyikan aset, dan bahkan membentuk perusahaan palsu untuk menyamarkan hasil korupsi. jadi, tidak adil jika kita  menganggap semua keluarga pelaku sebagai korban. Negara harus bersikap adil, melindungi mereka yang benar-benar tidak terlibat, dan harus menghukum mereka yang ikut menikmati hasil kejahatan.

Bangsa ini harus tegas dalam menentukan siapa sebenarnya musuh bersama bangsa ini. Bukan mereka yang berbeda agama  atau pandangan politik. Musuh bersama kita adalah mereka yang menghianati kepercayaan rakyat, menjarah uang negara, dan merusak masa depan generasi. Koruptor adalah musuh agama karena melanggar nilai ketuhanan. Mereka juga musuh kemanusiaan karena merampas hak hidup sesama. Selama kita tidak menempatkan mereka pada posisi yang tepat, maka keadilan hanya akan menjadi angan-angan belaka.

Mari kita jaga kewarasan moral bangsa ini. Jangan sampai rasa simpati membutakan keadilan. Di balik angka-angka kerugian negara, jutaan rakyat kecil menjerit karena haknya telah dirampas.

 

Menyelaraskan Minimalisme dan Konsep Zuhud: Relevansi Kitab Riyadhus Shalihin di Era Modern

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement