Fiqih
Beranda » Berita » Memahami Keringanan Salat Sambil Duduk: Batasan dan Syaratnya

Memahami Keringanan Salat Sambil Duduk: Batasan dan Syaratnya

Fikih Salat Sambil Duduk

SURAU.CO – Di masjid, pemandangan jemaah yang salat sambil duduk sudah biasa kita temui. Beberapa di antara mereka duduk di lantai, sementara yang lain menggunakan kursi. Umumnya, kondisi ini identik dengan jemaah lanjut usia. Akan tetapi, bagaimana jika yang melakukannya adalah orang yang tampak muda dan sehat? Situasi ini tentu menimbulkan pertanyaan mengenai batasan yang memperbolehkan salat sambil duduk.

Memahami aturan ini sangatlah penting. Sebab, berdiri tegak merupakan salah satu pilar utama dalam salat fardu. Mengetahui kapan keringanan ini berlaku akan membantu menyempurnakan ibadah kita.

Hukum Asal: Berdiri adalah Rukun Salat Fardu

Para ulama sepakat bahwa berdiri adalah rukun dalam salat fardu bagi yang mampu. Meninggalkan rukun ini tanpa uzur dapat menyebabkan salat fardu menjadi tidak sah. Kewajiban ini tercantum jelas dalam firman Allah Ta’ala,

وَقُومُوا لِلَّهِ قَنِتِينَ

“Berdirilah (dalam salat) kepada Allah dengan khusyuk dan ketundukan.” (QS. Al-Baqarah: 238)

Mengkafani Jenazah: Panduan Tradisi, Tata Cara, dan Hikmah Abadi

Dalil penguatnya juga datang dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadis yang sangat populer. Beliau bersabda,

صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ

“Salatlah sambil berdiri! Jika engkau tidak mampu, maka (salatlah) sambil duduk. Jika engkau tidak mampu, maka (salatlah) sambil berbaring.” (HR. Bukhari)

Kedua dalil ini menegaskan bahwa posisi berdiri adalah sebuah kewajiban. Seseorang tidak boleh menggantinya dengan duduk jika ia masih memiliki kemampuan fisik.

Kapan Seseorang Dianggap Tidak Mampu Berdiri?

Islam merupakan agama yang penuh kemudahan. Allah tidak akan membebani hamba-Nya di luar batas kemampuan. Oleh karena itu, syariat memberikan keringanan (rukhsah) bagi mereka yang memiliki uzur syar’i. Uzur ini tidak hanya terbatas pada kondisi sakit. Syekh Shalih Al-Fauzan menjelaskan bahwa konsep ketidakmampuan mencakup situasi yang lebih luas.

Sejarah Awal Mula Daging Anjing Diharamkan dalam Islam

Contohnya adalah seseorang yang takut diserang musuh jika terlihat berdiri. Keadaan lain misalnya ketika seseorang terjebak dalam ruang sempit beratap rendah. Dalam semua kondisi tersebut, seseorang boleh salat sesuai keadaannya saat itu.

Lalu, bagaimana batasan spesifik untuk ketidakmampuan ini? Para ulama memberikan dua kaidah praktis untuk mengukurnya. Kaidah pertama sangat sederhana: jika seseorang sudah tidak mampu berdiri untuk urusan dunia, ia jelas memiliki uzur untuk salat sambil duduk.

Kaidah kedua, yang dijelaskan oleh Syekh ‘Utsaimin, lebih menekankan pada aspek kekhusyukan. Menurut beliau, batasan ketidakmampuan adalah kesulitan yang sampai menghilangkan khusyuk—inti dari salat. Apabila seseorang memaksakan diri berdiri namun merasakan sakit hebat atau pusing, fokus ibadahnya pasti akan terganggu. Pada titik inilah keringanan untuk salat duduk mulai berlaku.

Bagaimana Jika Hanya Mampu Berdiri Sebagian?

Bagaimana jika seseorang hanya kuat berdiri pada sebagian rakaat? Prinsip utamanya adalah “lakukan sesuai kemampuan”. Syekh Ibnu Baz menjelaskan, jika seseorang mampu berdiri di awal salat, ia wajib melakukannya. Apabila di tengah salat ia merasa tidak sanggup lagi, ia boleh melanjutkannya sambil duduk.

Kewajiban berdiri hanya berlaku selama kemampuan itu ada. Inilah bukti keindahan dan fleksibilitas syariat Islam.

Keutamaan Shaf Pertama dalam shalat berjamaah

Perbedaan Aturan untuk Salat Sunah

Penting untuk dicatat bahwa semua pembahasan di atas berfokus pada salat fardu. Untuk salat sunah, aturannya jauh lebih longgar. Berdiri bukanlah rukun wajib dalam salat sunah, sehingga seseorang boleh melakukannya sambil duduk meskipun tanpa uzur.

Dasar dari keringanan ini adalah perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri. Beliau sering menunaikan salat sunah di atas kendaraannya saat bepergian. Meski demikian, pilihan ini memiliki konsekuensi pada pahala. Rasulullah bersabda,

صَلَاةُ الرَّجُلِ قَاعِدًا نِصْفُ الصَّلَاةِ

“Salatnya seorang yang duduk, setengah (pahala) salat (sambil berdiri).” (HR. Abu Dawud)

Hadis ini menegaskan bahwa pahala salat sunah sambil duduk hanya separuh dari pahala berdiri.

Berdiri merupakan rukun wajib dalam salat fardu bagi yang mampu. Keringanan untuk salat sambil duduk diberikan kepada mereka yang memiliki uzur syar’i. Batasan utamanya adalah kesulitan yang dapat menghilangkan kekhusyukan salat. Adapun untuk salat sunah, seseorang boleh duduk meski tanpa uzur, namun pahalanya menjadi setengah. Semoga penjelasan ini memberikan pencerahan.

Wallahu a’lam bish-shawab.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement