SURAU.CO. Indonesia sedang berada di perjalanan sejarah dan kita saat ini sedang memasuki era baru di mana teknologi berkembang pesat, ekonomi digital tumbuh, dan peran anak muda semakin besar. Namun, di tengah semua kemajuan itu, berbagai masalah lama belum juga selesai: kesenjangan sosial melebar, krisis lingkungan memburuk, dan polarisasi masyarakat akibat perpecahan politik masih terasa.
Karena itu, kepemimpinan di Indonesia perlu pembenahan serius dengan meneladani seni kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah pemimpin yang jujur, adil, rendah hati, dan selalu berpihak pada rakyat kecil. Keteladanan beliau menjadi contoh penting agar pucuk pimpinan kita tidak hanya mahir mengelola kekuasaan, tetapi juga membawa keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan bagi semua.
Pemimpin Ideal di Era Modern
Pemimpin hari ini bukan lagi lambang kekuasaan yang duduk jauh di menara gading. Ia harus turun ke bawah, menyapa pedagang pasar, mendengar langsung keluh kesah mereka, dan memahami keresahan anak muda tentang sulitnya mencari kerja, mahalnya pendidikan, dan ancaman terhadap masa depan bumi yang mereka warisi. Ia sejatinya tak cukup hanya mengirim bantuan saat bencana datang; ia harus hadir, berdiri bersama rakyat yang terluka.
Kepemimpinan hari ini harus lentur namun tegas. Seorang pemimpin tidak boleh larut dalam citra (baca: pencitraan) semata, Ia harus menunjukkan keberpihakan yang nyata dan harus berani menegakkan keadilan serta mampu memulihkan kepercayaan publik yang lelah dengan janji tanpa bukti.
Pemimpin Indonesia hari ini harus mampu menjahit kembali tenun kebangsaan. Ujaran kebencian dan polarisasi politik telah merobek tenun kebangsaan. Ia harus menjadi perekat, bukan pemecah dan hanya mengatur barisan yang sepaham dan se-ideologi. Negara ini Insya Allah tidak akan kekurangan adanya orang pintar, namun yang dibutuhkan adalah orang yang benar: berani, adil, dan berpihak kepada yang lemah.
Kepemimpinan dalam Perspektif Islam
Islam tidak tinggal diam soal urusan pemimpin dan kepemimpinan. Dalam banyak ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad Saw, kepemimpinan adalah amanah besar. Pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban, baik di dunia maupun di akhirat. Kita tidak bisa asal pilih, apalagi karena iming-iming atau fanatisme sempit.
Dalam Islam, memilih mereka bukan perkara sepele karena menyangkut arah perjalanan masyarakat, kehidupan bernegara, dan bahkan moralitas umat.Rasulullah Saw bersabda:
“Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin.” (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah)
Hadis ini menegaskan betapa pentingnya keberadaan pemimpin, bahkan dalam lingkup yang kecil sekalipun. Tanpa keberadaan mereka, sebuah kelompok akan mudah kehilangan arah, tercerai, dan rawan terjadi konflik. Memilih mereka bukan sekadar urusan politik, ia adalah ikhtiar spiritual dan sosial. Sebab melalui pemimpin yang amanah, kita berharap tercipta tatanan yang tertib, adil, dan membawa kesejahteraan bagi semua.
Allah Swt telah menetapkan manusia sebagai khalifah fil ardh—wakil-Nya di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Ini bukan sekadar kehormatan, tapi amanah besar yang menuntut tanggung jawab. Seorang pemimpin sejati adalah ia yang mampu menjalankan peran ini dengan bijak: membawa masyarakat menuju kemaslahatan, menjaga keadilan, dan mengarahkan langkah umat menuju kebaikan dunia sekaligus keselamatan akhirat.
Kepemimpinan Ideal dengan Empat Sifat
Dalam memilih pemimpin, umat Islam memiliki warisan agung: empat sifat wajib Nabi Muhammad Saw. Sifat tersebut adalah Shidiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah. Keempat sifat ini relevan untuk setiap level kepemimpinan.
- Shidiq (Jujur), Pemimpin harus jujur. Jujur pada dirinya, rakyatnya, dan Tuhannya. Ia tidak menjanjikan hal muluk-muluk demi suara. Ia menolak politik uang. Ia menentang korupsi, dan menjaga akuntabilitas.
- Amanah (Dapat Dipercaya), Seorang pemimpin harus bisa dipercaya. Ia tidak menyalahgunakan kekuasaan. Ia berpegang pada aturan, menaati hukum, dan menjaga integritas. Amanah berarti tidak berkhianat pada harapan rakyat.
- Tabligh (Menyampaikan), Pemimpin yang baik tidak bersembunyi di balik meja. Ia hadir di tengah masyarakat guna menyampaikan informasi dengan jelas. Ia mendengarkan aspirasi, dan mempraktikkan amar makruf nahi munkar dan juga menjaga komunikasi yang terbuka adalah fondasi kepercayaan publik.
- Fathonah (Cerdas), Kecerdasan dalam kepemimpinan bukan hanya soal gelar akademik. Pemimpin mampu membaca situasi, mengambil keputusan adil, menyelesaikan konflik, dan menghadirkan solusi yang tepat. Cerdas dalam strategi, arif dalam kebijakan, dan adil dalam tindakan.
Empat sifat kepemimpinan Nabi ini menjadi bekal kita dalam menentukan pilihan. Di tengah dinamika zaman, kita butuh pemimpin yang layak dipercaya dan mampu bekerja. Mari kita jadikan momen ini sebagai lompatan kesadaran agar memilih dengan hati nurani, karena nilai dan integritas, dan bukan karena kedekatan, janji, atau pemberian.
Semoga Allah Swt menghadirkan pemimpin yang bijaksana, adil, dan penuh kasih. serta mampu membawa masyarakatnya menuju cita-cita mulia: baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur—sebuah negeri yang subur, damai, dan penuh ampunan dari Tuhan. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.(kareemustofa)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
