Khazanah
Beranda » Berita » Mengganggu Sholat Adalah Perbuatan Syaitan

Mengganggu Sholat Adalah Perbuatan Syaitan

Mengganggu Sholat Adalah Perbuatan Syaitan
Ilustrasi Orang Selesai Sholat. Sumber: Pinterest.

SURAU.CO. Shalat merupakan ibadah mulia yang mempertemukan kita langsung dengan Allah Ta’ala, Rabb semesta alam. Karena itu, setiap muslim harus berusaha menjaga kekhusyukan dan keheningan saat shalat berlangsung.

Ketika seseorang menunaikan shalat, ia tengah bermunajat kepada Rabbnya, mengingat, memohon, serta memuji-Nya. Maka, setiap muslim wajib menghormati suasana ini dan tidak mengganggu saudaranya yang sedang beribadah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika sedang beri’tikaf bersabda: “Ketahuilah bahwa setiap dari kalian sedang bermunajat kepada Rabbnya. Maka janganlah sebagian dari kalian mengganggu yang lainnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan dishahihkan Al-Albani)

Mengganggu Orang Shalat: Ciri Perbuatan Setan

Setiap bentuk gangguan, baik secara langsung maupun tidak, kepada orang yang sedang shalat termasuk perbuatan yang Allah larang. Bahkan, Allah Swt menyamakan orang yang mengganggu orang lain sholat dengan syaitan, karena perilakunya yang dapat mengalihkan perhatian dan mengganggu kekhusyukan shalat. Dalam Q.S. Al-Maidah ayat 91, Allah Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya syaitan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangimu dari mengingat Allah dan shalat.”

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan: “Barang siapa yang mengganggu kaum muslimin di jalan mereka, maka laknat mereka akan menimpanya.”

Gangguan terhadap orang yang sedang beribadah, baik dengan suara, gerakan, atau perilaku lain termasuk kemungkaran besar. Perbuatan tersebut merupakan bentuk meremehkan dan penghinaan terhadap kesucian ibadah yang berlangsung.

Contoh Perbuatan yang Mengganggu Shalat

Melangkahi Pundak Jamaah

Sebagian orang dengan sengaja melangkahi pundak jamaah untuk mencapai shaf depan, padahal tempat sudah penuh. Fenomena ini sering kita lihat ketika sholat Jumat, sholat tarwih atau sholat hari raya, ketika masjid penuh dengan jamaah. Ada saja jamaah yang datang terlambat, tetapi ingin mengisi shaf depan yang sudah penuh. Sikap ini tidak hanya mengganggu, tetapi juga tidak sopan.

Suatu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari Jum’at melihat seseorang melangkahi pundak saudaranya yang lain, maka beliau menegur perbuatan ini dan bersabda, “Duduklah, sungguh engkau telah mengganggu.” (HR. Ahmad)

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Fath menjelaskan bahwa hadits ini merupakan hadits yang paling keras dari hadits lainnya yang menyinggung permasalahan ini. Hadits di atas meskipun terjadi dalam shalat Jum’at, namun bukan berarti larangan hanya berlaku pada hari tersebut. Penyebutan dengan hari Jum’at karena pada umumnya pada hari tersebut banyak kaum muslimin yang hadir di masjid.

Riyadus Shalihin: Antidot Ampuh Mengobati Fenomena Sick Society di Era Modern

Telah berkata al-Imam an-Nawawi, “Orang yang masuk masjid, baik pada hari Jum’at atau selainnya dilarang melangkahi tengkuk saudaranya, kecuali jika sangat terpaksa (darurat).” (al-Majmu’ syarh al-Muhadzdzab 4/546)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga mengatakan, “Tidak boleh bagi siapa saja melangkahi pundak seorang muslim untuk mendapatkan shaf pertama jika di dekatnya tidak ada celah yang dapat diisi baik pada hari Jum’at atau lainnya. Karena hal itu merupakan perbuatan zhalim dan kedurhakaan kepada Allahsubhanahu wata’ala”.(al-Ikhtiyarat hal 87).

Para ulama memiliki perbedaan pendapat tentang hukum melangkahi pundak orang lain saat shalat. Beberapa ulama menganggapnya makruh, sementara yang lain, seperti al-Imam an-Nawawi dan Ibnu Taimiyah, mengharamkannya. Namun, ada pengecualian jika orang yang datang lebih dulu tidak menempati shaf awal dan membiarkan celah di shaf depan. Dalam kasus ini, seseorang boleh melangkahi pundak orang lain untuk menyempurnakan shaf dan menutup celah yang kosong. Wallahu a’lam, hanya Allah yang mengetahui yang terbaik.

Mendesak Orang Lain Saat Shalat

Sebagian orang memaksa diri masuk ke barisan depan meskipun shaf telah penuh. Tindakan ini menghilangkan kekhusyukan, membuat sesak, dan menyakiti jamaah lain. Mengutamakan pahala shaf depan tidak boleh dilakukan dengan cara menzhalimi saudara sendiri. Hampir sama dengan melangkahi pundak, fenomena ini sering terjadi pada hari Jum’at, ketika malam bulan Ramadhan dan semisalnya.

Terlalu berdesakan saat shalat dapat menyebabkan kita tidak bisa meletakkan tangan di dada dengan baik dan membuat kita berhimpitan dengan orang lain, terutama saat duduk atau tahiyat. Selain itu, menerobos shaf yang sudah rapat berarti kita merebut hak orang lain dan tidak menghormati jamaah yang datang lebih awal. Meskipun shaf awal sangat utama, mengganggu sesama muslim adalah haram. Maka, meninggalkan perbuatan haram harus kita prioritaskan daripada mengejar keutamaan. Kita harus menghormati jamaah lain dan menjaga kekhusyukan shalat bersama.

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

Rasulullah Saw memerintahkan kita ntuk merapatkan shaf, tetapi bukan untuk berdesak-desakan. Shaf shalat yang tidak lurus dan tidak rapat akan membuat celah bagi syaithan untuk mengganggu. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Rapatkanlah shaf-shaf kalian! Dekatkanlah di antara shaf-shaf tersebut! Sejajarkan leher-leher. Demi Dzat Yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya aku benar-benar melihat syaithan masuk dari celah shaf, seakan-akan setan itu anak-anak kambing” (HR. Abu Daud, An Nasa-I, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud)

Membaca Al-Qur’an dengan Suara Keras

Membaca al-Qur’an di dalam masjid memang berpahala, namun jika seseorang mengeraskan suaranya hingga mengganggu orang lain, maka ia telah berbuat salah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegur para sahabat yang membaca dengan keras saat i’tikaf:

“Ketahuilah sesungguhnya masing-masing dari kalian sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka janganlah sebagian dari kalian mengganggu yang lain, dan janganlah sebagian mengeraskan suara di atas yang lain dalam membaca al-Qur’an, atau beliau bersabda, “di dalam shalat.” (HR.Ahmad dan Abu Dawud)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa mengeraskan suara di dalam masjid termasuk perbuatan yang dilarang. Ia berkata, “Tidak boleh bagi siapa pun mengeraskan suara ketika membaca baik di dalam shalat maupun di luar shalat, terutama ketika di dalam masjid karena hal itu dapat mengganggu orang lain”. Dan ketika ditanya tentang mengeraskan bacaan al-Qur’an di dalam masjid, beliau menjawab, “Segala perbuatan yang bisa mengganggu orang yang berada di dalam masjid atau yang mengarah pada perbuatan itu maka hal itu terlarang, wallahu a’lam.( al-Fatawa 23/61)

Kita boleh membaca Al-Qur’an dengan suara yang tidak terlalu keras, asalkan tidak mengganggu orang lain. Bahkan, jika kita sedang belajar Al-Qur’an, mengeraskan bacaan bisa sangat bermanfaat karena dapat menggugah hati, menambah semangat, dan memberikan manfaat bagi orang lain yang mendengarkannya. Yang penting, kita harus merasa aman dari perbuatan riya’ dan tidak mengganggu kekhusyukan orang lain. Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar dan meningkatkan pemahaman kita tentang Al-Qur’an.

Kita dapat mengeraskan bacaan dalam shalat malam, asalkan kita mampu menjaga diri dari riya’ dan tetap fokus pada ibadah. Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mendengar seseorang membaca sebuah surat dari al-Qur’an pada suatu malam, beliau bersabda, “Semoga Allah merahmatinya, sungguh bacaannya itu telah mengingatkanku pada ayat ini dan ini yang sebelumnya saya kira bagian dari surat ini dan ini.” (HR.al-Bukhari dan Muslim).

Melewati Orang yang Sedang Shalat

Berjalan di depan orang yang shalat tanpa sutrah (pembatas) sangat mengganggu konsentrasi orang yang sedang bermunajat kepada Allah Swt. Rasulullah menyebut pelakunya seperti setan dan memberi peringatan keras:

“Jika salah seorang diantara kalian shalat menghadap sutrah (pembatas) orang (untuk lewat), lalu ada seseorang yang mau melewatinya maka tahanlah dia. Apabila menolak maka lawanlah dia karena dia adalah syetan.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)

Kita boleh mencegah orang yang akan melewati kita saat shalat jika ada jalan lain yang bisa dilewati. Orang yang lewat di depan orang shalat dapat mengganggu konsentrasi mereka, dan Nabi menyebut orang seperti itu sebagai setan. Maka, kita harus berusaha untuk tidak melewati orang yang sedang shalat dan membiarkan mereka fokus pada ibadah mereka. Dengan demikian, kita dapat menjaga kekhusyukan shalat dan menghormati orang lain yang sedang beribadah.

Berbicara dengan Suara Keras di Masjid

Sebagian orang asyik berbicara meski iqamah sudah dikumandangkan. Mereka tidak segera menyusul shalat berjamaah, padahal berada di dalam masjid. Bahkan, mereka tidak segera menghentikan pembicaraan, hingga imam hampir rukuk. Akibatnya, mereka terlambat bertakbiratul ihram dan tidak membaca al-Fatihah bersama imam.

Tindakan ini menunjukkan sikap meremehkan shalat dan secara langsung mengganggu kekhusyukan jamaah lain yang sedang shalat. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar orang yang sedang melaksanakan shalat sunnah membatalkan shalatnya ketika iqamah dikumandangkan, jika dikhawatirkan akan tertinggal takbiratul ihram. Maka bagaimana mungkin seseorang justru tetap berbicara dan tidak segera bergabung dalam shalat wajib?

Memang benar, orang yang masih sempat mengikuti ruku’ bersama imam dianggap mendapatkan satu raka’at. Namun ketentuan ini berlaku bagi orang yang benar-benar terlambat, bukan bagi mereka yang sengaja menunda karena berbincang, apalagi jika mereka sudah berada di dalam masjid dan mengetahui shalat telah dimulai.

Sebagian ulama berselisih pendapat apakah orang yang tidak membaca al-Fatihah karena kelalaian itu tetap sah shalatnya. Namun pendapat yang kuat menyatakan bahwa rakaatnya tidak sah, sebab ia sengaja menyepelekan bacaan yang menjadi rukun. Ia juga telah melanggar perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Tidaklah dijadikan seorang imam kecuali untuk diikuti, maka jika dia bertakbir bertakbirlah kalian semua.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang yang lalai tersebut tidak bertakbir bersama imam, tidak membaca doa iftitah, bahkan melewatkan bacaan al-Fatihah meskipun ia punya waktu untuk melakukannya. Maka, ia belum bisa dikatakan telah melaksanakan satu rakaat dan sholat dengan benar.

Wallahua’lam.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement