Pendidikan
Beranda » Berita » Mengenal Allah Sejak Dini Dalam Akhlaq lil Banin Juz 1 Karya Umar Baraja (Pelajaran Klasik untuk Hari Ini)

Mengenal Allah Sejak Dini Dalam Akhlaq lil Banin Juz 1 Karya Umar Baraja (Pelajaran Klasik untuk Hari Ini)

Ibu
Para santri mengenakan sarung, kemeja putih, dan peci, berkumpul di sekitar seorang kyai yang duduk di atas tikar anyaman sambil membaca kitab 'Akhlaq lil Banin'.

SURAU.CO – Di usia tujuh tahun, saya ingat betul saat ibu berkata, “Kalau kamu takut, ucapkan saja Bismillah. Allah akan menjaga kamu.” Kalimat itu terasa sederhana, tetapi sangat dalam. Ia seperti cahaya kecil di tengah gelap, membimbing hati anak kecil untuk mengenal Tuhan. Kini, ketika membaca kitab Akhlaq lil Banin, saya kembali teringat nasihat ibu yang begitu mengakar. Ternyata, para ulama sejak dahulu telah mengajarkan pentingnya mengenal Allah sejak usia dini. Salah satu warisan indah itu tertuang dalam kitab karya Syekh Umar bin Ahmad Baraja.

Syekh Umar bin Ahmad Baraja dan Kitabnya yang Terang Benderang

Syekh Umar bin Ahmad Baraja merupakan ulama berdarah Hadramaut yang berdakwah dan mengajar di Indonesia pada pertengahan abad ke-20. Beliau dikenal karena kesungguhannya dalam membina akhlak anak-anak. Oleh karena itu, beliau menulis Akhlaq lil Banin sebagai panduan akhlak dasar bagi santri dan siswa madrasah.

Kitab ini tidak hanya mengajarkan etika, tetapi juga menanamkan dasar-dasar keimanan, terutama pengenalan terhadap Allah Swt. Dengan gaya bahasa yang ringan dan kisah-kisah menarik, kitab ini berhasil menyentuh hati anak-anak dan menjadi pijakan moral dalam pendidikan Islam klasik.

1. Allah Itu Pencipta, Pemberi Rezeki, dan Penyayang

Dalam kitabnya, Syekh Umar menyampaikan pesan penting melalui kalimat yang lugas:

“اللهُ خَالِقُنَا وَرَازِقُنَا، نُحِبُّهُ وَنَخَافُهُ، وَنَرْجُوْ رَحْمَتَهُ.”
“Allah adalah Pencipta dan Pemberi rezeki kita. Kita mencintai-Nya, takut kepada-Nya, dan mengharap rahmat-Nya.”

Generasi Sandwich dan Birrul Walidain: Mengurai Dilema dengan Solusi Langit

Sejak dini, anak diajak mengenal Allah sebagai sumber kehidupan. Bukan hanya pencipta alam semesta, tetapi juga pemberi kasih dan pemberi rezeki. Maka, dengan mengenal Allah sebagai zat yang mencintai dan memberi, anak akan tumbuh dalam suasana spiritual yang menyejukkan, bukan menakutkan.

Setiap kali anak mendapatkan makanan, pakaian, atau hadiah kecil, itu menjadi momen untuk mengingatkan: “Semua ini dari Allah, Nak.” Dengan begitu, anak belajar untuk bersyukur, bukan hanya kepada orang tua, tetapi kepada Sang Maha Pemberi.

2. Menumbuhkan Cinta dan Takut yang Seimbang

Tidak sedikit orang tua yang hanya menekankan rasa takut kepada Allah. Akibatnya, banyak anak tumbuh dengan persepsi bahwa Allah selalu murka. Padahal, Syekh Umar justru mengajarkan pendekatan yang seimbang:

“نُحِبُّ اللهَ لِأَنَّهُ يُعْطِيْنَا نِعَمًا كَثِيْرَةً.”
“Kita mencintai Allah karena Dia telah memberi kita banyak nikmat.”

Melalui cinta, anak akan merasa dekat dan nyaman dengan Tuhannya. Sedangkan rasa takut berfungsi sebagai pengingat agar tidak melakukan kesalahan. Kombinasi keduanya melahirkan akhlak yang lurus dan hati yang lembut.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Di era modern, saat anak mudah terpapar informasi dari luar rumah, pengenalan seperti ini sangat penting. Mereka tidak hanya mengenal Allah sebagai konsep abstrak, tetapi sebagai Tuhan yang dicintai dan dihormati dalam kehidupan nyata.

3. Allah Selalu Melihat dan Mengawasi Kita

Akhir dari pelajaran ini ditutup dengan pengingat yang halus dan mendalam:

“اللهُ يَرَانَا فِيْ كُلِّ مَكَانٍ.”
“Allah melihat kita di setiap tempat.”

Pesan ini menanamkan kesadaran spiritual yang kuat. Anak akan tumbuh dengan kesadaran bahwa Allah hadir dalam setiap langkah. Ketika tidak ada orang tua atau guru yang mengawasi, keyakinan bahwa Allah melihat tetap membuatnya menjaga perilaku.

Misalnya, ketika anak sedang bermain sendiri lalu mengembalikan mainan yang bukan miliknya, itu menunjukkan bahwa benih pengawasan ilahiah telah tumbuh. Pendidikan semacam ini jauh lebih kuat daripada sekadar larangan atau ancaman hukuman.

Menerapkan Parenting Nabawi: Panduan Mendidik Karakter Anak Lewat Riyadus Shalihin

Penutup: Mari Tanamkan Tauhid Sejak Kecil

Sudah saatnya kita menanamkan tauhid sejak anak mulai bisa berbicara. Tak perlu menunggu mereka dewasa untuk mengenal Tuhan. Justru masa kanak-kanak adalah ladang subur bagi iman yang murni dan cinta yang tulus kepada Sang Pencipta.

Semoga Allah menanamkan cinta, takut, dan harap dalam hati anak-anak kita. Semoga mereka tumbuh menjadi pribadi yang mengenal-Nya dalam suka maupun duka. Dan semoga kita, para orang tua dan guru, diberi kekuatan untuk menjadi teladan iman dalam kehidupan mereka. Amin.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement