Ibadah Khazanah
Beranda » Berita » Adab dengan Orang yang Dikenali (Tetapi Bukan Sahabat) dalam Bidayatul Hidayah Karya Imam Al-Ghazali

Adab dengan Orang yang Dikenali (Tetapi Bukan Sahabat) dalam Bidayatul Hidayah Karya Imam Al-Ghazali

Adab dengan orang yang dikenali
beberapa sahabat sedang asyik bermain di halaman masjid

SURAU.CO – Kita sering menjumpai orang-orang yang bukan keluarga, bukan sahabat dekat, tapi hadir hampir setiap hari. Tetangga, rekan kerja, teman lama yang sesekali bertukar kabar, bahkan orang yang kita kenal dari rutinitas seperti tukang ojek langganan, kasir minimarket, atau teman satu grup WhatsApp RT.

Interaksi dengan mereka terasa ringan, namun justru di situlah ujian adab yang sesungguhnya. Imam Al-Ghazali, dalam Bidayatul Hidayah , tak melewatkan bagian ini. Beliau menyusun pedoman tentang adab terhadap orang yang dikenal namun bukan sahabat karib , karena akhlak tidak hanya diuji dalam hubungan dekat, tetapi juga dalam hubungan harian yang sering kita anggap sepele.

Bidayatul Hidayah merupakan karya agung Imam Abu Hamid Al-Ghazali (w. 505 H), seorang ulama besar dari Persia yang hidup di era keemasan peradaban Islam. Ia dijuluki Hujjatul Islam karena kemampuan luar biasanya dalam memadukan fikih, filsafat, dan tasawuf.

Kitab ini ditulis sebagai panduan praktis bagi pelajar ilmu agama dan siapa saja yang ingin meniti jalan menuju Allah dengan disiplin dan kesadaran. Ia memadukan adab harian, tutunan ibadah, dan prinsip etika sosial dalam satu karya yang ringkas namun dalam maknanya. Dalam dunia Islam klasik, Bidayatul Hidayah diposisikan sebagai pintu awal untuk memahami laku hidup Islami sebelum masuk ke karya besarnya, Ihya Ulumuddin .

1. Bersikap Ramah dan Sopan Tanpa Berlebihan

Imam Al-Ghazali menasihati:

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

وَإِذَا لَقِيتَ مَنْ تَعْرِفُهُ فَلَا تَسْتَصْغِرْهُ، وَلَا تَسْتَحْقِرْهُ،
وَلَا تُبْدِ لَهُ التَّكَبُّرَ عَلَيْهِ

“Jika kamu bertemu seseorang yang kamu kenal, jangan sampai tiba, jangan sampai, dan jangan sampai terjadi di di hadapannya.”

Sering kali, kita terjebak dalam hierarki sosial memuliakan hal yang dianggap penting dan mengabaikan hal yang tidak memberi keuntungan. Padahal, adab kepada sesama bukan soal status, tapi penghormatan terhadap ciptaan Allah.

Saya pernah menyaksikan seorang tua sederhana diperlakukan acuh tak acuh saat menghadiri pertemuan warga. Tak seorang pun menyapanya. Setelah acara usai, barulah saya tahu dia adalah guru ngaji yang pernah mengajar banyak anak kampung itu. Kita sering lupa terkadang yang paling tidak kita perhatikan, justru paling mulia di sisi Tuhan.

2. Menahan Lidah dari Perdebatan dan Ucapan Sia-Sia

Imam Al-Ghazali menegaskan:

Budaya Hustle Culture vs Berkah: Meninjau Ulang Definisi Sukses

وَلَا تَدْخُلْ مَعَهُ فِي جِدَالٍ، وَلَا تُكْثِرْ عَلَيْهِ السُّؤَالَ فَيَمَلَّكَ
“Jangan berdebat dengannya, dan jangan banyak bertanya hingga membuatnya bosan.”

Betapa seringnya kita melibatkan percakapan dalam perdebatan yang tak perlu. Demi membuktikan diri paling tahu, kita berbicara tanpa peduli perasaan lawan bicara. Al-Ghazali mengingatkan, ucapan ucapan adalah bentuk kasih sayang.

Di zaman media sosial, adab ini semakin relevan. Banyak pertikaian ringan berubah jadi konflik karena ego ingin unggul. Padahal, dalam diam yang tenang, bisa jadi ada lebih banyak kebaikan daripada ribut yang tak bermakna.

3. Jangan Ikut Campur Dalam Urusan Pribadi Mereka

Perlindungan Lingkungan dan Keamanan Rumah Tangga إِلَيْهِ بِاللَّوْمِ
“Jika sampai kabar Anda bahwa ia berbuat salah, jangan langsung mencela atau menghakiminya.”

Al-Ghazali mengajarkan kita untuk menjaga privasi ruang , bahkan terhadap orang yang kita kenal. Tidak semua aib perlu kita kupas, tidak semua kesalahan layak kita komentari. Ada saatnya menahan diri adalah bentuk tertinggi dari akhlak.

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Dalam kehidupan sekarang, kita sering ikut campur dalam urusan orang. Kita merasa harus tahu siapa yang cerai, siapa yang bangkrut, siapa yang “viral”. Padahal, diam yang menjaga kehormatan orang lain bisa menjadi bentuk ibadah sosial yang besar pahalanya.

Menjadi Baik untuk Semua, Bukan Hanya yang Dekat

Bidayatul Hidayah mengajarkan bahwa menjadi manusia beradab bukan hanya soal laku dalam ibadah, tetapi juga dalam pergaulan harian. Kepada mereka yang kita kenal tapi bukan sahabat, kita dituntut untuk tetap sopan, lembut, dan tidak ikut-ikutan membuka aib.

اللهم اجعلنا من الذين يحسنون إلى الناس كلهم، ويكفون أذاهم عن عبادك.

Amin.

Pertanyaan untuk direnungkan:
Berapa banyak orang yang kita kenal, tapi tidakkah kita berbuat dengan hormat hanya karena mereka bukan sahabat dekat?

Jangan sampai kelak Allah berfirman: “Engkau menjaga adab pada sahabatmu, tapi mengabaikan adab pada hamba-Ku yang lain.”
Mari kita perbaiki  mulai hari ini.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement