SURAU.CO – Pendidikan merupakan sebuah amanah yang sangat besar. Ia menjadi fondasi penting dalam membangun peradaban. Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mendidik diri dan keluarga. Tujuannya agar terhindar dari siksa api neraka. Perintah ini menunjukkan betapa krusialnya proses pendidikan yang benar. Sayangnya, sebagian orang menempuh jalan pintas yang menyimpang. Salah satunya adalah melalui praktik jual beli ijazah.
Fenomena ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai status hukumnya. Bagaimana Islam memandang transaksi ijazah tanpa melalui proses belajar? Artikel ini akan mengupas tuntas masalah tersebut. Kita akan meninjaunya dari sudut pandang fikih muamalah.
Memahami Hakikat Sebuah Ijazah
Sebelum membahas hukumnya, kita perlu memahami esensi ijazah. Ijazah bukanlah sekadar selembar kertas berharga. Ia adalah bukti otentik atas sebuah proses. Ijazah menjadi saksi bahwa pemiliknya telah menempuh pendidikan. Pemiliknya juga telah menguasai kompetensi ilmu tertentu. Tanpa proses tersebut, ijazah kehilangan nilai hakikinya. Ia berubah menjadi selembar kertas kosong tanpa makna.
Oleh karena itu, memperjualbelikan ijazah adalah sebuah anomali. Transaksi ini tidak menjual barang atau jasa yang nyata. Transaksi ini justru menjual sebuah pengakuan palsu. Seseorang yang membeli ijazah sebenarnya membeli sebuah kebohongan. Ia ingin diakui memiliki keahlian yang tidak pernah ia pelajari.
Praktik Jual Beli Ijazah Adalah Penipuan (Ghisy)
Dalam Islam, segala bentuk kecurangan dalam transaksi disebut ghisy. Makna ghisy adalah menyembunyikan cacat atau informasi penting. Jika pembeli tahu informasi itu, ia tidak akan melanjutkan transaksi. Praktik jual beli ijazah jelas termasuk dalam kategori ghisy yang berat. Bahkan, ia lebih dari sekadar ghisy biasa. Ia merupakan kebohongan dan penipuan yang terencana.
Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata:
“Ghisy harus dijauhi dalam seluruh transaksi, baik dalam jual beli, sewa menyewa, industri, gadai, dan lainnya. Begitu pula dalam semua bentuk nasihat dan konsultasi, karena ghisy termasuk dosa besar.”
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam juga memberikan ancaman yang sangat keras. Beliau bersabda, “Barangsiapa yang menipu kami, maka ia bukan bagian dari golongan kami.” (HR. Muslim no. 101). Hadis ini menunjukkan bahwa pelaku penipuan telah melepaskan diri dari barisan kaum muslimin. Ini adalah dosa yang sangat besar.
Mengapa Jual Beli Ijazah Haram?
Komite fatwa Islamweb pernah menerima pertanyaan tentang masalah ini. Jawaban mereka sangat tegas dan jelas.
“Tidak diperbolehkan membeli atau menjual ijazah dalam bentuk apa pun, baik ijazah tingkat tinggi maupun rendah. Hal ini termasuk dalam larangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, ‘Barangsiapa yang menipu, maka ia bukan bagian dariku.’ (HR. Muslim no. 102). Selain itu, praktik ini termasuk dalam kebohongan, sedangkan dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang mengharamkan kebohongan sangat banyak dan tidak terhitung.”[1]
Berdasarkan fatwa tersebut, ada dua alasan utama keharaman praktik ini. Pertama, ia adalah bentuk penipuan (ghisy) yang dilarang keras. Penjual menipu pembeli dengan secarik kertas. Kemudian, pembeli menipu masyarakat dan pemberi kerja dengan ijazah palsunya. Kedua, ia adalah kebohongan (kadzib) yang nyata. Ijazah itu menyatakan sesuatu yang tidak benar.
Dampak Buruk yang Merusak Tatanan Masyarakat
Kecurangan dalam pendidikan memiliki dampak destruktif yang luas. Praktik ini tidak hanya merugikan individu yang terlibat. Ia juga merusak sendi-sendi kepercayaan dalam masyarakat. Bayangkan seorang dokter, insinyur, atau akuntan bekerja dengan ijazah palsu. Mereka tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Akibatnya, mereka akan membahayakan nyawa dan harta orang lain.
Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah menjelaskan dampak buruk kecurangan secara umum.
“Karena keburukan-keburukan ini, yaitu: ghisy (kecurangan), yang dilakukan oleh para pedagang, pelaku usaha, dan pemilik berbagai profesi serta barang dagangan, Allah menimpakan kepada mereka penguasa yang zalim, yang merampas harta mereka dan menodai kehormatan mereka.”[1]
Pernyataan ini menunjukkan bahwa kecurangan mengundang murka Allah. Ia dapat mendatangkan bencana dan kerusakan di tengah masyarakat. Ketika kejujuran hilang, maka hilang pula keberkahan dan keamanan.
Haram dan Termasuk Dosa Besar
Berdasarkan seluruh analisis di atas, tidak ada keraguan sedikit pun. Hukum jual beli ijazah adalah haram secara mutlak. Praktik ini merupakan kombinasi dari beberapa dosa besar sekaligus. Di dalamnya terdapat unsur penipuan, kebohongan, dan pengkhianatan amanah ilmiah. Keuntungan yang dihasilkan dari transaksi ini adalah harta yang haram.
Seorang muslim wajib menjunjung tinggi kejujuran dalam segala aspek. Menempuh pendidikan dengan sabar dan sungguh-sungguh adalah bagian dari amanah. Jalan pintas melalui ijazah palsu hanya akan membawa kehancuran di dunia dan akhirat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
