Fiqih
Beranda » Berita » Hukum Asuransi Sosial dalam Pandangan Islam

Hukum Asuransi Sosial dalam Pandangan Islam

Hukum Asuransi dalam Islam

SURAU.CO – Saat ini sebuah asuransi menawarkan banyak sekali jenis produk. Ada asuransi yang berprinsip tolong-menolong (ta’awun). Namun, ada pula asuransi komersial yang berorientasi pada laba. Syariat Islam sendiri memiliki panduan yang sangat jelas. Agar sesuai syariat, sebuah asuransi harus berasaskan prinsip ta’awun. Dengan kata lain, skema tersebut harus bertujuan untuk saling membantu sesama.

Prinsip mulia ini merupakan penerapan langsung dari firman Allah Ta’ala.

“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2).

Selain itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperkuat perintah ini dalam sabdanya.

“Orang beriman terhadap orang beriman lainnya bagaikan satu bangunan, yang satu sama lain saling menguatkan.” (Muttafaqun ‘alaih).

Ziarah Makam Hari Jum’at, Apa Hukumnya?

Kedua dalil fundamental ini menjadi fondasi utama pentingnya tolong-menolong. Salah satu bentuk nyata dari budaya gotong royong ini adalah asuransi sosial.

Memahami Definisi Asuransi Sosial

Dalam istilah fikih, asuransi sosial dikenal sebagai at-ta’miin al-ijtima’i. Pada dasarnya, konsep ini tidak jauh berbeda dari asuransi ta’awun. Para ahli kemudian mendefinisikan asuransi sosial secara lebih spesifik, yaitu:

“Jenis asuransi yang diselenggarakan dan diawasi oleh negara tanpa adanya tujuan untuk mengambil keuntungan.”

Dari definisi tersebut, kita dapat menarik sebuah kesimpulan penting. Asuransi sosial adalah jaminan yang pemerintah sediakan untuk masyarakat. Pemerintah membentuk program ini melalui peraturan yang mengikat. Tujuannya pun luhur, yaitu untuk kesejahteraan bersama, bukan mencari laba.

Selanjutnya, asuransi sosial hadir dalam beragam model implementasi. Secara umum, modelnya terbagi menjadi kategori asuransi kerugian dan asuransi jiwa. Dari kedua kategori ini, lahirlah berbagai bentuk program yang kita kenal.

Tidak Shalat Jum’at Karena Hujan; Apa Hukumnya?

Berbagai Model Implementasi Asuransi Sosial

Berikut adalah beberapa model asuransi sosial yang paling umum kita jumpai.

1. Jaminan Sosial Umum
Model ini memberikan kompensasi kepada para pegawai. Misalnya, saat pegawai mengalami sakit, cacat, atau kecelakaan kerja. Manfaatnya bahkan terus berlanjut hingga memasuki usia tua. Sebagai imbalannya, penyelenggara memotong iuran dari gaji bulanan setiap peserta.

2. Asuransi Pensiun
Skema dana pensiun juga termasuk dalam kategori asuransi sosial. Penyelenggara menghimpun dana dari iuran rutin bulanan peserta. Dana tersebut kemudian menjadi tabungan untuk jaminan hari tua. Peserta akan menerima seluruh manfaatnya setelah masa kerjanya berakhir.

3. Asuransi Kesehatan
Ini merupakan bentuk asuransi sosial yang paling populer. Melalui skema ini, negara menanggung sebagian atau seluruh biaya pengobatan. Peserta yang terdaftar hanya perlu membayar iuran rutin yang terjangkau. Oleh karena itu, program ini sangat membantu meringankan beban finansial masyarakat.

Semua model ini memiliki satu kesamaan krusial. Negaralah yang menjadi pengelola utamanya, bukan perusahaan swasta. Karena itu, partisipasi dalam asuransi sosial seringkali bersifat wajib. Pemerintah mengambil kebijakan ini demi mewujudkan kemaslahatan yang lebih luas.

Bencana Alam Dari Perspektif Islam: Ujian atau Peringatan Allah?

Sumber pendanaannya pun bersifat gotong royong. Pekerja, pemberi kerja, dan negara sama-sama berkontribusi. Bahkan, negara seringkali memberikan porsi kontribusi terbesar sebagai wujud tanggung jawabnya.

Status Hukum Asuransi Sosial dalam Islam

Berdasarkan penjelasan di atas, hukum asal asuransi sosial adalah boleh (mubah). Mayoritas ulama kontemporer telah mengeluarkan fatwa yang memperbolehkannya. Namun, para ulama menetapkan syarat dan ketentuan yang ketat untuk kebolehan ini.

Ada beberapa alasan kuat yang mendasari fatwa tersebut.

Pertama, tujuannya bukan untuk laba. Asuransi sosial murni bertujuan untuk kemaslahatan publik. Jika ada surplus dana, maka dana itu akan kembali kepada peserta. Hal ini sangat berbeda dengan asuransi komersial yang penuh unsur riba, gharar (ketidakjelasan), dan perjudian.

Kedua, program ini merupakan kewajiban negara. Negara wajib melindungi kesejahteraan rakyatnya. Terutama saat mereka sudah tidak produktif lagi. Kebijakan ini jelas sangat membantu rakyat. Dengan demikian, tambahan dana dari negara bukanlah riba, melainkan wujud pelaksanaan kewajiban.

Ketiga, konsepnya sangat mirip dengan ta’awun. Hubungan antara negara dan rakyat dalam skema ini adalah tolong-menolong. Bukan hubungan bisnis yang mencari keuntungan sepihak. Karena itu, para ulama menyamakannya dengan asuransi ta’awun yang telah disepakati kebolehannya.

Syarat-Syarat Penting Asuransi Sosial

Agar tetap sejalan dengan nilai syariat, asuransi sosial wajib memenuhi beberapa syarat utama.

  1. Niat Utama untuk Tolong-Menolong. Tujuannya harus murni untuk kesejahteraan bersama.

  2. Dikelola Langsung oleh Negara. Pihak swasta tidak boleh mengambil alih peran ini.

  3. Pengelolaan yang Amanah. Pengelola wajib menjaga dana titipan masyarakat dengan baik.

  4. Bebas dari Praktik Terlarang. Operasionalnya harus bebas dari riba dan unsur spekulatif lainnya.

Apabila semua syarat ini terpenuhi, asuransi sosial menjadi instrumen maslahat yang kuat. Ia menjadi bukti nyata kepedulian negara terhadap seluruh rakyatnya.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement