Membuka Ruang Nalar yang Terabaikan
Menulis bukan sekadar kegiatan menuangkan kata, tapi jalan sunyi menuju pemaknaan yang lebih dalam. Dalam setiap untaian huruf, ada percikan jiwa yang menghidupkan nalar. Seolah ada jendela kecil yang terbuka tiba-tiba, memperlihatkan dunia dari sudut yang selama ini tak terlihat. Itulah ruang nalar, yang kerap kita abaikan, tertutup oleh rutinitas, kesibukan, atau ketakutan untuk mencoba.
Setiap kali pena menyentuh kertas atau jari menari di atas keyboard, sesungguhnya kita tengah berdialog dengan batin sendiri. Suara hati mulai terdengar, perlahan tapi pasti. Dan saat itu pula, menulis menjadi ibadah diam-diam; menjadi saksi bahwa kita pernah berpikir, merenung, dan berani menyampaikan.
Menulis adalah tanggung jawab moral
Lebih dari sekadar hobi, menulis adalah tanggung jawab moral—terutama bagi siapa pun yang meyakini bahwa kebenaran harus ditegakkan, dan kebajikan mesti diwariskan. Dalam menulis, ada keberanian untuk bersikap kritis, tajam, dan tetap relevan dengan nurani. Dunia bisa saja membungkam suara kita, tapi tak akan mampu menghapus jejak pemikiran yang telah tertulis.
Saat tulisan rampung, ada rasa lega menyeruak. Seperti hujan pertama setelah kemarau panjang. Menyegarkan. Membersihkan. Bahkan menghidupkan kembali keyakinan, bahwa nalar bukan hanya milik mereka yang fasih bicara, tapi juga milik mereka yang tekun menulis.
Baca dan menulislah
Allah pun bersumpah atas pena dan tulisan:
“Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis.” (TQS. Al-Qalam [68]: 1) Dan mengajarkan manusia melalui perantara kalam:
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena,”
(TQS. Al-‘Alaq [96]: 4)
Maka bacalah, dan menulislah. Karena di sanalah cara terbaik untuk membuka ruang nalar yang selama ini terabaikan.
Bukan karena kita tak mampu, Tapi karena kita belum mencoba dengan sungguh-sungguh.
Putri Mardika: Organisasi Perempuan Tertua di Indonesia
Tanggal Berdiri: 18 Agustus 1912
Tempat: Batavia (sekarang Jakarta)
Penjelasan Singkat
Putri Mardika adalah organisasi perempuan pertama di Indonesia yang secara eksplisit memperjuangkan pendidikan, kesetaraan, dan peran aktif perempuan dalam masyarakat. Organisasi ini menjadi pelopor dalam membangkitkan kesadaran kaum perempuan di tengah sistem kolonial Hindia Belanda yang membatasi ruang gerak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan dan kehidupan publik.
Didirikan oleh kalangan intelektual pribumi yang terinspirasi dari semangat pergerakan Boedi Oetomo (1908), Putri Mardika mewakili semangat emansipasi yang tumbuh dari dalam masyarakat sendiri, bukan semata hasil pengaruh Barat.
Organisasi ini juga menerbitkan sebuah majalah bernama “Poetri Mardika”, yang menjadi media penting dalam menyuarakan isu-isu perempuan, pendidikan, dan nasionalisme.
Tujuan Utama
1. Meningkatkan Kesadaran Pendidikan bagi Perempuan
Pendidikan dipandang sebagai kunci utama untuk membebaskan perempuan dari kebodohan dan keterbelakangan yang diwariskan oleh sistem kolonial dan patriarki tradisional.
2. Mendorong Emansipasi Perempuan
Putri Mardika memperjuangkan agar perempuan tidak hanya dipandang sebagai pelengkap laki-laki, tetapi memiliki hak dan kapasitas untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
3. Menyiapkan Perempuan sebagai Pembangun Bangsa
Dengan mencerdaskan perempuan, bangsa Indonesia diyakini akan memiliki generasi penerus yang lebih kuat, karena perempuan berperan sentral dalam pendidikan anak dan penguatan keluarga.
Kaitan dengan Organisasi Lain
Putri Mardika memiliki hubungan erat dengan Boedi Oetomo, baik secara ideologis maupun struktural. Beberapa tokohnya juga merupakan anggota atau simpatisan Boedi Oetomo, dan gerakannya pun sejalan dalam semangat kebangkitan nasional.
Organisasi ini menjadi fondasi bagi munculnya gerakan perempuan lainnya seperti:
Aisyiyah (1917) – Organisasi perempuan Muhammadiyah
Wanita Katolik Republik Indonesia (1924)
Perwari, Gerwani, dan organisasi perempuan lainnya di masa berikutnya
Media Perjuangan: Majalah Poetri Mardika
Majalah Poetri Mardika menjadi corong aspirasi para perempuan cendekia pada masa itu. Isinya membahas:
Peran perempuan dalam rumah tangga dan masyarakat
Pendidikan dan pemberdayaan
Nasionalisme dan semangat kebangsaan
Kritik terhadap struktur sosial kolonial yang menindas perempuan
Konteks Sejarah
Didirikan pada masa awal kebangkitan nasional, Putri Mardika muncul sebagai bentuk kesadaran kolektif perempuan Indonesia bahwa kemerdekaan tidak bisa diraih tanpa keterlibatan aktif kaum perempuan.
Organisasi ini menandai dimulainya fase awal pergerakan perempuan Indonesia yang menuntut hak, pendidikan, dan partisipasi dalam kehidupan berbangsa.
Penutup
Putri Mardika bukan sekadar organisasi perempuan biasa. Ia adalah simbol dari kebangkitan perempuan Nusantara yang sadar akan potensi dirinya sebagai agen perubahan. Kehadirannya membuka jalan bagi tumbuhnya berbagai organisasi perempuan di masa-masa berikutnya — sebuah warisan penting dalam sejarah emansipasi dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. (Iskandar)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
