Berita Nasional
Beranda » Berita » Penegasan Gus Yahya Tentang Peran Pesantren dalam Sejarah NKRI

Penegasan Gus Yahya Tentang Peran Pesantren dalam Sejarah NKRI

Gus Yahya Cholil Staquf
Gus Yahya Cholil Staquf

SURAU.CO. Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, kembali menegaskan posisi penting pesantren. Ia menyebut pesantren memiliki saham besar dalam tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Jejaknya terekam jelas dalam sejarah bangsa. Oleh karena itu, wajar jika negara memberikan perhatian khusus kepada institusi pendidikan Islam ini.

Penegasan ini menjadi sorotan utama dalam Pengajian Umum Haul Almarhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren. Acara akbar ini berlangsung di Cirebon, Jawa Barat, pada Sabtu (2/8/2025) malam. Menurut Gus Yahya, kontribusi pesantren bukanlah isapan jempol. Jejaknya terekam jelas dalam sejarah bangsa. Oleh karena itu, wajar jika negara memberikan perhatian khusus kepada institusi pendidikan Islam ini.
“Saya katakan wajar kalau pondok seperti Buntet ini selalu mendapat tempat istimewa. Karena pondok-pondok pesantren seperti inilah yang memiliki saham atas keberadaan negara kita,” tegas Gus Yahya.

Resolusi Jihad dan Ujian Kemerdekaan

Gus Yahya mengajak hadirin untuk menengok kembali sejarah. Ia menyoroti peran strategi para kiai dan santri. Mereka berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru seumur jagung. Momen puncaknya adalah Resolusi Jihad. Seruan jihad ini dikumandangkan oleh Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945.

Resolusi Jihad membakar semangat perlawanan. Laskar-laskar rakyat dari berbagai penjuru bergerak. Mereka bersatu melawan tentara sekutu yang ingin kembali menjajah. “Saat Rapat Jihad diumumkan, laskar-laskar berdatangan dari berbagai daerah untuk bergabung dalam perlawanan rakyat. Termasuk laskar dari Jawa Barat yang dipimpin oleh Kiai Abbas. Mereka sempat mampir di rumah kakek saya, KH Bisri Mustofa di Rembang,” ungkap Gus Yahya.

Ia juga memperkuat argumentasinya dengan mengutip pernyataan Presiden Prabowo Subianto. Proklamasi memang terjadi di Jakarta. Namun, ujian sesungguhnya bagi kemerdekaan ada di Surabaya. “Saya setuju, Proklamasi di Jakarta, tapi ujiannya ada di Surabaya. Dan yang menggarap ujian itu adalah para kiai dan santri Nahdlatul Ulama, termasuk dari Pesantren Buntet,” ujarnya melansir laman nu.or.id.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Benteng Ilmu dan Keutuhan Bangsa

Pada kesempatan yang sama, KH Marzuki Mustamar dari  Pesantren Sabilurrosyad Malang ini menyebut pesantren salafiyah sebagai benteng terakhir. Pesantren penjaganya menjadi kemurnian ilmu dan ajaran Rasulullah SAW. “Kalau ingin ilmu yang bersambung sampai Rasulullah, ilmunya orisinil, lafaznya orisinil, maka tempatnya di pondok salaf seperti Buntet. Di situlah anak-anak kita mengajarkan kitab-kitab yang nyambung sanadnya ke Nabi. Itu yang menjaga bangsa ini tidak sedikit pun,” ujar Kiai Marzuki.

Ia menjelaskan bahwa sanad keilmuan yang bersambung adalah kunci. Sanad memastikan umat Islam mengamalkan ajaran yang benar. Bukan ajaran hasil tafsir pribadi yang terputus dari tradisi ulama terdahulu. Kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah harus melalui bimbingan kiai yang memiliki sanad jelas. “Kalau kamu ikut Qur’an Sunnah tanpa bimbingan kiai, kamu bisa jadi wahabi. Yang benar itu kembali ke Qur’an Sunnah lewat jalur para kiai, lewat pondok salaf,” tegasnya.

Sejarah Pesantren Pengabdian Buntet Panjang

Pesantren Pondok Buntet sendiri merupakan salah satu pesantren tertua di Indonesia. Usianya sudah mendekati dua setengah abad. Pesantren ini didirikan pada abad ke-18 oleh Kiai Muqoyyim. Lokasi awalnya berada di Desa Bulak, sekitar setengah kilometer dari lokasinya sekarang.
Berawal dari sebuah langgar sederhana, dan kemudian terus berkembang. Masyarakat dari berbagai daerah datang untuk belajar agama. Kini, Buntet telah menjadi pesantren besar dengan ribuan santri. Alumninya pun tersebar di seluruh penjuru negeri, banyak di antaranya mendirikan pondok pesantren besar lainnya. Kepemimpinan pesantren secara turun-temurun dipegang oleh para sesepuh dan dzurriyah, seperti Kiai Abbas, KH. Abdullah Abbas, hingga KH. Nahduddin Abbas.

Gus Yahya menekankan bahwa kebesaran NU hari ini tidak lepas dari peran para kiai. Pertumbuhan organisasi tidak hanya karena program. Namun, lahir dari semangat pengabdian dan cinta para ulama kepada umatnya. “Saya percaya, NU bisa berkembang sampai sebesar ini bukan karena program-program organisasinya semata, tetapi karena khidmah para ulama dan kiai-kiai pesantren yang tak pernah lelah membina umat,” tutupnya. Ia pun berpesan agar seluruh elemen bangsa terus menjaga NKRI. Sebab, menjaga keutuhan Indonesia adalah wasiat suci dari para pendiri bangsa dan ulama.

Frugal Living Ala Nabi: Menemukan Kebahagiaan Lewat Pintu Qanaah

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement