Ibadah Khazanah
Beranda » Berita » Adab dengan Sahabat dalam Bidayatul Hidayah Karya Imam Al-Ghazali

Adab dengan Sahabat dalam Bidayatul Hidayah Karya Imam Al-Ghazali

Sahabat
Seorang santri membantu sahabatnya membaca kitab, yang lain memberikan makanan kepada sahabatnya.

SURAU.CO – Pernahkah kita merasa dikhianati oleh sahabat yang dulu begitu kita percaya? Atau justru kita yang, tanpa sadar, mengecewakan sahabat yang tulus? Di balik tawa hangat dan kenangan manis, dunia persahabatan menyimpan ujian yang tak kalah pelik dari soal-soal hidup lainnya.

Dalam Bidayatul Hidayah, Imam Al-Ghazali mengajarkan adab-adab luhur dalam menjalin persahabatan. Bagi beliau, sahabat bukan sekadar teman berbagi cerita atau duduk semeja, tapi juga cermin akhlak dan jalan menuju keselamatan akhirat. Sayangnya, di zaman kini, makna sahabat kerap merosot hanya menjadi kontak di WhatsApp atau likes di Instagram.

Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi (450–505 H) adalah seorang ulama besar dalam dunia Islam. Lahir di Tus, Iran, beliau dijuluki Hujjatul Islam karena kedalaman ilmunya dalam fikih, filsafat, dan tasawuf. Setelah mengalami krisis spiritual di masa kejayaannya sebagai intelektual, ia meninggalkan dunia gemerlap dan menempuh jalan penyucian jiwa.

Dalam proses itu, lahirlah Bidayatul Hidayah, sebuah kitab mungil tapi padat hikmah, ditujukan bagi para pencari jalan kebaikan. Kitab ini menekankan pentingnya akhlak, adab, dan kedisiplinan dalam meniti kehidupan. Salah satu babnya berbicara tentang bagaimana memperlakukan sahabat dengan mulia.

1. Pilih Sahabat dengan Cermat dan Hati-Hati

Imam Al-Ghazali menulis:

“Anjir” dan Teman-Temannya: Saat Umpatan Jadi Budaya

فَإِنَّهُ لَا خَيْرَ فِي صُحْبَةِ مَنْ لَا يَرَى لَكَ مِنَ الْفَضْلِ مِثْلَ مَا تَرَى لَهُ
“Tidak ada kebaikan dalam bersahabat dengan orang yang tidak melihat kelebihanmu sebagaimana engkau melihat kelebihannya.”

Dalam kalimat ini, Al-Ghazali menyiratkan bahwa sahabat yang baik adalah yang saling memuliakan dan menghargai. Jika salah satu merendahkan yang lain, maka hubungan itu hanya menjadi jebakan ego.

Di era media sosial, kita sering ‘bersahabat’ dengan mereka yang hanya ingin memanfaatkan, bukan menyayangi. Maka penting untuk menakar bukan hanya siapa yang datang mendekat, tapi juga apa niat yang tersembunyi.

2. Jangan Membongkar Aib Sahabat, Meski Sudah Berjauhan

Al-Ghazali mengingatkan:

وَإِيَّاكَ أَنْ تَفْشِيَ سِرَّهُ أَوْ تُظْهِرَ عَيْبَهُ بَعْدَ الْقِطَاعِ
“Janganlah engkau membuka rahasianya atau menampakkan aibnya setelah hubungan terputus.”

Menemukan Ketenangan Hati dalam Cahaya Ilahi

Betapa mudahnya hari ini seseorang menjadikan kisah lama sebagai bahan konten. Curhatan sahabat saat dulu sedang rapuh bisa jadi bahan sindiran atau bahkan ‘status’ sindiran. Al-Ghazali mengajarkan bahwa adab tidak berhenti meskipun hubungan berhenti.

Persahabatan sejati bukan hanya diukur dari banyaknya kebersamaan, tapi dari seberapa besar kita menjaga kehormatan satu sama lain, bahkan ketika tidak lagi bersama.

3. Dukung dalam Kebenaran, Bukan dalam Keburukan

وَصَاحِبْ مَنْ يُذَكِّرُكَ ذِكْرُهُ، وَيَزِيدُ فِي عِلْمِكَ مَنْطِقُهُ، وَيُرَغِّبُكَ فِي الْآخِرَةِ عَمَلُهُ
“Bersahabatlah dengan orang yang jika kamu melihatnya, engkau teringat kepada Allah; ucapannya menambah ilmumu, dan amalnya membuatmu rindu akhirat.”

Betapa dalam nasihat ini. Sahabat bukan sekadar teman nongkrong atau berbagi cerita receh, tapi seseorang yang kehadirannya membawa kita lebih dekat kepada Allah. Dalam budaya populer, kita sering mengidolakan kawan yang ‘asik’, padahal dalam timbangan spiritual, yang ‘asik’ bisa jadi justru menjauhkan dari kebaikan.

Bayangkan jika kita dikelilingi oleh sahabat yang setiap ucapannya menuntun kita pada ilmu, amal, dan syukur. Hidup tentu lebih terarah, dan perjalanan menuju akhirat jadi lebih ringan.

Ibrāhīm bin Adham: Kisah Pangeran yang Meninggalkan Tahta demi Allah

Sahabat Sejati Adalah Jalan Menuju Surga

Imam Al-Ghazali memberi kita cermin,  adakah sahabat yang kita miliki sekarang seperti itu? Atau justru sebaliknya, adakah kita sudah menjadi sahabat yang membimbing, atau justru membebani?

اللهم ارزقنا صحبةَ الصالحين، ومحبةَ الصادقين، وألحقنا بهم في جنات النعيم.

Amin.

Jangan tunggu hari tua untuk memperbaiki adab dalam persahabatan. Karena bisa jadi, amal terbaikmu di sisi Allah bukan karena panjangnya ibadah, tapi karena kamu pernah menjadi sahabat yang menjaga rahasia, mendukung dalam kebaikan, dan mengingatkan dalam cinta.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement