Ibadah Khazanah
Beranda » Berita » Adab Seorang Murid dalam Bidayatul Hidayah Karya Imam Al-Ghazali

Adab Seorang Murid dalam Bidayatul Hidayah Karya Imam Al-Ghazali

Murid
Seorang santri membantu temannya membaca kitab, yang lain memberikan makanan kepada sahabatnya.

SURAU.CO – Dalam hiruk pikuk dunia pendidikan masa kini, murid kerap dianggap sekadar “konsumen ilmu”. Mereka datang, duduk, mencatat, lalu pulang. Namun, dalam tradisi klasik Islam, menjadi murid jauh lebih dari itu. Ia adalah pencari kebenaran, pengamal nilai, bahkan pejalan sunyi menuju Allah.

Saya teringat kisah seorang teman yang dahulu biasa mengaji di surau kecil bersama kiai sepuh. Suatu hari, ia tidak datang tanpa izin. Besoknya, kiai itu hanya berkata lirih, “Ilmu itu tidak sekadar masuk kepala, nak. Ia lahir dari adab dan hadir dari izin.” Kalimat itu menancap dalam ingatan saya, seperti ruh yang menegur badan yang sering lalai.

Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menulis dengan hati. Ia tidak sedang membuat kurikulum, tapi menuntun jiwa. Bab tentang adab murid menjadi penanda bahwa ilmu tanpa adab hanyalah beban. Maka mari kita telusuri bersama warisan ini.

Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi, wafat pada tahun 505 H, adalah sosok ulama brilian dari Khurasan. Ia dikenal sebagai Hujjatul Islam karena kedalaman ilmunya dalam fikih, filsafat, dan terutama tasawuf. Setelah mengalami krisis eksistensial, ia menulis karya-karya monumental untuk menyeimbangkan akal dan kalbu.

Salah satu karyanya, Bidayatul Hidayah, ditulis khusus untuk para pemula dalam dunia ilmu dan ibadah. Kitab ini sederhana dari segi struktur, tapi mengandung petunjuk mendalam tentang adab, ibadah, dan relasi sosial-spiritual.

Krisis Keteladanan: Mengapa Kita Rindu Sosok dalam Riyadus Shalihin?

Dalam khazanah Islam, kitab ini ibarat peta awal bagi siapa saja yang ingin menempuh jalan menuju Allah dengan tertib, sadar, dan penuh keikhlasan.

1. Menjaga Adab di Hadapan Guru

Al-Ghazali menasihati:

فَإِذَا جَلَسْتَ بَيْنَ يَدَيْ شَيْخِكَ فَاجْلِسْ بِأَدَبٍ…
“Apabila engkau duduk di hadapan gurumu, duduklah dengan adab…”

Adab bukan hanya sopan santun lahir, tapi cara memosisikan diri di hadapan ilmu. Duduk dengan adab berarti hadir dengan hati, menyimak dengan kerendahan diri, dan menerima ilmu seperti tanah yang siap ditanami.

Hari ini, tak jarang murid menganggap guru sebagai “pelayan akademik”. Tapi ajaran Al-Ghazali membalik paradigma itu guru adalah pembuka jalan cahaya. Maka murid perlu hadir dengan hati yang bersih dan respek yang tulus.

Meredam Polarisasi Bangsa Melalui Esensi Bab “Mendamaikan Manusia”

2. Jangan Menentang atau Memotong Perkataan Guru

Imam Al-Ghazali juga menegaskan:

ولا تعارضه بكلامك، ولا تقطع عليه حديثه…
“Jangan membantah ucapannya, dan jangan memotong pembicaraannya…”

Membantah bukanlah bentuk kritis yang bijak, apalagi jika didasari ego. Al-Ghazali mengajak murid untuk belajar mendengar terlebih dahulu sebelum mengajukan pandangan.

Dalam era digital, kita terbiasa memotong, menyela, dan berdebat. Tapi budaya ilmu tradisional justru menekankan diam yang aktif mendengar untuk memahami, bukan sekadar menunggu giliran bicara. Maka diam seorang murid bisa jadi lebih berfaedah daripada celoteh tanpa hikmah.

3. Mengakui Ketidaktahuan adalah Adab Tinggi

وَإِنْ سَأَلْتَ فَاسْأَلْ بِأَدَبٍ…
“Jika engkau bertanya, bertanyalah dengan adab…”

Mengapa Allah Menolak Taubat Iblis?

Banyak dari kita, terutama generasi muda, merasa gengsi untuk bertanya hal-hal dasar. Tapi dalam Bidayatul Hidayah, Al-Ghazali mengajarkan bahwa bertanya adalah bentuk kerendahan hati yang mulia asal dilakukan dengan cara yang baik.

Adab bertanya bukan sekadar soal nada suara. Ia menyangkut niat, kesabaran menanti jawaban, dan kesiapan untuk menerima kebenaran yang mungkin berbeda dari prasangka kita. Pertanyaan yang baik bisa membuka tabir ilmu, tapi pertanyaan yang sombong hanya menambah kelam.

Murid Sejati adalah Pencari Cahaya

Setelah membaca bab ini, saya tertegun. Ternyata menjadi murid bukan hanya soal “belajar”, tapi soal bagaimana kita meletakkan diri di hadapan kebenaran. Kita bukan hanya penampung ilmu, tapi tanah yang ingin subur karena adab.

Adab adalah benih yang membuat ilmu tumbuh menjadi amal. Dan setiap amal yang baik, akan kembali kepada kita sebagai cahaya. Maka marilah kita baik yang masih murid maupun yang telah menjadi guru kembali merunduk dalam ketulusan, menata hati untuk terus belajar dengan adab.

اللهم ارزقنا أدب الطلب، وخلق التواضع، ونور الفهم.

Amin.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement