SURAU.CO – Pernahkah kita merasa tidak nyaman saat orang lain mendapat nikmat? Atau diam-diam ingin mereka gagal? Itulah hasad, penyakit hati yang sangat halus, tapi bisa mematikan spiritualitas. Dalam Bidayatul Hidayah, Imam Al-Ghazali menempatkan hasad sebagai salah satu maksiat batin yang harus segera disembuhkan.
Sebagai manusia modern yang hidup dalam atmosfer kompetisi dan pencitraan, nasihat klasik ini terasa lebih relevan dari sebelumnya. Hasad tak hanya muncul di hati, tapi bisa mewujud lewat komentar, status, bahkan diam yang menyimpan dendam.
Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi adalah ulama sufi abad ke-5 Hijriah (1058–1111 M), yang lahir di Thus, Khurasan. Ia dikenal sebagai pembaru ilmu-ilmu Islam yang memadukan fikih, filsafat, dan tasawuf.
Kitab Bidayatul Hidayah disusun sebagai panduan spiritual bagi para penempuh jalan Allah. Ditujukan untuk pemula, kitab ini menyederhanakan ajaran etika lahir dan batin. Ia menjadi gerbang menuju Ihya’ Ulumuddin, karya monumental Al-Ghazali yang lebih kompleks.
Membongkar Akar Hasad dalam Diri
Imam Al-Ghazali menulis:
إِيَّاكَ وَالْحَسَدَ، فَإِنَّهُ خَصْلَةٌ ذَمِيمَةٌ تَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Jauhilah hasad, karena ia adalah sifat tercela yang memakan kebaikan sebagaimana api membakar kayu bakar.”
Kalimat ini sangat tajam. Hasad bukan sekadar perasaan iri, tetapi sikap batin yang membuat kita membenci keberhasilan orang lain. Lebih buruk lagi, ia tidak hanya menyiksa hati tetapi juga menghapus pahala kebaikan yang telah kita lakukan.
Dalam kehidupan sekarang, hasad bisa muncul tanpa sadar. Ketika melihat teman lebih sukses, tetangga lebih mapan, atau kolega lebih dipuji apa reaksi hati kita? Jika kita merasa gelisah, mungkin benih hasad sedang tumbuh. Maka kita perlu waspada.
Media Sosial Lahan Subur Hasad
Zaman digital membuat hasad semakin berlapis. Kita bukan hanya membandingkan hidup secara langsung, tetapi juga secara daring. Setiap unggahan orang lain bisa memicu rasa tidak nyaman, iri, bahkan kebencian yang tersembunyi.
Al-Ghazali tidak menyebut media sosial, tentu saja, tetapi nasihatnya tetap relevan. Dalam satu bagian ia mengingatkan:
الْقَنَاعَةُ كَنْزٌ لاَ يَفْنَى
“Qana’ah (merasa cukup) adalah harta yang tidak akan habis.”
Jika kita membiasakan hati untuk bersyukur dan merasa cukup, maka kita sedang menutup pintu hasad. Setiap kali melihat keberhasilan orang lain, ucapkan dalam hati: “Ya Allah, bahagiakanlah dia, dan bahagiakan pula aku dengan yang Engkau takdirkan.”
Pengalaman saya pribadi cukup menarik. Dahulu saya mudah iri melihat teman yang sering tampil di publik. Namun setelah membaca nasihat Al-Ghazali, saya mulai mendoakan mereka. Aneh tapi nyata, rasa sesak di dada perlahan berubah menjadi ketenangan.
Menyembuhkan Hasad dengan Amal
Imam Al-Ghazali tidak hanya mendiagnosis, tetapi juga menawarkan obat. Salah satu caranya adalah dengan melatih diri mencintai orang yang kita hasadi.
Ia berkata:
إِذَا حَسَدْتَ فَادْعُ لِمَنْ حَسَدْتَهُ، فَذَلِكَ يُطَهِّرُ قَلْبَكَ
“Jika engkau hasad kepada seseorang, maka doakanlah dia. Itu akan menyucikan hatimu.”
Secara psikologis, ini sangat tepat. Doa positif mengalihkan energi negatif. Bahkan tindakan konkret seperti memberi hadiah kepada orang yang kita iri pun disarankan oleh para sufi. Tentu ini bukan perkara mudah, tetapi sangat mungkin dilakukan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa mulai dari hal kecil, menyebut kebaikan orang lain, menghindari ghibah, dan melatih doa tulus. Semakin sering kita berbuat baik kepada orang yang kita iri, semakin cepat hati sembuh.
Mari Menjadi Hamba yang Lapang
Hasad tidak hanya merusak hubungan sosial, tetapi juga menutup pintu keberkahan. Ia membuat hati sempit dan jiwa sulit bersyukur. Maka mari kita jaga hati ini agar tetap lapang dan bersih.
اللَّهُمَّ نَقِّ قُلُوبَنَا مِنَ الْغِلِّ وَالْحَسَدِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الْقَانِعِينَ الرَّاضِينَ
“Ya Allah, bersihkan hati kami dari dengki dan hasad, dan jadikan kami hamba-Mu yang qana’ah dan ridha.”
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
