Khazanah
Beranda » Berita » Bahaya Penyalahgunaan Wewenang Keagamaan Menurut Islam

Bahaya Penyalahgunaan Wewenang Keagamaan Menurut Islam

Menegur Itu Seni Jiwa: Hikmah di Balik Perbedaan dan Cara Menyikapinya"

Dalam Islam, ilmu agama adalah sebuah amanah suci. Para ulama, ustadz, dan pemegang otoritas keagamaan memikul tanggung jawab besar. Mereka menjadi pewaris para nabi untuk membimbing umat. Namun, sejarah dan Al-Qur’an mencatat adanya bahaya besar. Bahaya itu adalah penyalahgunaan wewenang keagamaan. Perilaku ini terjadi saat seseorang memakai ilmunya untuk kepentingan duniawi.

Islam dengan tegas melarang praktik semacam ini. Posisi terhormat sebagai tokoh agama tidak boleh menjadi alat. Seseorang tidak boleh menggunakannya untuk mencari keuntungan pribadi, jabatan, atau popularitas. Kewenangan tersebut harus murni untuk menyebarkan kebenaran. Jika tidak, ancamannya sangatlah berat, baik di dunia maupun di akhirat.

Ancaman Keras dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an memberikan peringatan yang sangat jelas. Peringatan ini terkait praktik menjual ayat-ayat Allah. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 79. Ayat ini mengungkap perbuatan curang para pemuka agama di masa lalu.

فَوَيْلٌ لِّلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الْكِتٰبَ بِاَيْدِيْهِمْ ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ هٰذَا مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ لِيَشْتَرُوْا بِهٖ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗ فَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا كَتَبَتْ اَيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَّهُمْ مِّمَّا يَكْسِبُوْنَ

Artinya: “Celakalah orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka sendiri, kemudian berkata, ‘Ini dari Allah,’ untuk menjualnya dengan harga murah. Maka, celakalah mereka karena tulisan tangan mereka dan celakalah mereka karena apa yang mereka perbuat.” (QS. Al-Baqarah: 79).

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Ayat ini turun sebagai teguran keras. Targetnya adalah para pendeta dan ulama Yahudi pada zaman itu. Mereka dengan sengaja mengubah isi kitab suci Taurat. Mereka menulis ulang kitab sesuai keinginan tangan mereka. Tujuannya sangat duniawi, yaitu untuk mendapatkan imbalan materi yang sedikit.

Pelajaran dari Kisah Ulama Bani Israil

Kisah di balik ayat ini menjadi pelajaran penting. Para pemuka agama Bani Israil memegang posisi mulia. Umat memandang mereka sebagai sumber pengetahuan ilahi. Namun, sebagian dari mereka mengkhianati amanah tersebut. Mereka tidak lagi menyampaikan wahyu Allah secara murni.

Mereka mulai menulis interpretasi dan hukum palsu. Tulisan itu mereka klaim sebagai bagian dari firman Tuhan. Mereka melakukannya untuk menyenangkan penguasa atau orang kaya. Imbalannya bisa berupa harta, kedudukan, atau sekadar pengakuan. Perbuatan ini adalah kejahatan berlapis. Mereka berdusta atas nama Allah sekaligus menipu umat.

Imam Al-Qurthubi memberikan penjelasan mendalam dalam tafsirnya. Beliau menggambarkan betapa berbahayanya tindakan ini.

قال العلماء: وهذا صريح في أن كل من ابتدع في الدين ما ليس منه، وقدّمه للناس على أنه من الدين، فقد شابه اليهود في ذلك، سواء كان ذلك بزيادة أو نقصان أو تغيير في الألفاظ أو المعاني

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Artinya: “Para ulama berkata: ‘Ayat ini secara eksplisit menyatakan bahwa setiap orang yang membuat bid’ah dalam agama yang bukan bagian darinya, dan menyajikannya kepada manusia seolah-olah itu adalah bagian dari agama, maka ia telah menyerupai orang-orang Yahudi dalam hal itu, baik itu berupa penambahan, pengurangan, atau perubahan lafal maupun makna.’”

Penjelasan Imam Al-Qurthubi ini sangat relevan. Ancaman tersebut tidak hanya berlaku bagi ulama Bani Israil. Ancaman ini berlaku bagi siapa saja hingga akhir zaman. Siapapun yang mengubah ajaran agama demi kepentingan pribadi masuk dalam kategori ini.

Makna ‘Harga yang Sedikit’

Frasa “harga yang sedikit” (tsamanan qalilan) dalam ayat tersebut memiliki makna luas. Ini bukan hanya tentang uang receh. Harga sedikit adalah semua keuntungan duniawi yang fana. Itu bisa berupa jabatan, popularitas, jumlah pengikut, atau pujian dari manusia.

Semua keuntungan duniawi itu menjadi “sedikit” jika dibandingkan dengan ridha Allah. Apalagi jika dibandingkan dengan balasan surga yang kekal. Orang yang menyalahgunakan wewenang agama pada dasarnya melakukan barter yang merugikan. Ia menukar akhiratnya yang abadi dengan kenikmatan sesaat di dunia.

Tindakan ini merusak fondasi agama dari dalam. Kepercayaan umat kepada para pemuka agama akan luntur. Ajaran yang seharusnya murni menjadi tercemar oleh kepentingan pribadi. Pada akhirnya, umat akan tersesat karena mengikuti panduan yang salah.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Menjaga Integritas dan Amanah Ilmiah

Oleh karena itu, menjaga integritas adalah kewajiban mutlak bagi setiap insan berilmu. Wewenang keagamaan bukanlah properti pribadi. Ia adalah titipan dari Allah yang harus dijaga dengan penuh ketakwaan. Seorang alim harus berani mengatakan yang benar, meskipun itu pahit. Ia tidak boleh takut kehilangan pengikut atau tidak populer.

Kesimpulannya, larangan penyalahgunaan wewenang keagamaan adalah prinsip fundamental dalam Islam. Al-Qur’an secara tegas mengutuk perbuatan menjual ayat demi keuntungan dunia. Belajar dari kesalahan ulama Bani Israil, setiap muslim, terutama para tokoh agama, harus memegang teguh amanah ilmu. Mereka wajib menyampaikannya dengan jujur, ikhlas, dan tanpa mengharap imbalan duniawi. Sebab, kepercayaan umat dan ridha Allah jauh lebih berharga dari apa pun.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement