Khazanah
Beranda » Berita » Pelajaran Hidup dari Sawah yang Tenang: Obat Jiwa yang Letih

Pelajaran Hidup dari Sawah yang Tenang: Obat Jiwa yang Letih

Pelajaran Hidup dari Sawah yang Tenang

Pelajaran Hidup dari Sawah yang Tenang.

 

 

Di antara keheningan pagi dan kabut tipis yang menggantung di kaki bukit, sawah-sawah membentang laksana permadani alami yang hijau dan damai. Butiran embun masih menggantung di ujung dedaunan, air mengalir pelan di petak-petak kecil, dan kawanan bebek terlihat berenang di pematang, menyusuri alur yang telah dibentuk dengan rapi oleh tangan-tangan petani yang tekun.

Pemandangan ini tidak hanya menyejukkan mata, tapi juga menggetarkan jiwa. Di balik ketenangan sawah, tersimpan pelajaran hidup yang dalam. Allah ﷻ menghadirkan banyak hikmah dari alam yang terbentang ini, sebagaimana firman-Nya:

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

“Dan di bumi itu terdapat bagian-bagian yang berdampingan, kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon-pohon kurma yang bercabang dan tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian dari mereka atas sebagian yang lain dalam hal rasa. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ra’d: 4)

Kesabaran dan Proses: Tidak Ada Panen Instan

Sawah mengajarkan kita satu hukum kehidupan yang tak dapat dielakkan: proses tidak bisa dilompati. Dari mulai membajak, menanam benih, memupuk, mengairi, hingga menjaga dari hama — semua butuh waktu, tenaga, dan kesabaran. Tidak ada panen yang datang dalam semalam.

Begitu juga dalam kehidupan seorang muslim. Iman dan amal saleh tidak bisa langsung matang. Ia tumbuh perlahan melalui proses pembelajaran, ujian, pengorbanan, dan mujahadah.

Nabi Muhammad ﷺ pun tidak serta merta menjadi pribadi yang dikenal dunia sebagai “rahmat bagi semesta alam”. Beliau mengalami masa bertahap, dari merenung di Gua Hira’, menahan hinaan di Mekah, hingga menjalani jihad di Madinah.

Sebagaimana petani yang yakin bahwa hasil akan datang dengan izin Allah setelah ikhtiar, seorang mukmin pun harus yakin bahwa:

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6)

Kerja Keras yang Ikhlas: Menabur untuk Akhirat

Petani turun ke sawah bukan untuk pamer. Mereka bekerja sebelum matahari terbit, mencangkul dan menanam dalam kesunyian. Tak ada tepuk tangan atau pujian. Namun mereka tetap melakukannya, karena mereka percaya pada hasil yang akan datang.

Demikian pula dakwah. Ia bukan panggung ketenaran. Seorang da’i harus seperti petani—menabur nilai kebenaran dalam diam, menyiramnya dengan doa, dan menunggu waktu Allah untuk menumbuhkannya.

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utuskan bersamaku, seperti hujan yang mengenai bumi. Di antaranya ada tanah yang subur, menyerap air dan menumbuhkan tanaman; ada pula tanah keras yang menyimpan air, memberi manfaat bagi manusia; dan ada tanah tandus yang tak menyerap dan tak menumbuhkan. Itulah perumpamaan manusia terhadap ilmu agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Dakwah yang ikhlas akan tetap memberi manfaat, meskipun tidak langsung terlihat hasilnya.

Kebersamaan dalam Peran: Satu Sawah, Banyak Tugas

Di sawah ini, tampak bebek-bebek yang berenang dan mencari makan. Mereka bagian dari ekosistem sawah. Ada petani yang membajak, ada air yang mengalir, ada matahari yang memberi energi, ada angin yang mengeringkan, dan ada waktu yang menentukan musim.

Hidup manusia pun demikian. Tidak ada yang berdiri sendiri. Dalam masyarakat, ada ulama yang memberi arahan, ada guru yang mendidik, ada petani yang memberi makan, ada pedagang yang mendistribusi, dan ada pemimpin yang mengatur. Semua punya peran. Semua punya tempat.

Allah ﷻ berfirman:

> “Kami jadikan sebagian kamu sebagai ujian bagi yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat.” (QS. Al-Furqan: 20)

Kita diuji dalam kerja sama, diuji dalam melihat keberhasilan orang lain, dan diuji dalam menjalankan tugas kita sendiri tanpa iri atau dengki.

Ketenangan Alam: Obat bagi Jiwa yang Letih

Ketika hati penat, melihat hamparan sawah dapat menjadi penawar. Burung-burung yang berkicau, air yang mengalir pelan, dan langit yang terbelah oleh cahaya fajar adalah tanda-tanda ketenangan alami yang Allah ciptakan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Sesungguhnya di antara manusia ada orang-orang yang menjadi pembawa ketenangan (rahmat) bagi manusia lainnya. Mereka tenang, dan membawa ketenangan.” (HR. Thabrani)

Sawah tidak gaduh, tapi fungsinya besar. Ia tidak bersuara keras, tapi manfaatnya dirasakan semua orang. Demikian pula orang-orang shalih. Mereka tidak perlu banyak bicara, tapi kehadirannya menjadi peneduh dan pembawa rahmat.

Ketundukan Alam sebagai Tanda Keagungan Allah

Perhatikan air di sawah. Ia mengalir mengikuti kontur tanah. Tidak melawan. Ia tunduk. Angin berhembus pelan tanpa melukai. Semua tunduk pada aturan Allah.

Ini menjadi sindiran bagi kita manusia yang sering kali angkuh. Padahal kita adalah makhluk lemah. Lihatlah sawah itu—ia tidak bersuara, tidak menuntut, namun menghasilkan kehidupan.

Allah ﷻ menegur manusia yang sombong:

> “Tidakkah kamu melihat bahwa kepada Allah bersujud apa yang di langit dan apa yang di bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, binatang-binatang melata dan sebagian besar manusia?” (QS. Al-Hajj: 18)

Lalu bagaimana dengan kita? Apakah kita termasuk yang bersujud atau termasuk yang ingkar?

Menjadi seperti Sawah: Diam tapi Bermanfaat

Mari belajar dari sawah dan segala yang ada padanya. Diamnya, sabarnya, ketundukannya, kebersamaannya, dan manfaatnya. Kita tidak perlu selalu bersinar terang seperti matahari. Cukup menjadi tanah yang menumbuhkan, air yang menyejukkan, dan tanaman yang memberi kehidupan.

Rasulullah ﷺ bersabda:

> “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” (HR. Ahmad)

Dan menjadi bermanfaat tidak harus selalu tampak. Bisa dalam doa, dalam kerja keras, dalam memberi makan, dalam menahan amarah, atau sekadar hadir dengan tenang dalam kehidupan orang lain.

Penutup: Dakwah Lewat Refleksi Alam

Alam adalah kitab terbuka yang ditulis oleh Sang Pencipta. Siapa pun yang mau merenung, akan menemukan pesan-pesan ketuhanan yang kuat dari hamparan bumi ini. Dan sawah—sebagian kecil dari ciptaan Allah—telah memberi kita pelajaran besar tentang bagaimana menjalani hidup dengan sabar, ikhlas, dan penuh manfaat.

Semoga setiap petak sawah yang kita lewati menjadi pengingat akan kebesaran-Nya. Dan semoga hati kita ditumbuhkan seperti benih yang disemai di pagi hari; tumbuh dalam iman, disiram oleh ilmu, dan kelak dipanen dalam keberkahan. Wallahu a’lam bish-shawab. (Iskandar)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement