Ibadah
Beranda » Berita » STMJ: Shalat Terus Maksiat Jalan, Mengapa Terjadi?

STMJ: Shalat Terus Maksiat Jalan, Mengapa Terjadi?

Paradoks Kehidupan: Shalat dan Perilaku yang Bertentangan

SURAU.CO. Di tengah gemuruh kehidupan, kita seringkali menyaksikan sebuah paradoks yang menyakitkan. Kita melihat orang-orang yang rajin menunaikan shalat, bahkan dengan penuh khusyuk, namun perilaku mereka sehari-hari justru bertentangan dengan nilai-nilai dalam ajaran agama Islam.

Inilah yang seringkali kita sebut sebagai “STMJ” — Shalat Terus, Maksiat Jalan.
Fenomena ini bukan sekadar anekdot lucu yang jadi bahan guyonan di warung kopi atau dalam ceramah keagamaan yang viral di media sosial. STMJ adalah potret nyata dari wajah keagamaan kita hari ini di mana religiusitas yang tumbuh di permukaan, tapi rapuh di dalam. Ini bukan untuk menyudutkan, tapi sebagai ajakan untuk jujur menengok ke dalam diri dan masyarakat kita.

Paradoks Kehidupan: Shalat dan Perilaku yang Bertentangan

Bayangkan sebuah musala kecil di pinggiran kota. Suara adzan Maghrib memecah keheningan, mengundang umat untuk bersujud kepada sang Kholiq dan kemudian jamaah berdatangan, memenuhi saf-saf dan merapatkan barisan. Mereka mengangkat tangan, bertakbir, membaca ayat-ayat suci, dan menundukkan kepala dalam kekhusyukan. Namun, begitu salam diucapkan dan sajadah dilipat, kita kembali ke dunia senyatanya.

Kita menyaksikan kenyataan yang miris. Benar shalat, tapi korupsi menggurita, ketidakadilan di mana-mana, manipulasi tak berhenti, dan kebohongan menjadi bagian dari keseharian. Lebih memilukan lagi, sebagian pelaku keburukan itu adalah mereka yang rajin shalat. Mereka bahkan seringkali menjadi jamaah paling awal di masjid.

Apa yang Salah dengan Shalat Kita?

Pertanyaan ini wajar muncul dalam benak kita. Mengapa shalat yang seharusnya menjadi benteng dari perbuatan keji dan mungkar, justru tidak mampu membendung perilaku yang menyimpang? Mengapa shalat seolah tidak memiliki efek apa pun terhadap akhlak dan moral kita?

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Allah Swt telah berfirman dalam al-Quran Surat Al-Ankabut ayat 45:

اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

“Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamannya daripada ibadah yang lain) Allah mengetahu apa yang Kamu kerjakan.”

Ayat ini seharusnya menjadi cermin bagi kita. Apakah shalat yang kita lakukan sudah benar? Apakah kita sudah memahami hakikat shalat yang sesungguhnya?

Rasulullah Muhammad Saw juga bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ath-Thabrani: “Barang siapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh (dari-Nya).”

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Hadis tersebut mengingatkan kita bahwa tidak semua shalat otomatis membawa kebaikan bagi pelakunya. Shalat yang dikerjakan sekadar menggugurkan kewajiban, tanpa penghayatan dan kesungguhan, bisa kehilangan maknanya. Ia menjadi rutinitas kosong yang tidak menumbuhkan kedekatan kepada Allah Swt., bahkan justru bisa menjauhkan kita dari-Nya

Penyebab STMJ: Mengapa Shalat Tak Berdampak?

Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan fenomena STMJ ini terjadi:

  1. Hati yang tidak hadir: Banyak orang menunaikan shalat hanya sebagai kewajiban, tanpa menghadirkan hati dan pikiran. Tubuhnya bergerak, tapi jiwanya melayang entah ke mana. Shalat hanya berhenti di gerakan fisik  semata, tidak menyentuh aspek spiritual dan akhlak. Akibatnya, ibadah dan perilaku sehari-hari terpisah.
  2. Lingkungan yang tidak mendukung: Kita hidup di tengah masyarakat yang seringkali permisif terhadap dosa. Korupsi, kebohongan, dan ketidakadilan serasa lumrah. Dalam lingkungan seperti ini, sulit bagi orang baik untuk tetap istiqamah. Shalat perlu dukungan lingkungan yang positif, yang mendorong kejujuran, keadilan, dan nilai-nilai luhur.
  3. Ketiadaan muhasabah: Muhasabah adalah proses evaluasi diri dan orang yang tidak pernah mengoreksi dirinya akan terjebak dalam pembenaran diri. Shalat seharusnya menjadi ruang untuk refleksi dan introspeksi diri di mana kita mengakui kesalahan, dan berusaha untuk memperbaikinya di kemudian hari.

STMJ di Indonesia: Simbol Kegagalan Spiritual?

Indonesia, dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia, seharusnya menjadi contoh peradaban Islam yang gemilang. Namun, kenyataannya, kita masih berhadapan pada berbagai masalah moral dan sosial. Indeks korupsi tinggi, kekerasan masih terjadi, dan etika seringkali terabaikan.

Ini menunjukkan bahwa shalat yang dikerjakan secara masal belum tentu menghasilkan transformasi moral secara kolektif. Shalat kehilangan daya ubahnya ketika hanya menjadi formalitas dan rutinitas bukan lagi perjumpaan ruhani dengan Sang Ilahi Rabbi.

Mengubah STMJ: Menuju Shalat Terus, Maksiat Jauh

Kita tidak mengajak orang untuk berhenti shalat, justru sebaliknya, kita ingin mendorong kita untuk memperbaiki kualitas shalat kita. Apa sebenarnya yang harus kita lakukan:

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

  • Hadirkan hati saat shalat.
  • Pahami makna bacaan dalam shalat.
  • Bangun koneksi batin dengan Allah SWT.
  • Jadikan shalat sebagai ruang jujur untuk mengakui dosa dan meminta kekuatan untuk berubah.

Shalat adalah sebuah proses. Ia membutuhkan istiqamah dan kesungguhan. Jika dilakukan dengan benar, shalat akan menjadi energi transformatif yang membersihkan jiwa, menguatkan moral, dan mengubah perilaku kita. Allah Swt berfirman dalam QS. Al-Mukminun: 1-2),

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (QS. Al-Mu’minun: 1-2).

Mari kita upayakan agar shalat kita menjadi lebih baik, sehingga kita termasuk golongan yang beruntung tersebut.(kareemustofa)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement