Sosok
Beranda » Berita » Mengenal Syekh Zainuddin Al-Malibari: Penulis Kitab Fathul Mu’in

Mengenal Syekh Zainuddin Al-Malibari: Penulis Kitab Fathul Mu’in

Mengenal Syekh Zainuddin Al-Malibari: Penulis Kitab Fathul Mu’in
Kitab Fathul Mu’in

SURAU. CO – Kitab Fathul Mu’in telah menjadi rujukan utama di dunia pesantren, khususnya dalam mazhab Syafi’i. Para santri biasanya mempelajari kitab ini setelah mereka menuntaskan Taqrib karya Syekh Abu Syuja’ atau syarahnya, Fathul Qarib karya Syekh Ibnu Qasim al-Ghazi. Di balik karya besar ini, berdirilah sosok ulama agung, Syekh Zainuddin Al-Malibari. Siapakah dia sebenarnya? Melalui artikel ini, mari kita telusuri secara ringkas biografi dan kontribusi pentingnya dalam khazanah keilmuan Islam.

Asal Usul dan Keluarga

Syekh Zainuddin lahir di Malabar, Kerala, India, pada tahun 938 Hijriah (sekitar 1532 Masehi). Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Zainuddin Ahmad bin Muhammad al-Ghazali bin Zainuddin bin ‘Ali bin Ahmad al-Malibari asy-Syafi’i . Sejak kecil, beliau tumbuh di lingkungan keluarga ulama yang sangat dihormati di Malabar.

Ayahnya, Syekh Muhammad al-Ghazali, menjabat sebagai mufti dan qadi di Chombala, pendiri Masjid Jami’ di kota tersebut. Sementara itu, Ibu Syekh Zainuddin berasal dari keluarga Waliyakat Karakutti yang dikenal sangat taat beragama.

Dalam mukadimah kitab Al-Ajwibah al-‘Ajibah, Syekh Zainuddin sendiri menegaskan bahwa ayahnya adalah Muhammad al-Ghazali, bukan Abdul ‘Aziz yang sebenarnya merupakan pamannya. Beliau menyatakan:

“فَيَقُولُ أَضْعَفُ الْعِبَادِ، وَأَفْقَرُهُمْ إلى رَحْمَةِ الْجَوَادِ، أَحْمَدُ زَيْنُ الدِّينِ بْنُ مُحَمَّدِ الْغَزَالِيِّ الْمَعْبَرِيِّ الشَّافِعِيِّ”

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

“Seorang hamba paling lemah, paling butuh terhadap rahmat Allah SWT, yakni Ahmad Zainuddin bin Muhammad Al-Ghazali Al-Ma’bari Asy-Syafi’i.”

Agar tidak rancu dengan kakeknya yang juga bernama Zainuddin—penulis Hidayatul Adzkiya’ —para ulama kemudian menyebut dirinya sebagai Zainuddin al-Makhdum ash-Shaghir, sedangkan sang kakek dikenal sebagai Zainuddin al-Makhdum al-Kabir (Lihat: Fathul Mu’in , hlm. 10–12).

Pendidikan dan Rihlah Ilmiyyah

Sejak dini, Syekh Zainuddin menunjukkan semangat luar biasa dalam menuntut ilmu. Ia mengawali pendidikannya dari ayah dan pamannya, Abdul ‘Aziz, yang membimbingnya dalam menghafal Al-Qur’an dan memahami dasar-dasar agama. Tradisi keilmuan keluarganya yang kuat memberikan fondasi yang kokoh bagi dirinya.

Setelah menyerap ilmu di kampung halamannya, Ponnani, beliau melanjutkan rihlah ilmiahnya ke Tanah Suci. Di sana, ia berhaji ke Makkah sekaligus berguru kepada para ulama besar. Di antaranya:

  1. Imam Ibnu Hajar al-Haitami – guru utama yang beliau sebut sebagai syaikhuna dalam Fathul Mu’in
  2. Syekh Zainuddin bin Abdul ‘Aziz az-Zamzami
  3. Syekh Wajihuddin Abdurrahman bin Ziyad
  4. Syekh Abdurrahman asy-Syafawi
  5. Imam Syamsuddin ar-Ramli, dan lainnya

Menariknya, Imam Ibnu Hajar pernah mengunjungi Ponnani dan bermukim beberapa bulan di masjid keluarga Syekh Zainuddin. Selama tinggal di sana, beliau menulis sejumlah fatwa. Fakta ini menunjukkan kedekatan ilmiah dan spiritual antara guru dan murid.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Setelah bertahun-tahun menimba ilmu, Syekh Zainuddin pulang ke Ponnani. Ia kemudian mengabdikan diri sebagai guru, penulis, dan da’i selama sekitar 36 tahun. Pada masa itu, beliau mendirikan banyak majelis pengajian. Para pelajar dari berbagai wilayah datang untuk mempelajari ilmu fiqih, tafsir, hadits, dan ilmu kalam dari beliau.

Dengan dedikasi tinggi dalam mengajar, Syekh Zainuddin berhasil mendidik banyak murid unggul. Beberapa nama yang terkenal antara lain:

  1. Syekh Abdurrahman bin Utsman al-Makhdum
  2. Syekh Jamaluddin bin Utsman al-Funnani
  3. Syekh Jamaluddin bin Abdul Aziz al-Makhdum
  4. Syekh Utsman Labba al-Qahiri
  5. Syekh Sulaiman al-Qahiri

Para murid tersebut kemudian melanjutkan warisan ilmu dan perjuangan beliau di wilayah masing-masing.

Karya-Karya Syekh Zainuddin

Syekh Zainuddin menulis banyak karya yang mencerminkan keluasan ilmunya dalam fiqih, tasawuf, sejarah, dan fatwa. Berikut beberapa karyanya yang paling penting:

  1. Qurratul ‘Ain bi Muhimmatid Din
  2. Fathul Mu’in bi Syarhi Qurratil ‘Ain
  3. Al-Ajwibah al-‘Ajibah ‘anil As’ilah al-Gharibah
  4. Ihkamu Ahkamin Nikah
  5. Irsyadul ‘Ibad ila Sabilir Rasyad
  6. Tuhfatul Mujahidin fi Ba’dhi Akhbaril Burtughaliyyin
  7. Al-Jawahir fi ‘Uqubati Ahlil Kaba’ir
  8. Al-Fatawa al-Hindiyyah
  9. Mukhtashar Syarhis Shudur karya Imam as-Suyuthi
  10. Al-Manhaj al-Wadhih Syarhu Ahkamin Nikah

Karya Agung: Fathul Mu’in

Di antara seluruh karyanya, Fathul Mu’in menempati posisi paling istimewa. Kitab ini merupakan syarah dari Qurratul ‘Ain, yang juga beliau tulis sendiri. Dengan sistematika yang rapi, bahasa yang padat namun jelas, dan penjelasan yang mudah dicerna, kitab ini sangat cocok untuk pelajar tingkat menengah.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Para santri di Nusantara telah menjadikan Fathul Mu’in sebagai bagian dari tradisi keilmuan pesantren. Apalagi kitab ini sering dipadukan dengan syarah seperti I’anatut Thalibin untuk memperluas pemahaman. Gaya penulisan Fathul Mu’in yang tajam dan mengakar pada realitas umat menjadikan kitab tersebut tidak hanya ilmiah, tetapi juga aplikatif.

Wafatnya Syekh Zainuddin

Syekh Zainuddin Al-Malibari bukan hanya penulis kitab. Beliau adalah cerminan nyata ulama yang menjadikan ilmu sebagai jalan pengabdian . Ketekunannya dalam belajar dan konsistensinya dalam berdakwah menjadi inspirasi lintas generasi.

Karya-karya beliau, terutama Fathul Mu’in , terus mengalirkan manfaat bagi jutaan santri di berbagai penjuru. Di tengah zaman yang terus berubah, keteladanan beliau menjadi pengingat bahwa ilmu yang disampaikan dengan ikhlas akan selalu menemukan tempatnya di hati umat.

Dalam pengantar Fathul Mu’in , beliau menulis:

“العلم ميراث الأنبياء، فمن أحبه فقد أحب ميراث الأنبياء”

“Ilmu adalah warisan para nabi. Siapa yang mencintainya, maka ia telah mencintai warisan kenabian.”

Akhirnya, menurut catatan sejarawan Malabar, Syekh Muhammad Ali an-Nalikuti dalam Tuhfatul Akhyar fi Tarikh ‘Ulama Malibar, Syekh Zainuddin wafat pada tahun 1028 H. Keluarga dan para murid memakamkan beliau di samping Masjid Jami’ Kungipalli, Chombala—masjid yang ayah dirikan, disertai dengan makam istrinya.

 

Referensi:

  • Syekh Zainuddin, Fathul Mu’in , tahqiq: Abdur Razaq an-Najm, [Beirut: Darul Faiha’, 1443 H]
  • Muhammad Ali an-Nalikuti, Tuhfatul Akhyar fi Tarikh ‘Ulama Malibar

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement