Sejarah
Beranda » Berita » Sejarah Pembangunan Masjid Nabawi

Sejarah Pembangunan Masjid Nabawi

Sejarah Pembangunan Masjid Nabawi
Sejarah Pembangunan Masjid Nabawi

SURAU.CO – Masjid Nabawi adalah salah satu tempat suci yang sangat dihormati oleh umat Islam di seluruh dunia. Terletak di Kota Madinah, Arab Saudi, masjid ini menyimpan sejarah yang mendalam tentang perjuangan Nabi Muhammad ﷺ dalam menyebarkan Islam dan membangun masyarakat yang berlandaskan iman dan persaudaraan.

Awal Pendirian Masjid Nabawi

Nabi Muhammad ﷺ membangun Masjid Nabawi tak lama setelah hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi (tahun 1 Hijriah). Ketika beliau tiba di Madinah, unta yang ditungganginya berhenti di sebuah lahan milik dua anak yatim, Sahl dan Suhail. Nabi kemudian membeli lahan itu dan menjadikannya sebagai lokasi pembangunan masjid.

Beliau tidak hanya memerintahkan pembangunan, tetapi juga ikut mengangkat batu bata dan tanah. Para sahabat pun bergotong-royong membangun masjid ini dengan semangat yang tinggi. Dalam waktu singkat, berdirilah masjid yang sederhana, berdinding tanah liat, beratap daun kurma, dan beralas pasir. Masjid awal ini berbentuk persegi dengan luas sekitar 1.060 meter persegi. Masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat kegiatan sosial, pendidikan, dan pemerintahan Islam pertama.

Fungsi Masjid pada Zaman Nabi

Masjid Nabawi memiliki fungsi yang sangat luas. Nabi menggunakan masjid ini untuk salat berjemaah, menyampaikan wahyu, dan mengajarkan Al-Qur’an. Di sana, beliau juga menyelesaikan berbagai persoalan umat, menerima tamu dari luar kota, dan memimpin pertemuan penting. Bahkan, masjid ini juga menjadi tempat tinggal bagi para sahabat miskin yang disebut Ashabus Shuffah .

Di samping masjid, Nabi membangun beberapa kamar kecil sebagai tempat tinggal beliau dan keluarganya. Salah satunya adalah kamar Aisyah, yang kemudian menjadi tempat peristirahatan terakhir Nabi Muhammad ﷺ setelah wafat.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Perluasan Pertama dan Seterusnya

Seiring bertambahnya jumlah umat Islam, Masjid Nabawi menjadi terlalu sempit. Maka pada tahun ketujuh Hijriah (628 M), Rasulullah memerintahkan untuk memperluas masjid dari sisi timur, barat, dan utara. Setelah perluasan ini, luas masjid meningkat menjadi 2.475 meter persegi . Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah sangat peduli terhadap kenyamanan umat dalam beribadah.

Setelah wafatnya Nabi ﷺ, para khalifah melanjutkan pembangunan dan perluasan Masjid Nabawi. Pada masa Umar bin Khattab tahun 17 H (638 M), masjid dibentengi lagi dari tiga sisi: selatan, barat, dan utara. Luasnya menjadi 3.575 meter persegi .

Kemudian, pada masa Utsman bin Affan tahun 29 H (649 M), masjid dibangun kembali dengan material batu dan luasnya mencapai 4.071 meter persegi . Ini adalah salah satu bentuk konkret perhatian khalifah terhadap kebutuhan rohani umat Islam.

Perluasan besar-besaran terjadi pada masa Dinasti Umayyah, Abbasiyah, hingga Utsmaniyah. Setiap penguasa Muslim merasa bangga ketika bisa memperluas atau memperindah Masjid Nabawi. Kubah hijau yang terkenal saat ini dibangun pada masa pemerintahan Sultan Mahmud II dari Turki Utsmani pada abad ke-19.

Renovasi karena Bencana

Peristiwa bencana pun turut mempengaruhi sejarah Masjid Nabawi. Tahun 654 H (1256 M), masjid mengalami kebakaran hebat. Bangunan yang dipugar kembali meskipun tidak kokoh. Kemudian, pada masa Dinasti Mamalik, Sultan Al-Asyraf Qaitbay memerintahkan pembangunan ulang pada tahun 879 H (1474 M), karena sebagian kawasan masjid mulai rapuh. Namun, beberapa tahun kemudian, petir menyambar menara masjid dan menyebabkan kebakaran besar.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Sebagai tanggapan, pada tahun 886 H (1481 M), Sultan Al-Asyraf memerintahkan pembangunan ulang masjid dan memperluasnya ke sisi timur. Luas masjid pun menjadi 9.010 meter persegi . Beliau juga membangun menara kelima di atas pintu Rahmah sebagai tanda kemegahan sekaligus pengingat atas pentingnya tempat suci ini.

Masjid Nabawi di Era Modern

Pemerintah Arab Saudi melakukan rekonstruksi besar pada abad ke-20 dan ke-21. Masjid ini kini mampu menampung lebih dari satu juta jemaah. Berbagai fasilitas modern tersedia untuk mendukung kenyamanan pengunjung, seperti pendingin udara, sistem suara canggih, serta payung raksasa di halaman masjid yang terbuka dan dapat meneduhkan ribuan orang.

Meski mengalami banyak perubahan, Masjid Nabawi tetap mempertahankan kesuciannya. Di dalamnya terdapat Raudhah , area antara mimbar dan Makam Nabi, yang disebut sebagai taman surga. Umat Islam yang berziarah ke Madinah selalu berusaha untuk bisa beribadah di Raudhah.

Makna Spiritual Masjid Nabawi

Masjid Nabawi bukan sekedar bangunan megah. Masjid ini menjadi simbol perjuangan, pengorbanan, dan cinta Nabi kepada umatnya. Setiap jengkal tanahnya mengandung nilai sejarah dan spiritual yang sangat tinggi. Ketika umat Islam menjejakkan kaki di masjid ini, mereka seakan kembali ke masa awal Islam dan merasakan kehangatan dakwah Nabi yang lembut dan penuh kasih sayang.

Masjid Nabawi bukan hanya peninggalan sejarah, namun juga pusat spiritual kehidupan hingga hari ini. Melalui Masjid Nabawi, Nabi Muhammad ﷺ menunjukkan kepada dunia bagaimana membangun masyarakat yang bertakwa, bersaudara, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Sumber: Sejarah Madinah Al-Munawwarah dan Tempat-Tempat Istimewa. Al-Madinah Al-Munawwarah Research & Studies Center 2013, Perpustakaan Nasional Raja Fahd Mengkatalogkan Data Publikasi.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement