SURAU.CO – Dalam kesunyian malam, di saat tubuh bersiap merebah dan jiwa mulai melepas hiruk-pikuk dunia, Islam tak membiarkan umatnya kehilangan arah. Bahkan tidur sebuah aktivitas yang sering kita anggap sepele mendapat perhatian mendalam dari para ulama, salah satunya Imam Abu Hamid Al-Ghazali. Dalam kitab Bidayatul Hidayah, ia tidak hanya mengajarkan fiqih dan akhlak, tetapi juga menuntun hati agar tetap terhubung dengan Allah, bahkan saat terlelap.
Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi hidup pada abad ke-5 H (1058–1111 M), berasal dari kota Thus, Persia. Ia dikenal sebagai hujjatul Islam karena keluasan ilmunya di bidang fikih, kalam, filsafat, dan terutama tasawuf. Bidayatul Hidayah ditulis sebagai pengantar bagi para penuntut ilmu, agar mengawali laku ilmiah dengan akhlak yang benar dan hati yang bersih. Kitab ini bukan sekadar panduan perilaku lahir, tetapi peta menuju kebersihan batin. Dalam khazanah Islam, ia menjadi jembatan antara ilmu lahir dan batin.
1. Niat dan Dzikir Sebelum Tidur
Imam Al-Ghazali menulis:
“وَإِذَا أَرَدتَ النَّومَ فَتَوَضَّأْ كَوُضُوئِكَ لِلصَّلَاةِ، ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى جَنْبِكَ الأَيْمَنِ، وَاذْكُرِ اللَّهَ حَتَّى تَغْلِبَكَ عَيْنَاكَ”
“Jika engkau hendak tidur, maka berwudhulah sebagaimana wudhu untuk shalat, lalu berbaringlah di sisi kananmu, dan berzikirlah kepada Allah hingga engkau tertidur.”
Kalimat itu sederhana, namun ketika di telusuri lebih dalam kaya akan sarat makna. Ia mengajarkan bahwa tidur bukan sekadar istirahat, tapi juga ibadah jika diniatkan dengan benar. Dalam konteks kekinian, di tengah dunia yang penuh distraksi, momen sebelum tidur bisa menjadi saat terbaik untuk kembali pada diri sendiri merenung, berdzikir, dan menyadari bahwa hidup ini bukan semata-mata untuk berlari, tapi juga untuk berserah.
2. Introspeksi Diri dan Taubat
Imam Ghazali juga menganjurkan agar seseorang melakukan muhasabah sebelum tidur. Ia menuliskan:
“وَحَاسِبْ نَفْسَكَ عَلَى مَا قَدَّمْتَ فِي نَهَارِكَ”
“Dan hisablah dirimu atas apa yang telah kamu perbuat sepanjang harimu.”
Tidur yang dimulai dengan perenungan adalah bentuk kesadaran spiritual. Dalam zaman di mana refleksi sering digantikan dengan scroll media sosial hingga larut malam, ajaran ini mengajak kita untuk kembali menyapa jiwa. Apakah hari ini telah dilalui dengan baik? Apakah ada yang tersakiti oleh kata-kata kita? Jika ada, malam adalah waktu untuk kembali—meminta ampun dan memohon diperbaiki esok hari.
3. Tidur Sebagai Latihan Kematian
Salah satu hal yang paling menyentuh dari nasihat Imam Ghazali adalah ajakan untuk menganggap tidur sebagai ‘saudara kandung kematian’. Beliau berkata:
“وَاجْعَلْ مَنَامَكَ كَأَنَّهُ مَوْتُكَ، وَاسْتَعِدَّ لِلْقِيَامَةِ بَيْنَ يَدَيْ رَبِّكَ”
“Jadikan tidurmu seakan-akan itu adalah kematianmu, dan bersiaplah untuk berdiri di hadapan Tuhanmu.”
Pesan ini tidak untuk menakut-nakuti, melainkan mengingatkan bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk memperbaiki diri. Tidur yang disadari sebagai pengingat kematian akan melahirkan jiwa yang lebih lembut, hati yang lebih rendah, dan lisan yang lebih terjaga.
Tidur yang Menyucikan Jiwa
Dalam dunia modern, tidur sering menjadi pelarian dari penat atau pelupa dari kegelisahan. Namun Imam Ghazali mengajarkan bahwa tidur bisa menjadi jalan menuju kesadaran spiritual. Mari kita mulai malam-malam kita bukan dengan kegaduhan pikiran, tapi dengan wudhu, dzikir, dan introspeksi. Siapa tahu, malam ini adalah tidur terakhir sebelum bertemu dengan-Nya.
اللَّهُمَّ اخْتِمْ لَنَا بِالْخَيْرِ، وَاجْعَلْ مَنَامَنَا رَاحَةً لِلْجَسَدِ، وَتَجْدِيدًا لِلرُّوحِ، وَقُرْبًا مِنْكَ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Wallahu a’lam bishshawab.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
