SURAU.CO- Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Al-Thusi, dikenal sebagai Hujjatul Islam, hidup pada abad ke-5 H (w. 505 H). Ia adalah ulama besar kelahiran Persia yang menguasai fikih, filsafat, kalam, dan tasawuf. Kitab Bidayatul Hidayah ditulis sebagai panduan praktis bagi pelajar pemula agar meniti jalan hidayah dengan adab yang benar, baik dalam ibadah maupun perilaku harian.
Kitab ini bukan sekadar karya fiqh atau tasawuf biasa, melainkan peta spiritual untuk menuju Allah melalui pembentukan karakter dan akhlak. Ia menjadi pengantar dari magnum opus Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin.
1. Niat dan Kesadaran Sebelum Sembahyang
Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya kesadaran niat sebelum menunaikan shalat. Beliau menulis:
“فَإِذَا دَخَلَ الْوَقْتُ فَأَزْمِعْ عَلَى التَّجَرُّدِ لِلصَّلَاةِ وَقْتًا مُقَدَّمًا عَلَى أَوَّلِ الْوَقْتِ، وَقُمْ إِلَيْهَا كَأَنَّكَ مُسَافِرٌ تُوَدِّعُ أَهْلَكَ وَأَصْحَابَكَ”
“Ketika waktu shalat telah tiba, maka teguhkan niatmu untuk bersiap-siap, dan berdirilah untuk shalat seolah-olah kamu adalah seorang musafir yang akan berpamitan kepada keluarga dan sahabat.”
Pesan ini begitu dalam. Kita diajak melihat setiap shalat sebagai perjumpaan terakhir dengan dunia. Bayangkan jika setiap shalat dilakukan dengan rasa genting dan cinta seperti itu, tentu kualitas ibadah kita akan jauh lebih bermakna. Di era yang serba cepat, perenungan sebelum shalat menjadi oase bagi jiwa yang lelah.
2. Membersihkan Diri Lahir dan Batin
Persiapan shalat tidak hanya soal wudhu atau pakaian bersih, tetapi juga kebersihan hati. Al-Ghazali menyebut:
“نَظِّفْ جَسَدَكَ مِنَ النَّجَاسَةِ، وَقَلْبَكَ مِنَ الْغَفْلَةِ، وَثِيَابَكَ مِنَ الرِّيَاءِ، وَنَفْسَكَ مِنَ الْكِبْرِ”
“Bersihkan tubuhmu dari najis, hatimu dari kelalaian, pakaianmu dari riya’, dan jiwamu dari kesombongan.”
Betapa indah! Ia mengajak kita untuk tidak menjadikan shalat hanya sebagai rutinitas tubuh, tapi ziarah batin. Dalam dunia hari ini, di mana pencitraan dan kesombongan mudah merasuk, ajaran ini sungguh relevan. Shalat bukan panggung, tapi mihrab kejujuran.
3. Memelihara Khusyuk Sejak Sebelum Takbir
Al-Ghazali juga mengajarkan agar hati sudah hadir bahkan sebelum takbiratul ihram:
“لْيَكُنْ قَلْبُكَ حَاضِرًا فِي الْوَقْتِ، وَعَقْلُكَ خَالِيًا مِنَ الشَّوَاغِلِ.”
“Hadapkan hatimu di waktu itu, dan kosongkan akalmu dari segala kesibukan.”
Khusyuk bukan datang tiba-tiba saat shalat, tetapi disiapkan sejak jauh sebelum. Maka mematikan gawai, menenangkan diri, serta meletakkan beban dunia sebelum masuk masjid adalah bagian dari adab yang diajarkan para salaf.
Di tengah distraksi digital yang luar biasa hari ini, ajaran ini menjadi penting. Sebab terlalu sering kita melangkah ke shalat, tapi pikiran masih mengembara di notifikasi dan pesan WA.
Mari Mempersiapkan Diri dengan Cinta dan Takzim
Adab sebelum shalat sebagaimana ditulis oleh Imam Al-Ghazali bukan sekadar teknis, tetapi latihan jiwa agar kita bertemu Allah dalam keadaan paling jujur dan bersih. Ia mengajak kita menjadikan setiap shalat sebagai momen perjumpaan cinta, bukan kewajiban kaku.
Mari kita renungkan: “Apakah aku sudah mempersiapkan diri dengan sepenuh cinta sebelum berjumpa Rabb-ku?”
اللهم اجعل قلوبنا خاشعة، وأبداننا في طاعتك خاضعة، ولقاءك أحب إلينا من الدنيا وما فيها
(Amin. Ya Allah, jadikan hati kami khusyuk, tubuh kami tunduk dalam taat kepada-Mu, dan pertemuan dengan-Mu lebih kami rindukan dari dunia dan seisinya.)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
